SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BPJS Kesehatan tempuh beragam cara untuk atasi defisit keuangan.

Harianjogja.com, SUKOHARJO–Berbagai cara sudah dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam menutup defisit anggaran yang mencapai Rp9,6 triliun. Mulai dari keterlibatan tokoh agama untuk membuka kesadaran peserta agar mau membayar iuran, sampai rencana menutup defisit melalui cukai rokok.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Asisten Deputi SDM, Umum, dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Jawa Tengah-DIY, Abdul Azis dalam media gathering di Hotel Best Western Premier Solo Baru, Sukoharjo, Selasa (19/12/2017) mengatakan, BPJS Kesehatan sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait dan akan segera dicarikan solusi, salah satunya melalui cukai rokok. Namun ia sampai saat ini belum mengetahui berapa besaran dan sejauh mana pembahasannya. “Intinya kami mendukung,” katanya.

Ekspedisi Mudik 2024

Pemanfaatan cukai rokok memang masih dipandang dilematis oleh beberapa kalangan. Pada satu sisi, pemerintah melalui regulasi yang ada sudah mengimbau masyarakat untuk tidak merokok karena berdampak buruk terhadap kesehatan. Namun pada sisi lain, cukai rokok justru akan dimanfaatkan untuk menutup ketimpangan antara biaya yang dibayarkan BPJS Kesehatan dengan iuran yang dibayar peserta.

“Memang agak sedikit unik, tapi kami akan mendukung itu lebih ke arah preventif,” kata Azis. Azis memperkirakan defisit anggaran BPJS Kesehatan bisa mencapai Rp10 triliun jika dihitung sampai 31 Desember 2017 nanti. Ia mengakui, kemampuan negara melalui APBN maupun APBD memang terbatas untuk menutup defisit tersebut sehingga dibutuhkan formula yang tepat.

BPJS Kesehatan sudah melakukan berbagai cara untuk menutup kekurangan biaya. Seperti melibatkan tokoh agama, masuk ke dalam forum di tingkat desa, menyinergikan persyaratan perizinan dengan kewajiban menjadi peserta BPJS Kesehatan, dan masih banyak lagi.

“Kami belum temukan terobosan agar peserta mau bayar. Kalau PLN bisa ditumpangi [pajak] PJU [Penerangan Jalan Umum]. Saya belum tahu mekanisme apa yang bisa seperti itu. Harus ada dasar hukumnya,” tuturnya.

Ia mengakui keterbatasan karyawan yang hanya sekitar 900 orang memang belum mampu menjangkau semua peserta yang ada di DIY-Jateng sejumlah 27,6 juta orang. Cara untuk mengatasinya adalah melalui media massa maupun media cetak untuk menggerakkan peserta membayar iuran, mengingat azas yang diusung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah gotong royong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya