SOLOPOS.COM - Ilustrasi vaksin Covid-19 (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA--Disebut karya anak bangsa, ada sejumlah catatan vaksin Nusantara. Banyak yang penasaran, benarkah vaksin Corona berbasis sel dendritik ini murni karya anak bangsa?

Simak ulasannya di tips kesehatan kali ini. Selama ini dukungan untuk vaksin besutan Terawan Agus Putranto mengalir deras, termasuk dari kalangan anggota DPR. Ternyata ada sejumlah catatan penting terkait vaksin Nusantara. Apa sajakah?

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

Komnas Penilai Khusus Vaksin Covid-19 dalam workshop di Jakarta baru-baru ini menyebut salah satu catatan untuk vaksin Nusantara adalah antigen yang digunakan tidak diproduksi sendiri. Karenanya, relevansinya dengan strain Covid-19 yang ada di Indonesia, dipertanyakan.

"Kalau kita bicara vaksin Nusantara, maka antigennya itu bukan dari virus Indonesia. Tapi didapatkan dari Amerika yang kita tidak tahu persis sebetulnya bagaimana sequence genomic-nya dan strain virus apa yang didapat dari Amerika," kata Anwar Santoso, Selasa (13/4/2021).

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Begini Usir Kantuk Setelah Sahur, Caranya Mudah Kok!

Dalam evaluasi uji klinis vaksin Nusantara oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), penggunaan komponen dari Aivita Biomedical Inc, perusahaan Amerika Serikat yang menyokong riset vaksin nusatara, juga menjadi salah satu catatan utama.

"Semua komponen utama pembuatan vaksin dendritik ini di Import dari USA [antigen, GMCSF, medium pembuatan sel, dan alat-alat untuk persiapan]," tulis Kepala BPOM, Penny K. Lukito dalam rilisnya, Rabu (14/4/2021), sebagaimana melansir detikcom, Kamis (15/4/2021).

Untuk dilakukan transfer teknologi sehingga bisa dibuat di Indonesia, menurut BPOM bakal makan waktu sangat lama karena Aivita Biomedical Inc belum memiliki sarana produksi untuk produk biologi. Butuh 2 tahun-5 tahun untuk mengembangkannya di Indonesia.

"Berdasarkan penjelasan CEO Aivita Indonesia, mereka akan mengimpor obat-obatan sebelum produksi di Indonesia," beber Penny.

Catatan lain vaksin Nusantara yang disorot BPOM adalah data-data penelitian disimpan dan dilaporkan dalam electronic case report form, menggunakan sistem elektronik dengan nama redcap cloud yang dikembangkan Aivita Biomedical Inc dengan server di Amerika Serikat.

"Kerahasiaan data dan transfer data keluar negeri tidak tertuang dalam perjanjian penelitian, karena tidak ada perjanjian antara peneliti Indonesia dengan Aivita Biomedical Inc USA," kata Penny.

Baca Juga: Merasa Lelah Setelah Rapat Virtual? Ini penjelasan Pakar

BPOM juga memiliki catatan keterlibatan peneliti asing dalam riset vaksin Nusantara, sehingga dalam dengar pendapat dengan Komnas Penilai Obat ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan oleh peneliti utama dari Indonesia.

"Proses pembuatan vaksin sel dendritik dilakukan oleh peneliti dari Aivita Biomedical Inc., USA, meskipun dilakukan training kepada staf di RS. Kariadi tetapi pada pelaksanaannya dilakukan oleh dari Aivita Biomedical Inc., USA. Ada beberapa komponen tambahan dalam sediaan vaksin yang tidak diketahui isinya dan tim dari RS. Kariadi tidak memahami," tulis Penny.

Lalu apa saran BPOM agar vaksin Nusantara bisa mendapat 'restu' untuk melanjutkan uji klinis fase II?

BPOM menyebut, riset vaksin Nusantara harus dikembangkan lagi di fase preklinik sebelum masuk ke uji klinik untuk mendapatkan 'basic concept yang jelas'. Penelitian preklinik, yang juga dipermasalahkan BPOM, sebaiknya dilakukan dengan pendampingan Kemenristek/BRIN.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya