SOLOPOS.COM - Suryanto, 45, memasang alat pendengaran pemberian Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo di telinga Mbah Gotho di rumahnya, Dukuh Segeran RT 018/RW 006, Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Selasa (3/1/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Di usianya yang sudah 146 tahun, Mbah Gotho juga punya resolusi untuk 2017.

Solopos.com, SRAGEN — Aktivitas di rumah milik Suryanto, 45, di Dukuh Segeran RT 018/RW 006, Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan, Sragen lengang. Pintu rumah itu terbuka lebar. Pintu belakang juga terbuka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hanya ada sosok orang tua keriput yang duduk bersandar di kursi usang di teras samping rumah. Lelaki tua itu tertidur nyenyak di kursi itu. Tongkat dari bambu yang menjadi alat bantunya untuk berjalan tersandar di samping kiri tempat duduknya.

Lelaki tua itu adalah Suparman Sodimedjo atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Gotho. Beberapa kali Solopos.com memanggilnya dengan suara keras tetapi tak ada respons darinya.

Lalu salah seorang tetangganya datang dan menghubungi Suryanto, cucu Mbah Gotho. Sesaat kemudian Suryanto datang dengan motor barunya, Yamaha Nmax.

Suryanto langsung menyapa Mbah Gotho yang masih tertidur. “Mbah…! Iki [Ini] Sur!” katanya.

Mendengar suara itu, spontan laki-laki kelahiran 31 Desember 1870 itu terbangun dan memastikan yang membangunkannya itu cucunya. Suryanto segera membersihkan air yang keluar dari mata sipit Mbah Gotho dengan menggunakan kain.

Ia juga memasang alat pendengaran bantuan dari Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo di kedua telinga Mbah Gotho. Setelah itu Mbah Gotho baru bisa mendengar dan bercakap-cakap dengan Solopos.com yang mengunjunginya, Selasa (3/1/2017) siang itu.

Edan pa piye, diwenehi roti kok ora kelingan. Aku pengin isah mlaku neng tahun iki. Ora dituntun kaya bali bayi meneh. Umur duwe watese. Nek wis jatahe wis dijupuk dewe. Aku arep mati saiki, sesok, utawa sokben ya kenek ning aja diwenehi lara. [Gila apa bagaimana, diberi roti kok enggak ingat. Aku ingin bisa berjalan di tahun ini. Bukan dituntun seperti kembali jadi bayi lagi. Umur ada batasnya. Kalau sudah waktunya pasti diambil [Tuhan] sendiri. Aku mau meninggal sekarang, besok, atau entah kapan ya tidak apa-apa tetapi jangan diberi sakit],” ujar Mbah Gotho saat ditanya tentang resolusinya pada 2017 ini.

Di usianya yang sudah 146 tahun, para cucu dan tetangga terdekat memberi hadiah kue sederhana. Mbah Gotho sendiri yang meniup lilin berbentuk tiga huruf 1, 4, dan 6, itu. Mbah Gotho mengatakan umurnya sudah melebihi ukuran umur manusia pada umumnya.

Orang zaman sekarang yang umurnya mencapai 70-80 tahun kebanyakan sudah meninggal dunia. “Umurku sudah kelewat batas. Umurku sudah 475 tahun,” celetuknya yang membuat gelak tawa tetangga yang berkumpul di rumahnya.

Mbah Gotho hanya bisa bersabar dan menerima takdir Tuhan. Ia diberi ajal kapan pun sudah siap karena nisannya sudah disiapkan. Bahkan bangunan cungkup di permakaman sudah disiapkan untuknya.

Di hari itu pula, Mbah Gotho berwasiat kepada cucunya ketika nanti ajal menjemput sewaktu-waktu supaya jenazahnya didandani dengan pakaian jas yang sudah disiapkan. Wasiat itu didengarkan Suryanto dengan saksama.

Di sela-sela berwasiat itu, tiba-tiba Ketua RT 018/RW 006 Dukuh Segeran, Suparno, 61, datang. Ia bertanya kepada Mbah Gotho tentang siapa dirinya. Namun penglihatan yang kurang jelas membuat Mbah Gotho tak ingat dengan Suparno.

“Ini saya RT, teman waktu mencari ikan di sungai,” kata Suparno mengingatkan.

Dengan kata kunci mencari ikan, Mbah Gotho langsung ingat dengan Suparno. Sejak masih berusia 90-an, Mbah Gotho masih suka mencari ikan. Kemampuan menyelamnya tak ada yang mengalahkan.

“Waktu menyelam itu, yang lain sudah naik ke permukaan dua kali, tetapi Mbah Gotho itu sekali saja belum. Mbah Gotho itu juga aneh. Yang lainnya gatal-gatal saat kena ulat tetapi Mbah Gotho justru tidak gatal padahal ulat itu diguling-gulingkan ke kulitnya,” ujar Suparno.

Anehnya lagi, perilaku dan semangat Mbah Gotho mengikuti tanggalan Jawa. “Kalau tanggal muda itu bicaranya banyak dan ingatannya bagus dan lebih bersemangat. Tetapi kalau tanggal tua, ia jarang bicara dan lebih suka tiduran atau duduk sendiri. Jarang bercerita seperti ini,” ujar Suryanto.

“Sur, langit itu bagaimana? Kemarin saya lihat warnanya kuning tapi sekarang warnanya jadi biru lagi,” celetuk Mbah Gotho menyela pembicaraan Suryanto.

Saat itulah, Suryanto sempat menduga-duga kalau ajal Mbah Gotho sudah dekat. Mbah Gotho memiliki empat istri dan lima orang anak. Hanya satu anak yang masih hidup, yakni Sugiyem, 65. Mbah Gotho memiliki 24 cucu, 17 buyut, dan empat canggah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya