SOLOPOS.COM - Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta saat bertemu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Komplek Kepatihan, Rabu (4/6/2014). (Istimewa)

Harianjogja.com, JOGJA- Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa kekerasan bernuansa agama di DIY yang dikenal sebagai kota toleran.

“Saya berpikir kekerasan itu melukai, menciderai Yogyakarta sebagai city of toleran,” ujarnya kepada wartawan usai berkunjung ke Kantor Gubernur, Komplek Kepatihan, Rabu (4/6/2014).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kunjungannya ke gubernur itu berkaitan dengan peresmian renovasi Sendangsono, Kulonprogo, tempat ziarah umat Khatolik 16 Juni ini. Sebagai kota toleran, ia melanjutkan, semestinya keberagamaan di DIY dapat dijaga sebaik- baiknya dengan saling menghargai dalam segala dimensi kehidupan.

Dengan adanya peristiwa kekerasan di rumah Direktur Galangpress Julius Felicianus di Komplek STIE YKPN Ngaglik Sleman saat digelar doa rosario, ia berencana untuk melakukan upaya rekonsilisasi kehidupan beragama. Namun rencana itu sedianya dilakukan setelah pemulihan korban kekerasan di rumah Julius.

Kondisi paling parah dialami Julius. Pundaknya patah. Sedangkan Nur Wahid yang sebelumnya mengalami cidera sudah pulang, sementara anak Wahid berinisial T yang disetrum menggunakan alat setrum portable juga sudah bisa dibawa pulang. Paska kejadian kekerasasan Kamis (29/5/2014) malam lalu itu, mereka dilarikan di Rumah Sakit Panti Rapih.

“Saya harap masih ada kehendak baik dari siapapun untuk berekonsiliasi, karena mereka yang terluka itu tidak berani pulang, takut terhadap ancaman-ancaman berikutnya,” ujarnya.

Sedangkan untuk upaya hukum, Pujasumarta mengatakan telah meminta Paroki Banteng untuk melibatkan diri. Ia mengatakan, sudah ada orang- orang yang mengupayakan untuk melakukan adokasi namun bukan atas nama gereja. Melainkan pribadi- pribadi yang dirugikan akibat kekerasan atas nama agama tersebut.

Mendesak penegak hukum untuk tegas menangkap pelaku hingga akarnya, ia bercerita soal petuah Entik- Entik Sitemunggul. Konon cerita itu bermakna ada upaya untuk melakukan pelenyapan, sehingga sampai ingin membunuh yang lebih mengungguli.

Menurut dia, kekerasan bernuansa agama itu tidak akan dapat dipertanggungjawabkan selama masih menjadi kemungkinan- kemungkinan siapa pelakunya.

“Oleh karena itu, silahkan orang- orang yang berwajib malakukan investigasi penyelidikan sampai penemuan siapa dalang dari peristiwa itu,” ujarnya. Sebab, tambah dia, kekerasan merupakan solusi yang buruk untuk membangun masyarakat yang baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya