SOLOPOS.COM - Ayah Aji Nur Rohman, Sulistyano, menunjukkan foto anaknya, Selasa (27/2/2018). (Sri Sumi Handayani/JIBI/Solopos)

Mahasiswa UNS Solo yang meninggal dunia di Wakatobi kali terakhir menghubungi ayahnya awal Februari lalu.

Solopos.com, KARANGANYAR — Kepergian Aji Nur Rochman, mahasiswa UNS Solo yang meninggal dunia akibat terseret arus laut seusai mengikuti KKN di Wakatobi, Senin (26/2/2018), meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya di Karanganyar.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

Pantauan Solopos.com di rumah Aji di Dusun Ngasem, RT 002/RW 008, Desa Lemahbang, Kecamatan Jumapolo, Karanganyar, Selasa (27/2/2018) siang, sejumlah warga sekitar sudah berkumpul di rumah maupun di halaman. Keluarga menyiapkan tenda dan kursi plastik untuk para pelayat.

Sejumlah karangan bunga dari Rektor UNS, Fakultas Pertanian UNS, pemerintah Wakatobi, Kementerian Lingkungan Hidup, dan lain-lain ditata di pintu masuk halaman rumah. Jenazah Aji Nur Rohman akan dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Garengan, Dusun Ngasem, Desa Lemahbang, Kecamatan Jumapolo.

Jarak rumah ke TPU sekitar 30 meter. Sejumlah wartawan yang datang ke rumah duka bertemu ayah Aji, Sulistyano. Dia menceritakan Aji tinggal di rumah bersama ibunya, Sariyati, dan adik perempuannya, Diana Kurniawati, 13. Sementara Sulistyanto bekerja di Bandung sebagai pedagang.

Komunikasi dengan Aji dilakukan melalui aplikasi perpesanan Whatsapp dan telepon. “Dia berangkat Januari. Saya yang antar ke UNS naik motor yang biasa dia pakai kuliah. Dia telepon kali terakhir sebelum kejadian itu pas minta bayaran semester. Awal Februari. Dia WA [whatsapp] saya di Bandung. Uang SPP Rp3,1 juta saya kirim Rp3.150.000 lewat BTN,” kata Sulistyano.

Baca:

Setelah menerima kabar duka dari bayan setempat tentang kematian anak sulungnya, Senin, dia langsung pulang. Dia sampai di rumah pada Selasa pukul 10.30 WIB. Dia mengaku pernah bertanya kepada anaknya tentang alasan KKN ke Wakatobi.

Saat itu, menurut Sulistyano, Aji menjawab ingin KKN ke Wakatobi karena belum pernah ke tempat tersebut. “Saya tanya kok adoh men KKN-ne. Mbok golek sing cedhak-cedhak wae [saya tanya kok jauh amat KKN-nya. Kenapa enggak cari yang dekat-dekat saja]. Dia jawab hla belum pernah ke situ [Wakatobi]. Ya sudah saya kasih uang Rp2 juta untuk uang saku. Setahu saya ya masih kegiatan. Selama KKN dia enggak pernah cerita apa-apa,” ujar dia.

Dia mengaku tidak memiliki firasat apa pun sebelum anaknya yang duduk di semester VIII itu meninggal. Tetapi, Sulistyano mengaku satu pekan sebelum kejadian itu dia berpikir hendak mengirim uang kepada anaknya itu.

“Hla saya heran kok anak ini belum telepon minta uang. Apa uangnya masih? Lalu saya telepon ibunya. Ibunya bilang uangnya masih. Hla kan katanya mau pulang naik pesawat. Saya ngarep-ngarep [menunggu-nunggu] kok enggak minta uang,” ungkap dia.

Hal senada disampaikan paman Aji, Sumino. Dia bercerita Aji sering juga berkomunikasi dengan dirinya. Komunikasi itu termasuk tentang kabar selama di Wakatobi.

“WA-nan dengan saya. Saya tanya kabar, saya kasih saran supaya sopan di tempat orang. Jangan lupa ibadah. Jauh dari orang tua. Dia itu anak baik. Tapi memang penampilannya gondrong. Kan anak mapala [mahasiswa pencinta alam]. Sepekan sebelum kejadian itu sempat video call dengan adiknya. Tapi saya kurang tahu mengobrol soal apa,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya