SOLOPOS.COM - Kasil di atas kereta kudanya, Kamis (11/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Harianjogja.com, JOGJA-Menjadi kusir andong di Malioboro dahulu dan sekarang jauh berbeda. Lalu lintas Kota Jogja yang semakin padat membuat kusri harus lebih hati-hati. Penumpang juga kian terbatas. Bagaimana kisah penarik kereta kuda yang masih bertahan sampai puluhan tahun?

Kamis (11/9/2014) siang, pria kelahiran Pundong, Bantul itu mangkal di jalur lambat seberang Malioboro Mall. Kasil yang bernama asli Mugiharjo membalikkan tubuh ke arah bangunan empat lantai itu dan membicarakan keadaan puluhan tahun silam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jalan Kian Lebar Tapi Sulit Dilewati

“Dulu dari sini sampai selatan dipenuhi pohon asem dengan ukuran besar-besar,” ujar kusir andong berusia 69 tahun itu.

Kala itu, ruas jalan utama Malioboro, tak seluas sekarang. Lain dulu lain sekarang. Kini, saat jalan tambah lebar, Kasil merasa tak diuntungkan saat menjalankan kereta kuda. Banyaknya pengamen di sejumlah titik jalur lambat menyulitkan jalannya kereta. Sementara, bangku di kereta Kasil malah semakin lebar. Penumpang juga tak lagi ramai dan berjejalan di andongnya.

Rute Andong Semakin Sempit

Dulu bapak tiga anak ini beroperasi mengantar penumpang dari suatu daerah ke daerah lainnya. Namun dengan bertambahnya kendaraan pribadi dan adanya angkutan kota, andongnya hanya khusus untuk wisatawan. Rutenya dari Malioboro, Pasar Ngasem, Kauman dan kembali lagi ke Jalan Ahmad Yani itu. Tarifnya bervariasi, bisa Rp40.000 sampai Rp100.000, tergantung tawar menawar dengan calon penumpang. Sehari ia dapat berputar sebanyak tiga kali.

“Dulu dari Gamping sampai Malioboro Rp5.000, kalau sekarang enggak cucuk [untung],” ujarnya.

Untuk memberi makan kudanya dalam sehari, ia harus mengeluarkan uang Rp25.000. Duit itu dibelanjakan untuk kacang tanah, bekatul dan gula. Pengeluarannya itu belum termasuk untuk memberi pakan pada dua simpanan kuda di rumahnya, serta kebutuhannya untuk makan setiap harinya. Penghasilan itu dianggap cukup, apalagi keputusan Kasil menjadi kusir sejak 30 tahun lalu adalah untuk mencari penghasilan tetap. Sebelum menarik andong, Kasil adalah pengangkut gabah.

Pernah Ditabrak Sepeda Motor

Kasil sulit membandingkan mana yang lebih menguntungkan dulu atau sekarang. Namun, dia sekarang harus lebih berhati-hati menarik andong karena kendaraan bermotor sudah berjubel.

Baru sebulan lalu, ia mengalami kecelakaan. Saat itu andongnya melaju dari selatan menuju perempatan Gerjen, Kauman. Jalan yang menanjak membuatnya memelankan laju kuda. Tapi sial, sepeda motor tiba- tiba datang dari arah timur dengan kecepatan tinggi menabrak kudanya.

“Untungnya kudanya tidak apa-apa, langsung bangun. tapi malah pengendaranya harus dibangunkan,” ujar Kasil yang telah menarik andong selama 30 tahun itu.

Tetap Optimis Andong Tidak Akan Ditinggalkan

Lahan kasil bisa semakin sempit apabila Pemerintah DIY merealisasikan rencana pembangunan trem dan 22 jalur Trans Jogja. Namun, dia mengaku tak keberatan. Bahkan, ketika ada wisatawan yang berencana naik andongnya untuk ke luar Malioboro, Kasil menyarankan agar memilih Trans Jogja karena lebih murah.

Dia yakin Kraton tak akan meninggalkan kusir andong seperti dirinya. Suatu ketika, katanya, Pemerintah Kota Jogja pernah berencana membersihkan Kota Jogja dari andong. “Tetapi Ngarso Dalem [Sri Sultan Hamengku Buwono] IX mempertahankan [andong], karena ada induknya kereta kencana di Kraton,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya