SOLOPOS.COM - Camat Jatisrono, Suradi (kiri), duduk bersama istrinya di Kantor Kecamatan Jatisrono, Wonogiri. Suradi purna tugas per 1 November 2022 sebagai ASN di Wonogiri. (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia).

Solopos.com, WONOGIRI – Camat Jatisrono, Wonogiri, Suradi,58, matanya berkaca-kaca saat mengenang masa kecil dan menceritakan pengalamannya sebagai sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Wonogiri.

Camat yang terkenal ramah kepada warganya itu purna tugas setelah 30 tahun menjadi pelayan publik di Wonogiri.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Solopos.com berbincang dengan Suradi pada hari terakhir ia menjabat sebagai ASN di ruang kerjanya, Kantor Kecamatan Jatisrono, Senin (31/10/2022).

Suradi menjabat sebagai camat Jatisrono selama tiga tahun kurang dua bulan atau sejak Januari 2019..

Suradi mengaku sepanjang menjadi ASN dan menjabat sebagai camat, pengalaman dinas di Jatisrono merupakan yang paling berkesan sekaligus paling berat.

“Saya ini dituakan [menjadi camat] di Jatisrono sejak Januari 2019. Tidak lama setelah itu, ada pandemi Covid-19. Awal-awal pandemi, kami kuwalahan, karena itu hal baru dan belum paham betul. Banyak warga yang terkena, bahkan 70% staf Kantor Kecamatan Jatisrono pun pernah terkena Covid-19. Itu pengalaman berkesan, sekaligus paling berat,” kata Suradi.

Di mengisahkan kali pertama menjadi ASN pada 1992, Suradi ditugaskan di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wonogiri. Kemudian dipindahkan di sekretariat daerah untuk belajar administrasi. Setelahnya ia bertugas di beberapa kecamatan seperti Nguntoronadi, Selogiri, dan Tirtomoyo. Sebelum menjadi camat Jatisrono, Suradi terlebih dahulu menjadi camat di Jatipurno.

Jauh sebelum itu, perjuangan Suradi untuk menjadi ASN bukan perkara mudah. Ia menceritakan keluarganya bukan orang berada. Ia merupakan anak kedua dari tiga saudara dan Suradi menjadi anak laki-laki tunggal.

Ibunya bekerja sebagai penjual jamu gendong yang merantau ke Jakarta. Sementara bapaknya adalah ASN golongan rendah.

“Dulu enggak mampu. Memang bapak saya ASN, tapi pegawai rendahan. Jadi untuk hidup, membiayai sekolah anak-anaknya itu enggak mampu,” ujar dia.

Kendati begitu, Suradi tak menyerah dan pasrah dengan keadaan. Berkat motivasi orang tua, terutama ibunya, ia tetap berusaha melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Ia menceritakan, kontribusi ibu pada hidup Suradi sangat besar. Meski ibunya orang yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Namun perhatian kepada pendidikan bagi anaknya sangat besar.

“Ibarat kata, ibu itu buta huruf, enggak bisa baca, tapi kalau urusan pendidikan, beliau selalu memotivasi saya agar terus sekolah. Alhamdulillah orang tua semua tasih gesang,” ucap Suradi sembari menitiskan air mata.

Dikenal sebagai camat yang ramah, sabar, dan titen kepada warganya, Suradi mengatakan hal itu merupakan hal lumrah bagi seorang pelayan publik. Ia bahkan kerap terjun ke lapangan alih-alih hanya duduk di kursi kerjanya.

Baginya, kondisi dan masalah riil warga hanya dapat dijumpai ketika ia terjun ke lapangan. Para warga bisa langsung berkeluh kesah kepadanya. Tidak ada dinding pemisah antara camat dengan warga.

Menurut Suradi, pencapaian tertinggi seorang pemimpin adalah ketika bisa melayani dan memberikan solusi serta memfasilitasi warga yang tengah mengalami masalah.

“Pencapaian tertinggi bagi saya adalah ketika saya bisa memfasilitasi warga. Ketika mereka mempunyai masalah, kemudian saya bisa memberi solusi atau fasilitas kepada mereka, itu sebuah kepuasan, saestu,” ujarnya.

Selepas purna tugas, Suradi berencana akan menjadi petani. Berkebun di ladang dan bercita-cita menjadi petani jamur. Ia mengaku hobi berkebun sejak dulu. Selain itu, ia akan bertugas mengantar-jemput istrinya sebagai guru sekolah di Kecamatan Sidoharjo.

“Masih ada tujuh tahun bagi saya untuk mengantar-jemput istri ke sekolah untuk mengajar. Istri akan pensiun tujuh tahun lagi,” ungkapnya.

Istri Suradi, Dwi Harmini, mengatakan selama Suradi menjadi camat, ia mendukung 1000% kegiatannya meski kerap kali tidak mengenal waktu.

Tidak jarang Suradi harus berkegiatan menemui warga pada malam hari. Ia menyampaikan, tidak ada beda antara Suradi menjadi camat dengan Suradi menjadi kepala rumah tangga.

Bahkan ketika di rumah, suaminya itu kerap mengerjakan pekerjaan domestik seperti menanak nasi, membersihkan rumah, dan hal lain yang biasa dikerjakan perempuan.

“Di rumah kami, pekerjaan rumah tidak ada jenis kelaminnya. Pak Suradi ini sering memasak. Kalau pagi pasti beliau yang masak,” kata Harmini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya