SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO–Flexing atau pamer, terlebih untuk barang-barang mewah saat ini sudah semacam fenomena yang banyak mucul di media sosial. Lalu bagaimana fenomena itu bisa muncul?

Psikolog Rumah Sakit (RS) JIH Solo, Arida Nuralita, membahas hal tersebut dalam Health Talk RS JIH Solo dengan tema Fenomena Pamer Barang Mewah Jaman Now, yang disiarkan di Youtube RS JIH Solo, 18 Maret 2022 lalu.

Ekspedisi Mudik 2024

Saat ini medsos menjadi sarana pamer atas pencapaian seseorang. Flexing, awalnya merupakan istilah slang, yang memiliki arti lebih pada gaya pamer, atau perilaku orang yang suka memerkan sesuatu.

Tapi caranya belum tentu menantang atau memberi motivasi, tapi kesannya menyombongkan diri.

Perilaku pamer sebenarnya dari dulu juga sudah ada. Tapi mungkin dulu, pamer hanya kelihatan di lingkungan sekitarnya. Sedangkan sekarang flexing dilakukan di media sosial.

Lebih luas cakupannya, sebab lebih banyak yang akan mengetahui atau menonton. Setelah diunggah, kemudian akan ada respons, entah dengan memberikan like, mengomentari dan sebagainya.

Dari situ kemudian muncul kesan penguatan atau persetujuan bahwa yang dilakukannya itu bagus karena mendapat perhatian orang, padahal belum tentu.

“Apapun respons penonton, itu akan menguntungkan pembuat konten, yang akhirnya mendorong pembuat konten untuk sering melakukan. Bahkan bisa jadi ditiru banyak orang, yang akhir menjadi semacam budaya,” kata Arida.

Lalu apakah flexing itu normal?

Menurut dia, hal itu tergantung dengan kondisi pelaku dan situasinya. Mungkin flexing banyak dilakukan oleh kalangan artis atau publik figur. Mereka memperlihatkan apa yang mereka punya.

“Ya kalau itu miliknya kemudian dipakai atau dipamerkan, ya bisa lah, karena mereka punya. Tapi sekarang kadang orang lebih suka instan. Ada kecenderungan individu termotivasi dengan kesuksesan orang lain kemudian ingin mencontohnya,” kata dia.

Sayangnya yang ingin ditiru justru apa yang dipamerkan, tidak melihat dulu mengapa orang yang memiliki barang-barang mewah itu sampai ke pencapaian itu.

“Jadi yang ditiru bukan kerja kerasnya tapi aku mau pamer juga seperti itu. Itu yang jadi kurang sehat,” jelas dia.
Terlebih jika kemudian lalu menggunakan cara-cara yang tidak benar hanya demi mendapatkan barang-barang untuk dipamerkan.

Rekomendasi
Berita Lainnya