SOLOPOS.COM - Para perwakilan pemohon PTSL Desa Kecik, Tanon, Sragen, menyampaikan ihwal PTSL Kecik kepada wartawan di Rumah Makan Kuwung, Sragen Kota, Sragen, Jumat (22/10/2021).(Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kepala Desa Kecil, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen, Sukidi, diduga menjadi korban pemerasan Ketua dan Wakil Ketua LSM Forum Masyarakat Sragen (Formas). Keduanya masing-masing berinisial AB dan SM dan sudah ditangkap oleh Tim Saber Pungli Sragen dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (9/11/2021).

Sukidi diduga diperas oleh AB dan SM untuk memberi mereka uang Rp100 juta. Dalam operasi tangkap tangan, Sukidi telah menyerahkan uang muka senilai Rp20 juta yang kini jadi barang bukti.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Lantas apa sebenarnya kasus yang menimpa Sukidi saat ini?

Berdasarkan catatan Solopos.com, Sukidi terlibat kasus dugaan pungutan liar dalam program agraria yakni Pendaftaran Tanah Sistemis Lengkap (PTSL). Program ini milik Badan Pertanahan Nasional/Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR).

PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, yang dilakukan secara serentak dan meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu. Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat.

Baca Juga: Ketua LSM di Sragen Terciduk Operasi Tangkap Tangan Tim Saber Pungli

Nah, PTSL di Desa Kecik, ditengarai diwarnai aksi pungutan liar alias pungli. Nilai pungli berkisar Rp2,5 juta-Rp3 juta per bidang tanah.

Padahal, berdasarkan Surat Edaran (SE) Bupati Sragen, penarikan biaya proses PTSL itu hanya Rp500.000 per bidang. Terkait adanya kasus tersebut, Inspektorat Sragen menerjunkan tim untuk mengusut kasus dugaan pungli PTSL itu. Sejumlah perangkat Desa Kecik dan warga dimintai klarifikasi.

Sementara itu, tudingan adanya pungli tersebut langsung dibantah Kades Kecik, Sukidi.

Sekretaris Inspektorat Sragen, Badrus Samsu Darusi, telah menerjunkan lima orang untuk melakukan pemeriksaan terkait dugaan pungli PTSL di Desa Kecik tersebut. “Kami akan mendalami dulu. Kami mencoba mengumpulkan bahan keterangan dari perangkat desa dan warga pemohon,” ujar Badrus saat dihubungi Solopos.com, Jumat (22/10/2021).

Di sisi lain, sejumlah warga pemohon PTSL Desa Kecik menggelar jumpa pers di Rumah Makan Kuwung, Sragen Kota, Jumat siang. Perwakilan pemohon, Sugiyanto, menyampaikan program PTSL di Kecik sudah berlangsung sejak 2020.

Baca Juga: 2 Aktivis LSM Formas Sragen Kena OTT Karena Dituding Peras Kades Ini

Dia menjelaskan awalnya ada kesepakatan biaya PTSL Rp600.000 per bidang. Setelah ada SE Bupati kemudian biaya turun menjadi Rp500.000 per bidang.

Proses berlanjut pengukuran dan seterusnya hingga terbit sertifikat. Dari 175 bidang yang diajukan, yang terbit 106 sertifikat sehingga masih tersisa 69 bidang yang berlum bersertifikat.

“Saya dapat informasi dari BPN [Badan Pertanahan Nasional] PTSL berlanjut di 2021. Awalnya, adik saya menghubungi bila kuota PTSL di Kecik habis. Saya minta ke Pak Lurah [kepala desa] untuk membuat surat keterangan kuota PTSL habis sebagai bahan untuk minta penjelasan ke BPN, tetapi tidak diberi. Akhirnya saya ke BPN sendiri dan ternyata ada kuota 69 bidang,” ujarnya.

Tak Ada Kuitansi

Sugiyanto melanjutkan, para pemohon lainnya juga mendatangi BPN untuk memastikan kuota PTSL tersebut dan benar berlanjut di 2021. Dari situ warga kemudian datang ke Balai Desa Kecik untuk meminta klarifikasi karena sebelumnya kuota PTSL diinformasikan habis.

“Kami mendapat laporan warga kalau pemohon ditarik biaya Rp2,5 juta-Rp3 juta per bidang dengan alasan untuk proses sertifikat reguler. Padahal pakai program PTSL, tetapi seolah-olah dijalankan secara reguler,” kata Sugiyanto

“Bahkan panitia yang dulu saat saya tanya, katanya tidak punya surat keputusan. Ada warga yang sudah bayar. Setelah kasus saya ungkap akhirnya uang itu dikembalikan ke warga. Informasinya ada yang belum dikembalikan,” ujarnya.

Baca Juga: Terkena OTT, 2 Aktivis LSM Sragen Hendak Peras Kades Kecik Rp100 Juta

Dia mengatakan kalau memang sertifikat itu diproses reguler kenapa tidak berani memberi kuintasi. Dia mempertanyakan programnya PTSL tetapi kenapa dibilang reguler. Untuk kesepakatan biaya, kata dia, mengacu pada kesepakatan 2020 senilai Rp500.000 per bidang.

“Pada 2021 tidak ada kesepakatan lagi dan panitia sudah dibubarkan. Mestinya membuat panitia lagi dan membuat kesepakatan biaya lagi. Semua diurusi Pak Lurah [Kades],” ujarnya.

Sementara itu, Kades Kecik, Sukidi, mengklarifikasi program PTSL di desanya. Dia menerangkan pada 2020 itu peserta PTSL ada 175 orang dan sudah terbit sertifikat tanah sebanyak 106 bidang. Sehingga masih ada 69 bidang yang berlum bersertifikat. Dia mengatakan program PTSL Kecik itu kemudian berlanjut pada 2021 tetapi sampai pertengahan tahun belum ada kabar kelanjutan PTSL itu.

“Saya tanya ke BPN lewat telepon. BPN bilang kuota PTSL Kecik habis dan berkas supaya dibawa pulang daripada ketelisut di BPN. Lalu berkas saya ambil dan saya bawa pulang. Panitia saya panggil dan saya beritahu kalau kuota PTSL Kecik habis. Panitia pun saya bubarkan. Lalu saya tanya ke pemohon, proses sertifikat ini berlanjut atau tidak karena kuotas habis. Kalau berlanjut maka bisa lewat reguler, bukan PTSL, dan biayanya kisaran Rp2,5 juta-Rp3 juta,” kata dia.

Dia menerangkan para pemohon menghendaki lanjut. Sukidi sempat berkonsultasi ke Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen terkait sisa 69 bidang yang belum bersertifikat itu agar kuota PTSL Desa Kecik dibuka kembali. Setelah dari Sekda, Sukidi berkonsultasi juga ke BPN.



Baca Juga: Diduga ada Pungli dalam PTSL di Desa Kecik Sragen, Kades Membantah

“Ternyata dari BPN bisa memberi kuota PTSL lagi sebanyak 69 bidang. Saya berterima kasih kepada Pak Sekda,” jelasnya.

Setelah kuota muncul lagi, Sukidi bingung karena sudah telanjur membubarkan panitia dan terlanjut bilang ke pemohon bila akan diproses secara reguler.

“Saya khawatir dianggap tidak jujur. Kesalahan saya memang saya tidak segera bilang ke pemohon. Berkas PTSL itu kemudian saya bawa semua ke BPN. Dari 69 bidang itu ternyata ada 10 bidang yang tidak terbit peta bidang tanahnya dan saya tidak tahu hal itu. Tinggal 59 bidang tersisa.”

“Sebanyak lima bidang lainnya tidak lolos karena berupa makam muncul, ada nama yang sudah meninggal dan pekarangan sudah bersertifikat masih muncul. Ada dua bidang atas nama suami istri muncul, padahal tidak mengajukan. Dan satu bidang pemohonnya mengundurkan diri karena tidak mampu dan keberatan,” jelas Sukidi.

Uang Dikembalikan

Dia menyatakan yang lolos proses untuk terbit sertifikat lewat program PTSL 2021 sebanyak 54 bidang. Dia mengklaim tidak memungut biaya kepada pemohon dari 54 bidang tanah itu.

“Bagi warga yang belum terbit peta bidang tanahnya memang sempat titip biaya untuk mengurus secara reguler. Uang titipan itu kemudian saya kembalikan supaya saya tidak dicurigai kalau proses PTSL kok diregulerkan. Jadi saya tidak memungut. Ketika ada yang titip uang pun, saya tidak pegang uangnya. Bagi pemohon 54 bidang itu hanya dikenai biaya sesuai kesepakatan 2020, senilai Rp500.000 per bidang,” katanya.

Sukidi mengakui proses PTSL 2021 di Kecik diproses sendiri dengan BPN karena panitia sudah telanjur dibubarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya