SOLOPOS.COM - Ilustrasi obat herbal (JIBI/Solopos/Dok)

Jenis obat herbal berikut ini dimanfaatkan untuk pengobatan kombinasi.

Solopos.com, SOLO — Obat herbal bisa dikombinasikan untuk pengobatan kombinasi kimia. Di kalangan masyarakat obat herbal identik dengan jamu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Program Studi (Kaprodi) Strata-1 Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sebelah Maret (UNS) Solo, Saptoni mengatakan jamu bisa diklasifikasikan alam tiga golongan. “Sedangkan klasifikasi jamu itu ada tiga yaitu jamu itu sendiri, herbal terstandar dan fitofarmaka,” ujar dia ketika ditemui di ruang kerjanya di kampus UNS Kentingan, Solo, Senin (6/2/2017).

Menurut dia, jamu dikenal karena sudah turun temurun dan dipercaya bisa menyembuhkan penyakit tertentu. Sedangkan kalau fitofarmaka sudah diuji lagi secara farmakologi.

Jamu secara produk belum dilakukan proses standarisasi sehingga dalam pembuatannya hanya berdasarkan kira-kira. Misalnya untuk membuat suatu jamu diperlukan tiga lembar daun X ditambah satu jempol jahe dan sebagainya.

Tapi secara khasiat dinilai telah teruji berdasarkan pengalaman turun temurun puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun. Misalnya daun seledri atau daun kumis kucing juga digunakan untuk obat hipertensi.

Kalau herbal berstandar lebih maju lagi karena dibuat dengan standardisasi. Misalnya kualitas bahan bakunya seperti apa, kalau dari daun maka daun tersebut harus memenuhi kriteria tertentu, harus dipanen setelah sekian waktu, proses pengeringannya harus seperti apa dan sebagainya.

Ekstra Herbal

Semua langkah tadi berstandar sehingga menghasilkan ekstrak herbal atau jamu yang lebih berstandar. Dia menjelaskan fitofarmaka selain sudah terstandar, ekstraknya juga sudah diuji baik khasiatnya maupun toksisitasnya. Paling tidak ini sudah diuji pada level satu pada kelompok pasien.

Berdasar jurnal penelitian tahun 2016, secara klinis kerja herbal terhadap hipertensi yang pertama memang adanya tekanan jantung di atas normal. Atau bisa karena pembuluh darah yang tidak elastis.

Kalau pada level dua, papar Saptoni, jumlah pasien lebih besar berkisar ratusan pasien. Untuk level tiga pengujian ketika sudah menjadi produk, dan ada evaluasi terhadap kasus keracunan dan sebagainya.

Berdasar data dari Depkes 2013 tekanan darah tinggi masih menjadi salah satu pembunuh nomor satu di Indonesia. Dari data riset kesehatan dasar Kemenkes prevalensinnya kira-kira 25,8 persen.

Dibandingkan dengan Malaysia 20 persen, ungkap Saptoni, Indonesia masih lebih tinggi tingkat kematiannya. Prevalensi penderita darah tinggi di Thailand sebanyak 22,7 persen, untuk pasien dengan usia di atas 18 tahun.

Dia menjelaskan hipertensi dibagi dua yaitu hipertensi primer yaitu penyebabnya tak diketahui. Sehingga tahu-tahu orang mengidap hipertensi ini.

Namun di sini ada faktor risiko tinggi di antaranya faktor keturunan, obesitas, stres, pola konsumsi makanan, kurang olahraga dan seterusnya. Solusi meminimalisasi agar tak terkena penyakit ini di antaranya diet gula, garam, lakukan olahraga teratur dan sebagainya.

Sedangkan hipertensi sekunder biasanya terkait dengan penyakit tertentu seperti adanya kerusakan organ ginjal, jantung dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya