SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Para buruh atau pekerja yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSN) Kota Semarang berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menetapkan upah minimum Kota (UMK) Semarang pada 2019 mencapai Rp2.887.608,75 atau naik 25% dari UMK 2018, Rp2.310.087.

Ketua FKSN Kota Semarang, Heru Budi Utoyo, menilai upah sebesar itu sudah memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL) di Kota Semarang.

Promosi Keren! BRI Raih Enam Penghargaan di PR Indonesia Awards 2024

“Untuk menetapkan UMK, kami berharap pemerintah tidak usah menggunakan PP 78/2015 karena tidak sesuai dengan Pasal 88 dan 89 UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Mestinya penetapan upah minimu didahului survei pasar terkait KHL, bukan SE [surat edaran] Menaker [Menteri Tenaga Kerja],” ujar Heru kepada Semarangpos.com, Kamis (18/10/2018).

Dalam SE Menaker yang diberikan kepada para kepala daerah itu disebutkan anjuran untuk menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) maupun UMK sekitar 8,03%. Jika mengacu SE Menaker itu, maka kenaikan upah minimum di Kota Semarang hanya berkisar Rp2.495.586,98 atau naik sekitar Rp185.499,98.

Heru menilai kenaikan 8,03% tidak menguntungkan para buruh. Kenaikan UMK sebesar itu membuat daya beli buruh kian menurun karena upah yang sangat rendah.

Padahal, lanjut Heru, secara bersamaan perekonomian Indonesia sedang dalam kondisi yang tidak baik. Rupiah terus melemah terhadap dolar yang berdampak pada naiknya harga-harga barang kebutuhan.

 “Belum lagi adanya potensi kenaikan listrik, dan lain-lain. Bagaiman mungkin buruh bisa hidup layak, apalagi sejahtera, ketika upah tidak didasarkan hasil survei KHL. Upah hanya didasarkan tingkat inflansi dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Heru.

Oleh karena itu, Heru pun meminta kepala daerah untuk tidak mematuhi SE Menaker No. B.240/M.Naker/PHISSK-UPAH/X/2018 tentang Hal Penyampaian Data Tingkat Inflansi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto 2018 sebagai dasar menentukan besaran UMP dan UMK 2019.

Meski pun dalam surat itu, lanjut Heru, ada dugaan Menaker mengancam akan memberhentikan kepala daerah yang tidak menetapkan upah minimum sesuai PP 78/2018.

“Bagi kami tidak ada kaitan antara penetapan upah minimum dengan pencopotan kepala daerah. Kami menilai SE Menaker itu sangat provokatif dan memancing suasana di kalangan buruh seluruh Indonesia, khususnya Jateng,” tegas Heru.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya