SOLOPOS.COM - ilustrasi (istimewa)

Solopos.com, SOLO – Beberapa masalah hidup seperti masalah pekerjaan hingga  pertikaian antara rekan kerja, kerabat, dan keluarga seringkali berakhir dengan emosional dan mengganggu suasana hati. Tak jarang emosi yang menyala-nyala ini memengaruhi kondisi psikologis seseorang hingga berdampak pada pola makan.

Saat marah, tubuh akan bereaksi dengan mengaktifkan respons stres dari saraf simpatik yang mengarahkan pada peningkatan kadar kortisol. Dari proses tersebut timbul rasa kesal, terganggu, dan impulsif. Untuk meredakannya, seseorang sering memilih untuk makan sebagai pilihan tepat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sehingga, ada sebagian orang cenderung merasa puas melampiaskannya pada makanan kesukaan. Pilihan yang dianggap tepat awalnya tesebut, sebenarnya akan membawa dampak buruk pada diri sendiri. Kepuasaan yang dirasakan hanyalah sementara, tetapi cara ini tidak menyehatkan bagi tubuh hlo.

Melansir dari Liputan6.com, belum lama ini berikut alasan dan dampak yang ditimbulkan mengonsumsi makanan dalam keadaan diselimuti kemarahan.

Presiden Soroti Lonjakan Kasus Covid-19 Jawa Tengah, Dinkes: Data Pusat Dobel

Alasannya

Saat seseorang merasa kesal, hal tersebut berdampak pada keseluruhan sistem internal tubuh. Menurut pelatih gaya hidup Luke Countinho, tubuh yang manusia miliki tidak dirancang untuk mencerna dan menyerap makan saat tengah stres.

Ia menjelaskan bahwa tubuh seseorang tersusun dari dua sistem saraf yakni simpatis dan parasimpatis. Keduanya memiliki peranan yang berbeda. Jika rasa marah menghampiri, hal tersebut akan mengaktifkan saraf simpatik dan secara otomatis akan menghentikan proses percenaan. Mengingat pada kondisi tersebut, tekanan darah, gula darah, dan kadar kolestrol turut melonjak.

Namun, sebaliknya, saat tubuh merasa damai, sistem saraf parasimpatis mulai bekerja yang menyebabkan kadar kortisol dan tekanan darah menurun. Sehingga, sama halnya dengan orang makan, tubuh dapat menyerap nutrisi makanan secara optimal.

Kasus Covid-19 Melonjak, Warga Solo Masih Berani Liburan Akhir Tahun?

Perut kembung

Perut kembung yang kalian alami setelah selesai makan, bisa saja akibat menyantap makanan dalam diselimuti emosi negatif. Kondisi kembung merupakan indikasi terjadinya komplikasi perut.

Bagi penderita IBS dan kolitis dampak yang ditimbulkan dapat lebih buruk lagi. Luke menjelaskan seseorang dalam kondisi ini tidak memiliki jenis bakteri yang tepat dalam memecah makanan jadi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Hal ini terjadi karena usus dan otak saling berkomunikasi tiada hentinya untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Hubungan keduanya bisa terhambat ketika kemarahan kalian menerjang dan menyebabkan otak tidak dapat mengirimkan pesan dengan tepat kepada usus bahwa perut sudah kenyang.

Melemahnya fungsi usus ini juga bisa menyebabkan bakteri usus yang merugikan dapat masuk ke aliran darah yang berdampak mengalami diare, radang usus, dan menyerang autoimun.

Hal yang harus dilakukan

Oleh karena itu, ketika sedang emosi dan stress, menyantap makanan tidak direkomendasikan apalagi bagi penderita komplikasi perut. Cobalah untuk mengatur nafas perlahan-lahan dan menenangkan pikiran dari emosi yang melanda. Pada fase-fase ini, tubuh butuh waktu untuk memahaminya.

Setelah emosi telah reda, santaplah makanan dengan mengunyahnya dengan benar. Sebab, makanan yang tidak dikunyah dengan layak nantinya akan berdampak pada pencernaan.

Setelah selesai makanan, kalian diharapkan untuk tidak melakukan kegiatan yang berat, terutama berolahraga dan mandi. Luke menjelaskan, saat tubuh tengah mencerna makanan, tekanan darah seseorang akan meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya