SOLOPOS.COM - Mendikbud Nadiem Makarim. (Okezone)

Solopos.com, JAKARTA—Muhammadiyah, NU, serta PGRI menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

Wakil Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Kasiyarno, menyebut tiga hal yang membuat Muhammadiyah mundur dari POP Kemendikbud. Pertama, Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka. Tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud,” kata Kasiyarno seperti dikutip dalam siaran pers PP Muhammadiyah, Rabu (22/7/2020).

Kedua, kriteria pemilihan ormas dan lembaga pendidikan yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas dan tidak transparan.

Tanpa Masker, 100 Pengunjung Taman Pancasila & Alun-Alun Karanganyar Dihukum

Ketiga, Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan. Kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa ikut serta dalam POP.

“Ketiga pertimbangan tersebut menjadi dasar kami, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemdikbud,” tegas Kasiyarno.

 

Tidak Matang

Sementara itu, Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU), Arifin Junaidi,  menilai konsep POP yang diluncurkan oleh Kemedikbud tidak matang. Setidaknya ada tiga hal yang ia nilai berpotensi menjadi masalah besar dan menjadikan POP ini patut untuk dievaluasi.

Pertama, tidak jelasnya organisasi yang bisa mengajukan usulan untuk menjadi bagian dalam pelaksanaan program. Banyak organisasi yang tidak jelas dan tidak memiliki kredibilitas di bidang pendidikan yang lolos dalam program ini mulai dari semisal lembaga, paguyuban, organisasi alumni, zakat, budaya dan lain sebagainya. Menurutnya lebih banyak lembaga yang tidak jelas kredibilitasnya dari pada yang jelas.

Update Covid-19 Karanganyar: Tambah 5 Kasus Positif, 19 Orang Sembuh

Kedua, prosedur seleksi menurutnya juga tidak jelas. Hal ini terlihat dari kurang konsistennya mekanisme perekrutan dan terkesan menjadikan ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah sebagai legitimasi agar program ini tampak memiliki kualitas.

“LP Ma’arif NU punya prinsip jangan sampai meminta bantuan. Karena kalau minta berarti tangan kita di bawah. Yang dilakukan Ma’arif adalah kerja sama, karena tangan kita sejajar. Jadi Ma’arif NU tidak pernah menjajakan proposal permintaan. Kami buat proposal setelah pasti dan jelas kesepakatannya,” tegas pria yang karib disapa Kiai Arjuna ini, Sabtu (25/7/2020) dikutip dari laman resmi nu.or.id.

Ketidakjelasan POP yang ketiga, lanjutnya, adalah efektivitas program yang harus dijalankan di tengah pandemi Covid-19 yang masih mewabah sampai saat ini. Berbagai program seperti workshop dan program lainnya harus dilaksanakan dalam waktu terbatas. Hal ini, tegasnya, tidak akan dapat dilaksanakan dengan maksimal.

“Ada workshop yang menelan biaya Rp1 M dan program jalan-jalan,” tambah Kiai Arjuna menyebut beberapa program yang ia sebut tidak peka terhadap situasi sulit yang sedang dialami bangsa.

Pelaksanaan Coklit di Grobogan Capai 46,59 Persen

Dengan dasar inilah, LP Ma’arif NU mengambil sikap untuk keluar dari program tersebut dan meminta Mendikbud untuk meninjau kembali program ini. Tapi nyatanya, Nadiem Makarim mengeluarkan kalimat bersayap yakni akan mengevaluasi POP namun meminta organisasi yang sudah lolos seleksi untuk terus dan optimis melaksanakan POP. “Ini kan namanya abang-abang lambe [merah bibir atau tidak konsisten],” katanya.

 

Alasan PGRI

Sedangkan Pengurus Besar Perstuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mengatakan alasan mundur karena berbagai pertimbangan di tengah pandemi Covid-19. Menurut PGRI dana POP seharusnya bisa digunakan untuk menunjang kebutuhan infrastruktur sekolah, guru, dan murid.

Kemudian, PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar. Mengingat waktu pelaksanaan yang singkat, mereka menilai tidak bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga bisa timbul akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Selain  itu, mereka juga menilai kriteria penetapan dan pemilihan peserta program organisasi penggerak tidak jelas. Tapi, sama halnya dengan Muhammadiyah dan NU, PGRI berkomitmen akan tetap memajukan pendidikan di Tanah Air.

Update Covid-19 Grobogan: Ada 3 Kasus Baru, 2 Pasien Sembuh

POP yang digagas Kemendikbud memiliki tiga skema pembiayaan. Selain murni anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), terdapat skema pembiayaan mandiri dan dana pendamping (matching fund). Sejumlah organisasi penggerak akan menggunakan pembiayaan mandiri dan matching fund.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril, menjelaskan pembiayaan POP dapat dilakukan secara mandiri atau berbarengan dengan anggaran yang diberikan pemerintah. “Organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan,” kata Iwan dikutip dari laman resmi Kemendikbud.

Meski begitu, Kemendikbud tetap melakukan pengukuran keberhasilan program melalui asesmen dengan tiga instrumen. Pertama, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (SD/SMP). Kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD). Ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru dan kepala sekolah.

Tak hanya itu, proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima anggaran negara. “Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus di bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial di bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia,” kata Iwan.

Pandemi Covid-19, KPU Buka Ruang Kampanye Daring

 

Pendanaan Mandiri

Direktur Komunikasi Tanoto Foundation, Haviez Gautama, menyatakan mereka merupakan salah satu organisasi penggerak yang menggunakan pembiayaan mandiri. Tanoto Foundation memiliki Program Pintar Penggerak yang diajukan dalam POP.

Program tersebut akan didanai mandiri oleh yayasan dengan nilai investasi lebih dari Rp50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022). “Salah satu misi Tanoto Foundation bekerja sama dengan pemerintah melalui POP Kemendikbud adalah mendorong percepatan peringkat global pendidikan Indonesia,” kata Haviez.

Saat ini, peringkat pendidikan Indonesia masih rendah. Berdasarkan skor PISA, dari 72 negara, Indonesia berada di ranking tiga terbawah.

Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation, Ari Widowati, menambahkan dalam proses pendaftaran organisasi penggerak, Tanoto Foundation memasukkan pilihan pendanaan secara mandiri. Sehingga tidak menerima bantuan dana dari pemerintah dalam menjalankan program.

Mau Naik Gunung Lawu? Ingat Jangan Melakukan Lima Hal Ini



Sejak 16 April 2020, mereka juga tidak ada komunikasi dengan Kemendikbud, kecuali melalui platform tanya jawab POP. Selain itu, mereka dihubungi secara blind review oleh evaluator, di mana pewawancara tidak mengetahui asal organisasi. “Semua dilakukan dengan prosedur yang ketat,” kata Ari.

Head of Marketing & Communications Yayasan Putera Sampoerna, Ria Sutrisno, menjelaskan mereka bersama-sama dengan mitra dalam dan luar negeri mendukung program POP (di luar APBN). Mereka menggunakan skema matching fund dengan nilai hampir Rp70 miliar untuk mendukung program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan dan Rp90 miliar untuk mendukung program peningkatan akses pendidikan.

“Ini bukan CSR. Kami adalah yayasan yang fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan. Kami memilih skema partnership dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional,” kata Ria Sutrisno.

Menkes Terawan Berkantor di Semarang, Bantu Atasi Corona di Jateng

Matching fund merupakan bantuan dana yang diberikan oleh salah satu pihak untuk melengkapi atau memperkuat sebuah program. Dalam POP, para peserta melipatgandakan bantuan dana dari plafon yang selama ini telah ditetapkan pemerintah.

 

 







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya