SOLOPOS.COM - Taman Sriwedari Solo (sumber : jateng.tribunnews.com)

Tim Eksaminasi yang dibentuk Pemkot Solo terkait sengketa tanah Sriwedari memberikan sejumlah saran.

Solopos.com, SOLO — Tim eksaminasi yang dibentuk Pemkot Solo untuk mengkaji putusan hukum terkait sengketa tanah Sriwedari akhirnya menyampaikan hasil kajian mereka.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tim itu merekomendasikan Pemkot mengajukan permohonan hak atas objek sengketa dan menjaga kawasan cagar budaya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Rekomendasi itu disampaikan dalam Eksaminasi Terbuka Putusan Sengketa Tanah Sriwedari di Hotel Alila Solo, Jumat (15/9/2017). Upaya eksaminasi dilakukan Pemkot untuk mengkaji kembali setiap putusan hukum terkait sengketa tanah Sriwedari pascaputusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan ahli waris Wiryodiningrat. (Baca: Pemkot Solo Eksaminasi Putusan MA)

Setidaknya ada sembilan eksaminator terdiri atas akademisi dan pakar hukum dari berbagai universitas di Indonesia yang melakukan eksaminasi putusan sengketa Sriwedari secara tertutup pada 25-27 Juli lalu.

Anggota Tim Eksaminasi Putusan Sengketa Sriwedari, Azas Tigor Nainggolan, menerangkan berdasarkan eksaminasi tersebut pada 5 Desember 1877, R.M.T Wiryodiningrat membeli tanah RVE 295 di Kelurahan Sriwedari dari Johanes Buselar dengan bukti Grose Akta Nomor 59 dilampiri Meetbrief (surat ukur) Nomor 4 tanggal 22 Februari 1884.

Luas keseluruhan tanah tersebut 3,425 hektare (Ha). Namun, selama ini secara fisik pemegang RVE 295 maupun ahli warisnya tidak pernah menguasai tanah eks RVE 295. “De facto dikuasai dan dikelola Pemkot Solo untuk kepentingan umum berupa Taman Hiburan Rakyat [THR] yang dikenal dengan nama Kebon Rojo atau Taman Sriwedari,” kata dia.

Bahkan, lanjut dia, sejak 1877-1917 atau sampai R.M.T Wiryodiningrat meninggal dunia, yang bersangkutan maupun ahli warisnya tidak menguasai dan meski tanahnya digunakan oleh pihak lain juga tidak dipersoalkan. Ahli waris justru baru mengurusnya setelah 30 tahun lebih.

Hal ini menjadi kejanggalan dalam pengajuan gugatan oleh ahli waris. Keabsahan ahli waris juga diragukan karena tidak ada bukti petitum dan penetapan mereka sebagai ahli waris.

“Status hukum sebagai ahli waris tidak ada. Jika ahli waris tidak bisa membuktikan penetapan mereka sebagai ahli waris, status putusan tidak bisa dilaksanakan,” katanya.

Dosen Universitas Parahiyangan Asep Iwan Iriawan mengatakan putusan sengketa Sriwedari tidak dapat dieksekusi sebab ahli waris tidak memiliki hak atas tanah itu. Hal ini dikarenakan ahli waris tidak bisa menunjukan bukti sebagai ahli waris R.M.T. Wirjodiningrat.

Dengan ini, status tanah dikuasai langsung oleh negara dan negara berwenang memberikan hak kepada orang yang membutuhkan dan memenuhi syarat sebagai pemegang hak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

“Dengan alasan tidak adanya pengajuan permohonan hak baru dan dibatalkannya Hak Pakai Nomor 11 dan Hak Pakai Nomor 15, tanah tersebut dikuasai langsung oleh negara,” katanya.

Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, terus mengupayakan untuk merebut tanah Sriwedari agar dimiliki Pemkot. Wali kota yang akrab disapa Rudy itu menuturkan Pemkot akan mengusahakan Taman Sriwedari menjadi area publik.

“Sampai titik darah penghabisan [tanah Sriwedari] harus dimiliki negara,” katanya.

Rudy berkeinginan memanfaatkan Taman Sriwedari selanjutnya digunakan untuk lima kegiatan, yakni pendidikan, keagamaan, kesenian, kebudayaan, dan pariwisata. “Keagamaan seperti rencana pembangunan Masjid Sriwedari,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya