SOLOPOS.COM - Ilustrasi pasangan suami istri. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Rokok kerap dianggap bisa menurunkan kualitas sperma. Hal itu bahkan bisa berdampak panjang pada anak yaitu stunting.

Hal tersebut mengemuka dalam Webinar Leadership and Advocacy Pengembangan Pemikiran Kepemimpinan sebagai Bagian Advokasi Pencegahan Stunting dan Pengendalian Konsumsi Tembakau, beberapa waktu lalu.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan rokok merupakan toxic dan bisa memengaruhi stunting pada anak.

Baca Juga: Gawat! Kebiasaan-Kebiasaan Ini Menyebabkan Polusi di Rumah

Toxic rokok ini memengaruhi prenatal dan postnatal, laki-laki yang program ingin punya anak berhenti dulu merokok selama 70 hari sebelum konsepsi karena toxic nya bisa menurunkan kualitas sperma,” tambah Hasto sebagaimana dikutip dari laman BKKBN, Sabtu (7/8/2021).

Menurut penelitian dalam Journal of Obstetric, Gynecologic & Neonatal Nursing tahun 2006, asap rokok dapat mengurangi testis, nekrosis testits, berkurangnya diameter tubulus seminiferous dan vasokontrisi pembuluh darah juga memengaruhi pengambilan oksigen selama metabolisme.

Dalam banyak penelitian juga dikatakan bahwa selain tubulus seminiferous menurun, jumlah spermatozoa yang dihasilkan juga menjadi lebih sedikit dari yang tidak mengalami perlakuan. Itulah mengapa rokok kerap dianggap menurunkan kualitas sperma.

Baca Juga: Mencuci Vagina Setelah Bercinta Bisa Cegah Kehamilan, Masa Iya?

Menurut Hasto, paparan asap rokok meningkatkan risiko stunting pada anak berusia 25-59 bulan sebesar 13,49 kali. Selain itu, paparan asap rokok meningkatkan terjadinya ectopic pregnancy dan sudden infant death syndrome.

Mantan Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan Indonesia menjadi negara ketiga tertinggi di dunia jumlah perokok di atas usia 10 tahun setelah China dan India. “Bahkan pernah ada anak 2 tahun merokok di Indonesia mencengangkan dunia.”

Ada 23,21% penduduk Indonesia merokok pada 2020 dan 96 juta orang Indonesia menjadi perokok pasif termasuk ibu hamil dan anak-anak.

Nila menambahkan, “Permasalahan utama kita adalah anak-anak merokok, jangan kita racuni anak-anak kita, ini berkaitan sekali dengan stunting dan pendidikan. Banyak keluarga tidak peduli makanan bergizi untuk anaknya karena untuk membeli rokok.”

Baca Juga: Penelitian: Pasutri di Desa Ingin Punya 2-8 Anak, di Kota 1-4 Anak

Nila berharap harga rokok ditingkatkan agar tidak terjangkau oleh anak-anak. Selain itu, guru di sekolah tidak memberi contoh merokok di sekolah serta tidak adanya iklan rokok di sekolah dan ruang publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya