SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Sejumlah pegiat demokrasi dan pemilu mengingatkan Pemilu 2019 tidak hanya pemilihan presiden (pilpres), namun juga pemilihan anggota legislatif (pileg).

Isu tentang pemilihan anggota legislatif cenderung kalah dibandingkan pilpres. Hal itu pula yang menjadikan wacana golput mengemuka menjelang Pemilu 2019. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan argumen dan sikap beberapa organisasi masyarakat sipil tentang golput hanya disebabkan kekecewaan terhadap sistem politik dan pilihan capres-cawapres.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Isu pileg dan kebutuhan untuk memenangkan calon anggota legislatif (caleg) yang membawa agenda politik setara dan politik perubahan tak disinggung. ”Padahal, [Pemilu] 2019 nanti kita tidak hanya pilih presiden. Ada lima yang akan dipilih secara bersamaan. Jadi, golput ini disimplifikasi sebagai pilpres saja,” sebut Titi dalam diskusi di Jakarta, Minggu (3/2/2019), sebagaimana dikutip Solopos.com dari laman rumahpemilu.org, Selasa (5/2/2019).

Titi menyatakan dua jenis golput, yakni golput yang tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan golput yang datang ke TPS. Ada empat jenis golput yang tidak datang ke TPS yaitu golput politis, golput apolitis dan pragmatis, golput teknis dan administratif, dan golput karena negara tak mengakomodasi pemilih yang tak memiliki KTP elektronik.

Sedangkan golput yang datang ke TPS ada dua jenis yaitu sengaja membuat suaranya tidak sah dan salah memberikan suara sehingga suara menjadi tidak sah. ”Golput yang terekam dalam angka suara tidak sah ini bercampur antara mereka yang memang sengaja membuat suaranya tidak sah karena alasan politis dan mereka yang memang tidak tahu cara memberikan suara sehingga suaranya tidak sah. Memang masyarakat sekarang banyak yang percaya KPU, tetapi tidak percaya peserta pemilu,” ujar Titi.

Titi mengajak pemilih untuk bijak menggunakan hak pilih. Jika pemilih memutuskan untuk golput pada pilpres, jalan paling baik yang mesti ditempuh adalah tetap datang ke TPS dan mencoblos surat suara. Namun, pada konteks pileg, Titi mengingatkan pemilih tak ada guna golput di pileg. ”Pilihan itu ada di sana. Jangan biarkan ada kecurangan baru karena surat suara kita tidak tercoblos,” kata dia.

Yakin Target Tercapai

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan memilih adalah hak publik dan semua orang bebas berpendapat. Wahyu menjelaskan KPU tidak terlalu khawatir dengan dekalarasi tidak memilih apabila selama pemilu berjalan dengan baik. Lembaga penyelenggara pemilu itu yakin partisipasi pemilih bisa mencapai 77,5%.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Dian Kartikasari, memastikan golput bukan sikap dari KPI. Dia menyatakan golput adalah tindakan menutup mata terhadap kehadiran perempuan-perempuan progresif caleg yang telah aktif memperjuangkan kepentingan-kepentingan perempuan.

”Kita tidak golput di semua pemilihan. Kalau kami golput, orang-orang yang tidak sesuai dengan visi-misi KPI bisa menang. Jadi kami tidak golput. Sejak 1999, kami mendorong keterwakilan perempuan, dan itu bukan perjuangan yang mudah dan singkat,” kata dia.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Somboliggi, menyatakan dalam Pilpres 2019 tidak memberikan dukungan kepada salah satu capres-cawapres. Dia mengatakan dalam Pilpres 2014, AMAN memberikan dukungan kepada Jokowi-Jusuf Kalla.

Dia mengatakan AMAN fokus kepada strategi memenangkan kader dalam pileg. ”AMAN yang sudah sejak 2009 ikut secara aktif pada pemilu, kami mengutus kader-kader terbaik dari masyarakat adat untuk maju ke parlemen,” kata Rukka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya