Jalan antarkecamatan di Desa Dalangan, Tawangsari, Sukoharjo, nyaris putus karena terus tergerus sungai.
Solopos.com, SUKOHARJO — Jalan anternatif antarkecamatan via Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, terancam putus karena tergerus arus Sungai Bengawan Solo. Kini jarak antara bibir sungai dengan jalan alternatif itu tinggal 25 meter dari semula 100 meter.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Tak hanya jalan, sembilan rumah warga Dukuh Dalangan RT 002/RW 003 juga terancam hanyut karena letaknya dekat bibir Sungai Bengawan Solo. Informasi yang dihimpun Solopos.com di lokasi, Senin (19/3/2018), jarak bangunan rumah dengan bibir sungai antara satu meter hingga 20 meter.
Total ada 27 jiwa yang terancam kehilangan tempat tinggal dengan asumsi satu rumah dihuni rata-rata tiga orang. Sebagian warga sudah mengosongkan rumah atau berpindah tempat tinggal akibat tanah tergerus banjir.
Sumarjo, 51, warga Dalangan RT 002/RW 003, mengatakan sembilan rumah warga terancam hanyut di antaranya miliknya, Wagiyem, Nasir, Abdul Aziz, Untari, Tarno Sirup, Ngadi, Sriyono, dan Wardi Wiyono.
“Jarak bangunan rumah saya dengan bibir sungai tinggal 20 meter sedangkan jarak bangunan Bu Wagiyem dengan bibir sungai tinggal satu meter. Dinding bagian dapur sudah mulai pecah-pecah,” ujarnya.
Dia waswas setiap hujan deras mengguyur. Menurutnya, warga pinggir sungai berjaga-jaga di luar rumah jika hujan intensitas tinggi.
“Sudah tidak bisa tidur jika hujan deras malam hari. Tiga bulan terakhir di tahun ini tanah warga sudah banyak tergerus banjir. Rumah Bu Wagiyem sudah dikosongkan dan pindah ke Jakarta karena takut rumah hanyut.”
Sumarjo bercerita Wagiyem pindah dari rumah itu sejak 2012. Sumarjo mengusulkan alur sungai dikembalikan agar tanah milik warga Dalangan tidak semakin banyak yang hilang. Sungai Bengawan Solo membelah Dukuh Jarak, Desa Tanjung, Kecamatan Nguter dengan Dukuh Dalangan, Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari.
Alur lama sungai sudah ditanami pohon pisang. Warga Dalangan yang lain, Untari, mengaku tanahnya yang semula 400 meter persegi kini tinggal 30-an meter persegi.
“Saya mempunyai sertifikat tetapi tanah tidak ada karena menjadi alur sungai. Pojok rumah sudah ambles akibat tanah sekitar longsor saat banjir menghantam dinding tanah. Saat tanah longsor suara seperti gempa. Kaca dan dinding rumah bergetar sehingga membuat warga cemas,” ujarnya.
Untari menyatakan rumah Wardi Wiyono yang berada di dekat rumahnya sudah dikosongkan. Kini bangunan rumah tersebut tinggal kerangka. “Rumah induk tinggal bervolume 2,25 meter persegi. Bangunan yang lain sudah hanyut.”
Terpisah, Kepala Desa Dalangan, Bagyo Slameto, menilai penanganan alur sungai di desanya dari instansi terkait lambat. “Peristiwa [tanah warga hanyut] sudah terjadi tiga kali kepemimpinan kepala desa dan sudah dilaporkan tetapi belum ada penanganan permanen. Pernah ada pemasangan paku bumi tetapi tidak bertahan lama karena paku bumi ikut hanyut dihantam banjir,” katanya.
Dia menyebutkan jalan alternatif menuju Kecamatan Bulu itu nyaris putus karena tinggal 25 meter. “Awal, jarak bibir sungai dengan jalan alternatif ke Bulu sejauh 100 meter tetapi sekarang tinggal 25 meter. Hujan sebulan ini jika intensitas tinggi mengakibatkan banjir dimungkinkan gerusan air sudah mencapai jalan alternatif. Perlu penanganan cepat agar warga nyaman.”