SOLOPOS.COM - Pengendara motor dan pengemudi truk melintasi jalan Tangen-Gesi, tepatnya di Dusun Sapen, Desa Tanggan, Gesi, Sragen, yang sudah berubah layaknya medan offroad, Rabu (21/9/2016). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Jalan rusak Sragen terjadi di jalan antarkecamatan di Desa Tanggan.

Solopos.com, SRAGEN — Jalan penghubung Kecamatan Tangen dan Kecamatan Gesi, tepatnya di Desa Tanggan, mengalami kerusakan cukup parah. Meski sudah seperti medan offroad, cukup banyak kendaraan pribadi yang melintasi jalan itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pengamatan Solopos.com di lokasi, Rabu (21/9/2016), sisa guyuran hujan mengakibatkan permukaan jalan itu penuh lumpur. Selama hampir 30 menit di lokasi, terdapat puluhan truk pengangkut material galian C, kendaraan roda empat pribadi maupun kendaraan roda dua yang lalu lalang melintasi jalan. Mereka terpaksa melambatkan laju kendaraan karena permukaan jalan yang licin.

”Sudah hampir dua tahun terakhir, kondisi jalan dibiarkan rusak seperti ini. Sebagai pemilik usaha warung makan, saya sangat dirugikan. Melihat jalan seperti itu, orang jadi malas melintasinya. Akibatnya, pelanggan warung makan saya pada lari,” ujar Mukarim, 40, warga Dusun Sapen, RT 016, Desa Tanggan, Kecamatan Gesi, kala ditemui Solopos.com di lokasi.

Mukarim menjelaskan rusaknya jalan antarkecamatan akibat kerap dilintasi truk pengangkut material galian C. Menurutnya, dalam sehari lebih dari 100 truk pengangkut material galian C yang lalu lalang di jalan itu. Warga di dua dusun yakni Sapen dan Brangkal terkena dampak langsung akibat kerusakan jalan itu.

”Di Sapen, panjang jalan yang rusak sekitar 300 meter, sementara di Brangkal ada sekitar 500 meter. Setiap hari kami terpapar debu. Debu itu mengotori halaman rumah juga perabot meja dan kursi. Setelah dibersihkan, tak lama kemudian pasti kotor lagi,” terang Mukarim.

Dua pekan lalu warga sempat menggelar unjuk rasa untuk menuntut biaya kompensasi paparan debu. Saat itu, warga mengusulkan tiap kepala keluarga (KK) mendapat biaya kompensasi Rp1 juta. Namun, pihak pelaksana proyek hanya menyetujui biaya kompensasi senilai Rp1,5 juta/RT/bulan.

”Saya lebih sepakat kalau biaya kompensasi itu diberikan kepada warga yang terdampak langsung, bukan kepada RT. Di samping menggangu usaha warung makan saya, anak saya juga kerap sakit batuk karena sering menghirup debu. Saya selalu meminta anak saya tidak keluar rumah pada siang hari. Saya minta dia duduk sambil menonton TV dalam rumah yang tertutup rapat,” jelas Mukarim.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tanggan, Noer Muhammad, menjelaskan di kanan dan kiri jalan rusak itu terdapat SD dan MI. Setiap hari, para siswa dan guru terpapar debu. Mereka juga harus melintasi jalan berlumpur dan berpapasan dengan truk galian C saat berangkat dan pulang sekolah. ”Mohon diperhatikan keselamatan para siswa SD dan MI itu. Jalan itu cukup ramai meski rusak parah. Kami takut terjadi apa-apa dengan mereka saat di jalan,” ungkapnya.

Noer berharap kerusakan jalan itu bisa menjadi perhatian Pemkab Sragen. Dia berharap rombongan pejabat bisa melintasi jalan tersebut ketika menuju lokasi pembukaan TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) Sengkuyung Tahap II di Desa Poleng, Kecamatan Gesi, Selasa (20/9) lalu.

”Itu adalah kesempatan bagus supaya para pejabat bisa mengetahui kondisi jalan itu.

Namun, rombongan pejabat itu justru memilih jalur lain yang lebih bagus. Mereka menghindari jalan rusak itu. Setiap hari mereka membiarkan warganya melintasi jalan rusak itu. Tapi, para pejabat itu justru menghindarinya. Itu pemandangan yang ironis,” kritik Noer.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya