SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Gigih M. Hanafi)

Infrastruktur Solo, PHRI menilai saat ini perkembangan hotel di Solo sudah jenuh.

Solopos.com, SOLO–Pertumbuhan pasar perhotelan di Kota Solo tidak berbanding lurus dengan laju pembangunan hotel baru yang terus bermunculan. Hal itu memicu persaingan tidak sehat dengan modus perang tarif antarhotel.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pernyataan tersebut disampaikan Pejabat Humas Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, M.S.U Adji, menanggapi penerbitan izin pendirian lima hotel baru oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Pembangunan hotel yang direncanakan di depan Kampus UNS Solo, timur Pasar Gilingan, utara RS dr. Oen Solo, barat SPBU Manahan, dan timur Polresta Manahan bakal dimulai 2016.

“Pertumbuhan pasar perhotelan di Solo timpang jika dibandingkan dengan pertumbuhan hotel baru. Apalagi ini sudah masuk era pasar bebas ASEAN [MEA]. Akhirnya muncul seleksi alam hukum rimba yang berbicara. Hotel besar yang bermodal kuat akan mencaplok hotel kecil yang tidak punya modal,” terangnya saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (8/1/2016).

Lebih lanjut Adji, sapaan akrabnya, menyebutkan jumlah hotel di Solo yang sudah mencapai 154 (hotel bintang dan nonbintang) terhitung tidak ideal. “Bisa dilihat tingkat penghunian kamar rata-rata hanya 50%. Ini sudah tidak ideal lagi,” katanya.

Adji mengutarakan salah satu dampak ekses hotel di Kota Bengawan adalah persaingan tidak sehat dalam bentuk perang tarif. “Hotel di Solo akan terpuruk. Perang tarif yang sekarang terjadi sudah tidak sehat. Rentang perbedaan tarif antara hotel bintang satu dengan lima sempit sekali. Posisi ini membuat pasar semakin tidak ideal lagi,” paparnya.

Menurut Adji, pemerintah daerah semestinya lebih  bijak membuat kebijakan penerbitan izin hotel mengingat kondisi pasar perhotelan yang sudah jenuh. “Harusnya yang digenjot pasar destinasi pariwisata. Bukan hotel terus-menerus yang diberikan izin. Dengan cara seperti itu, artinya pemerintah memberikan peluang bagi investor asing untuk maju tapi tidak memberikan kesempatan putra daerah untuk berkembang,” sesalnya.

Disinggung soal solusi jangka pendek untuk mengatasi kejenuhan pasar perhotelan di Solo, Adji menyarankan Pemkot Solo yang kadung memberikan izin kepada investor untuk membuka lima hotel baru di Solo, segera duduk bersama dengan pemerintah daerah di Soloraya untuk membahas pengembangan potensi destinasi di wilayahnya.

“Kompetisi destinasi pariwisata di Indonesia saat ini sangat tinggi. Dengan kondisi stagnan seperti ini, tidak mustahil pariwisata Solo ditinggalkan. Tidak ada jalan lain lagi selain duduk bersama dengan pemda lain untuk membahas pengembangan pariwisata Solo dan sekitarnya. Kalau pariwisata Soloraya bisa dimaksimalkan, Solo bakal terkena imbasnya karena Kota Bengawan merupakan pintu gerbang pariwisata Soloraya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya