Infrastruktur pendidikan Solo, Disdikpora meminta UPTD intens memantau kondisi fisik sekolah.
Solopos.com, SOLO–Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo mendorong petugas UPTD di setiap kecamatan intens memetakan kerusakan sekolah. Pemkot tak ingin infrastuktur pendidikan yang kurang layak menghambat proses belajar siswa.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Kepala Disdikpora, Etty Retnowati, telah mewanti-wanti petugas UPTD Disdikpora di setiap kecamatan agar jeli melihat kondisi sekolah. Menurut Etty, pengawas sekolah tak boleh sekadar membina tenaga pendidik saat bertugas. “Perhatikan juga kondisi sekolahnya, kebersihannnya, ada kerusakan atau tidak,” ujar Etty saat ditemui wartawan di Gedung DPRD, Rabu (11/5/2016).
Sementara ini, Disdikpora telah memetakan sekolah yang perlu direnovasi seperti SMPN 17 dan SMPN 23. Etty mengatakan SMPN 17 perlu dibenahi lantaran dua lokal kelas mengalami kerusakan parah. Adapun bangunan SMPN 23 kurang layak setelah dihantam banjir beberapa waktu lalu. “SMPN 21, SMPN 20, SMPN 10 dan SMPN 5 juga perlu perhatian. Kerusakannya bervariasi mulai rusak ringan sampai berat,” kata dia.
Etty mengatakan pemetaan dini penting agar kerusakan bangunan tak semakin menjalar. Adanya pendataan juga memudahkan Pemkot untuk mengatur skala prioritas pembangunan. Menurut Etty, kerusakan di sejumlah sekolah seperti SMPN 11 dan SMPN 27 sudah diperbaiki. “Untuk SMPN 17 dan SMPN 23 sudah disusun DED (detail engineering design)-nya. Tahun depan diupayakan pembangunan,” ucapnya.
Kabid Pendidikan Dasar SMP, Bambang Wahyono, mengatakan Disdikpora telah menginventarisasi usulan-usulan perbaikan dari pihak sekolah. Menurut dia, SMPN 17 yang paling mendesak melihat kondisi bangunan dan banyaknya kerusakan.
“Perlu direhab total,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD, Hartanti, mengatakan siap mengalokasi anggaran perbaikan sekolah pada APBD 2017. Pihaknya berkomitmen membenahi seluruh infrastruktur pendidikan mulai SD dan SMP agar pembelajaran nyaman. Mulai tahun depan SMA/SMK diambilalih Pemprov Jawa Tengah.
“Namun setelah dibangun, sekolah ya jangan meminta uang gedung ke siswa. Kami lihat praktik ini sulit dihilangkan karena memang tidak ada aturan khusus yang melarang,” ujarnya.