SOLOPOS.COM - Pengamat transportasi Unika Soegijapranoto, Djoko Setijowarno. (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Infrastruktur rel kereta api Kedungjati-Tuntang di Jateng dinilai lebih strategis diurusi ketimbang pembangunan jalan tol Bawen-Jogja.

Semarangpos.com, SEMARANG – Pengamat transportasi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Djoko Setijowarno, meminta pemerintah untuk tidak pusing memikirkan rencana pembangunan jalan tol Bawen-Salatiga. Daripada memikirkan pembangunan jalan tol yang menghabiskan biaya Rp10,8 triliun itu, pemerintah disarankan melanjutkan reaktivasi rel kereta api (KA) Kedungjati-Tuntang yang sudah lama mangkrak.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

“Reaktivasi rel KA Kedungjati-Tuntang sepanjang 30 km sudah lama mangkrak. Kali terakhir pembangunannya dilakukan 2014 lalu tapi hingga kini tidak ada tanda-tanda untuk dilanjutkan. Padahal, jalur rel KA itu lebih strategis untuk pengembangan kawasan wisata di sekitar Candi Borobudur,” tutur Djoko saat dihubungi Semarangpos.com, Rabu (8/11/2017).

Ekspedisi Mudik 2024

Djoko menilai karena jalur KA Kedungjati-Tuntang tak kunjung selesai, pemerintah pun memutuskan membangun tol Bawen-Jogja. Padahal, pembangunan tol Bawen-Jogja menghabiskan dana yang jauh lebih banyak dibanding reaktivasi rel KA Kedungjati-Tuntang yang hanya menghabiskan biaya sekitar Rp4,8 triliun.

Selain itu, Djoko menilai jika tol Bawen-Jogja benar-benar dibangun justru bisa menjadi kerugian bagi Jateng. Hal itu dikarenakan lahan-lahan produksi pertanian akan menurun yang berimbas pada menurunnya produksi pangan dan mata pencaharian petani.

“Selain itu, kota-kota kecil yang dilintasi tol juga akan kehilangan pendapatan, seperti Muntilan, Magelang, Secang, dan Ambarawa, karena para wisatawan tak lagi melintasi kota-kota itu dan memilih menggunakan tol untuk sampai ke Jogja,” beber Djoko.

Djoko menganggap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) lebih peduli terhadap pengembangan kawasan wisatanya dengan menolak pembangunan tol. Sementara, Pemprov Jateng lebih memberiakan lahan produktifnya hilang demi pembangunan infrastruktur berupa tol.

“Jadi diperlukan pemikiran yang bijak dari pemimpin negeri ini demi membangun infrastruktur dengan menjaga lingkungan. Tentu akan berdampak politis, sungguh pilihan yang bijak,” beber Djoko.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya