SOLOPOS.COM - Dokter spesialis kandungan dan kebidanan RS dr. Moewardi Solo Eric Edwin (JIBI/Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Kasus kematian warga Manado Julia Fransiska Makatey pascamelahirkan beberapa waktu lalu jadi sorotan. Selain kasus pidana yang menjerat tim dokter selaku penolong persalinan itu, perhatian juga dikaitkan dengan penyebab kematiannya. Hasil autopsi menunjukkan Julia meninggal dunia akibat emboli air ketuban.

Menurut dokter spesialis kandungan dan kebidanan RS dr. Moewardi Solo Eric Edwin, emboli air ketuban adalah kondisi masuknya air ketuban ke aliran darah ibu yang tengah melahirkan. “Akibatnya air ketuban akan mengikuti aliran darah ibu, dan memberikan manifestasi berupa reaksi anafilaktif maupun penyumbatan,” kata Eric, Rabu (4/12/2013).

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

Reaksi anafilaktif, jelas dia, adalah reaksi alergi yang berlangsung sangat cepat karena terjadi peradangan hebat di seluruh tubuh. Hal ini terjadi karena produk air ketuban mengandung beberapa partikel di antaranya sel kulit janin dan lemak kulit.

Partikel- partikel air ketuban tersebut dapat menimbulkan terbentuknya bekuan- bekuan darah di berbagai tempat yang berpotensi menimbulkan penyumbatan. Kondisi itu dapat terjadi pada pembuluh darah yang penting, seperti pada jantung, paru- paru dan susuran saraf pusat.

Gejala yang timbul akibat kondisi itu antara lain nyeri dada, penurunan kesadaran yang terjadi secara mendadak mengakibatkan fatal bagi pasien. Hanya butuh waktu tak lebih dari 60 menit setelah timbulnya gejala sampai pada gagal nafas maupun gagal jantung hingga pasien meninggal dunia.

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS dr. Moewardi Solo, Abkar Raden (JIBI/Solopos/Doc.)

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS dr. Moewardi Solo, Abkar Raden (JIBI/Solopos/Doc.)

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS dr. Moewardi Solo, Abkar Raden menambahkan gejala yang timbul seperti shock, kejang dan kekurangan oksigen. Kondisi ini tidak bisa diprediksi sebelumnya. “Hampir belum ada. Hanya suportif, keluhannya apa, itu yang ditangani,” kata Abkar saat mengisi acara Bincang Kesehatan Reproduksi di Solopos FM, Selasa (26/11/2013) malam.

“Hampir sebagian besar kasus emboli air ketuban tidak tertolong,” papar Eric yang bertugas di Divisi Fetomaternal Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS). Upaya tim medis dengan pertolongan dan respon yang cepat tidak banyak mengubah keadaan.

Eric memaparkan hampir 90% pasien dengan kasus emboli tidak tertolong jiwanya. Jika tertolong, pasien akan menderita kelainan pada sistem saraf. Selain itu, sebanyak 50 persen pasien yang selamat akan mengalami gangguan pembekuan darah yang timbul sebagai perdarahan dari rahim atau dari luka operasi.

Di negara maju seperti Amerika Serikat dilaporkan kasus emboli menyumbang 10 persen penyebab kematian ibu hamil dan bersalin. Sedang di Inggris sekitar 20 persen. Sedang di RS dr. Moewardi Solo dari data 2012 penyebab kematian ibu hamil,bersalin dan nifas tertinggi karena preeklampsi (57%), perdarahan (22%) dan emboli (8%) bersama penyebab lainnya.

Abkar menambahkan kejadian emboli ini bukan kesalahan dokter saat persalinan. “Di Solo ada, tapi tidak ada gejolak [seperti di Manado] karena orang bisa menerima kondisi tersebut.” Keluarga pasien juga memahami sehingga tidak ada tuntutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya