SOLOPOS.COM - Ilustrasi inflasi atau deflasi. (academyft.com)

Inflasi Jatim tereliminasi Oktober 2015 karena turunnya daya beli masyarakat.

Madiunpos.com, SURABAYA — Provinsi Jawa Timur kembali mengalami defllasi sebesar 0,19% pada Oktober 2015. Deflasi ini merupakan kali kedua sepanjang 2015, selain Februari lalu yang deflasinya menyentuh 0,52%.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jatim Sairi Hasbullah mengatakan kondisi deflasi pada Oktober 2015 tidak dapat dikategorikan sebagai prestasi. Pasalnya, kendati bayang-bayang inflasi Jatim dapat ditekan namun daya beli masyarakat terhadap komoditas tertentu sedikit menurun. Hal ini mengakibatkan menjamurnya suplai barang di pasaran tidak berimbang dengan permintaan konsumen yang cenderung melemah.

“Daya beli konsumen menurun yang berpengaruh terhadap permintaan. Oleh sebab itu, produsen di Jawa Timur beramai-ramai menurunnya harga jual. Ini yang menyebabkan deflasi Bulan Oktober,” katanya di Surabaya, Senin (2/11).

Ekspedisi Mudik 2024

BPS menyebutkan deflasi Jatim pada Oktober 2015 disebabkan oleh terjadinya indeks harga konsumen (IHK) pada empat kelompok pengeluaran. Kelompok pengeluaran dengan deflasi tertinggi adalah adalah kelompok bahan makanan sebesar 1,08%, disusul dengan kelompok sandang 0,16%, kelompok kesehatan 0,15% serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang masing-masing sebesar 0,01%.

Harga Cabai Jatuh
Di samping itu, paparnya, komoditas pemicu deflasi kali ini disumbang oleh jatuhnya harga cabai rawit, telur, ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, apel, melon, pepaya, emas perhiasan, parfum dan tarif listrik.

Sairi menerangkan, Oktober 2015 merupakan masa panen raya bagi komoditas cabai rawit, cabai merah dan melon serentak di beberapa wilayah Jawa Timur. Hal ini membuat pasokan komoditas tersebut melimpah di pasaran. “Namun melonjaknya suplai tidak dibarengi dengan meningkatnya permintaan konsumen”.

Di sisi lain, emas perhiasaan juga mengalami penurunan harga terkait spekulasi tentang kenaikan suku bunga The Fed. Sedangkan tarif listrik juga mengalami penurunan untung golongan tarif R2 dengan daya 3.500 VA hingga 5.000 VA dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas. Adapun tingkat penurunannya yaitu dari Rp1.523 per Kwh menjadi Rp1.507 per Kwh.

Deputi Direktur Bank Indonesia Perwakilan Jawa Timur Syarifuddin Bassara menyebutkan penurunan indeks keyakinan konsumen di Jawa Timur sudah terlihat sejak September lalu. Hal ini tercermin dari kecenderungan penurunan optimisme yang berdampak pada daya beli.

“Profil responden yang mengalami penurunan optimisme daya beli antara lain responden laki-laki dengan pengeluaran menengah-atas [Rp4,1 juta-Rp5 juta], kelompok usia tua [41-50 tahun], kelompok pascasarjana dan kelompok pekerja nonformal,” sebutnya.

Surabaya Deflasi Tertinggi
Penurunan indeks keyakinan konsumen, lanjut dia, dikerek oleh pergerakan negatif indeks ekspektasi konsumen (IEK) dan indeks kondisi ekonomi (IKE). Pemicu munculnya sentimen negatif tersebut terkait dengan terbatasanya ketersediaan lapangan pekerjaan di Jawa Timur yang mana nilai indeksnya menyentuh 72,3 poin. Poin tersebut merupakan titik terendah dalam dua tahun terakhir.

BPS kembali menyebutkan dari delapan kota IHK di Jatim, empat di antaranya mengalami deflasi dan empat sisanya mencatatkan inflasi. Deflasi tertinggi dicapai oleh Surabaya sebesar 0,34%, diikuti oleh Kabupaten Banyuwangi 0,35%, Kabupaten Jember 0,05% dan Kota Kediri 0,04%.

Deflasi Kota Surabaya juga mencetak rekor tertinggi dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Adapun Kota Semarang mengalami deflasi 0,16%, Kota Bandung 0,06%, Kota Jakarta 0,05% dan Kota Yogyakarta 0,01%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya