SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Januari 2019 hanya 0,32%, sedangkan tingkat inflasi tahun ke tahun (Januari 2019 terhadap Januari 2018) sebesar 2,82%. Inflasi Januari 2019 bukan hanya rendah, tapi juga tercatat sebagai yang terendah untuk periode yang sama dalam tiga tahun terakhir.

Sebagai perbandingan, pada Januari 2018, inflasi tercatat sebesar 0,62%. Sedangkan pada inflasi Januari 2017 sebesar 0,97% dan Januari 2016 sebesar 0,56%. Inflasi Januari 2019 hanya kalah dari Januari 2015 sebesar -0,24% atau mengalami deflasi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

BPS menyebutkan inflasi Januari 2019 terjaga berkat pasokan bahan pangan, terutama beras, yang cukup. Kepala BPS mengatakan inflasi Januari 2019 yang mencapai 0,32% disebabkan oleh harga-harga yang terkendali.

“Beras hanya naik 1,10%, andilnya hanya 0,04% [pada Januari 2019]. Beda situasinya dengan Januari 2018 dimana harga beras tinggi dan andilnya 0,24%,” papar Suhariyanto, Jumat (1/2/2019). Dia menegaskan kondisi ini juga dipengaruhi oleh stok beras di Bulog Januari 2019 yang mencukupi, berbeda jauh dengan Januari 2018.

Dari data historisnya, Suhariyanto menuturkan inflasi Januari tidak selalu tinggi. Pada Januari 2015, Indeks Harga Konsumen (IHK) terbukti deflasi 0,24%. Pada Januari 2009, BPS mencatat ada deflasi sebesar 0,07%.

Sementara itu ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan inflasi Januari 2019 relatif rendah disebabkan oleh harga minyak mentah relatif terjaga di bawah US$65 per barel. Pemerintah juga tidak menaikkan harga BBM dan tarif listrik. “Sementara itu, tarif angkutan, komunikasi dan keuangan deflasi disebabkan normalisasi harga tiket paska libur tahun baru,” kata Bhima. 

Dia menambahkan inflasi rendah juga dipicu oleh kurs rupiah yang menguat selama bulan Januari kemarin. “Alhasil, imported inflation tidak terjadi.”

Kendati inflasi Januari rendah, Bhima menegaskan pemerintah dan BI perlu mencermati inflasi volatile food atau bahan makanan seiring curah musim hujan yang tinggi. “Komoditas yang memiliki pengaruh besar ke inflasi pada awal tahun biasanya adalah beras,” ujar Bhima.

Dia menambahkan panen raya masih belum terlihat di semua wilayah hingga saat. Biasanya, pada Februari mulai surplus beras tapi masih tipis. Kemudian, puncak panen raya biasanya Maret-April. 

Bhima juga menyoroti  harga BBM dan tarif listrik bersubsidi, yang masih belum pasti pasca-Pemilu 2019. Padahal, ini sangat berkaitan dengan defisit transaksi berjalan dari sektor migas dan kondisi keuangan BUMN penugasan.  “Jika BBM dan tarif listrik naik, inflasi administered prices pasti akan terdorong,” katanya.

Terkait dengan angkutan udara, Bhima menegaskan kendati kontribusinya terhadap inflasi  relatif kecil karena bisa ditutupi oleh turunnya tarif angkutan darat dan laut pasca libur tahun baru. Tetapi  efek kenaikan tarif maskapai penumpang, dan kargo plus bagasi bisa memicu inflasi transportasi pada bulan Februari mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya