SOLOPOS.COM - Ilustrasi inflasi (Solopos Dok)

Solopos.com, JAKARTA – Tekanan inflasi diprediksi bakal terus meningkat jika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya jenis Pertalite dan Solar, dalam waktu dekat.

Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Faisal Rachman menyampaikan dampak yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM cukup besar. Menurut Faisal, kenaikan harga BBM tak hanya berdampak first round terhadap inflasi administered price, tetapi juga berdampak second round terhadap barang dan jasa lain selain BBM dan transportasi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Ini berarti inflasi utama dan inti dapat memanas secara signifikan setelah kenaikan [harga BBM],” kata Faisal dalam keterangan resmi, dikutip Bisnis, Rabu (24/8/2022).

Menurut perhitungan Bank Mandiri, apabila harga BBM jenis Pertalite dinaikkan dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, maka akan meningkatkan inflasi sebesar 0,83 ppt. Kenaikan harga Pertalite juga berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi sebesar -0,17 ppt.

Ekspedisi Mudik 2024

Kondisi yang sama juga bisa terjadi jika harga Solar naik dari Rp5.150 per liter menjadi Rp8.500 per liter. Dia mengatakan kenaikan harga solar subsidi akan memberikan kontribusi kenaikan inflasi sekitar 0,33 ppt dan berpotensi menurunkan pertumbuhan sebesar -0,07 ppt.

“Ini berarti tingkat inflasi pada tahun 2022 bisa lebih tinggi dari perkiraan kami saat ini sebesar 4,60 persen, [inflasi] berpotensi menuju sekitar 6 persen,” ungkapnya.

Baca Juga: Bagi Indonesia Kiwari, Krisis Pangan Laksana Bom Waktu

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan fakta-fakta terkait jebolnya subsidi energi sebesar Rp502 triliun yang telah dianggarkan pada APBN 2022.

Dia bahkan memperkirakan pemerintah harus nambah lagi anggaran subsidi, bahkan bisa mencapai Rp198 triliun. Meski demikian, dia mengaku penambahan subsidi tidak akan cukup jika tak dilakukan pembatasan.

“Nambah, kalau kita tidak menaikkan [harga] BBM. Kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan. Tidak ada apa-apa, maka Rp502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi bisa mencapai Rp698 triliun. Itu untuk subsidi tadi solar dan pertalite saja. Saya belum menghitung LPG dan listrik,” imbuhnya.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah dihadapkan pada tiga opsi atau skenario untuk mengatasi kondisi jebolnya anggaran subsidi energi. Pertama, menaikkan anggaran subsidi hingga mendekati Rp700 triliun, seperti perhitungannya—yang akan membebani kondisi fiskal.

Kedua, mengendalikan volume konsumsi BBM, terutama pertalite dan solar. Sri Mulyani menyebut bahwa dalam opsi ini, akan terdapat ketentuan siapa yang bisa dan tidak bisa membeli BBM bersubsidi, juga terdapat pembatasan berapa banyak pembelian BBM bersubsidi oleh setiap orangnya. “Ketiga, naikkan [harga] BBM-nya,” kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Konsumsi BBM Melonjak, DPR Usul Ada Fatwa MUI Pembelian BBM Subsidi

Senada, Bank Indonesia (BI) memprediksi tekanan inflasi makin tinggi jika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bakar minyak (BBM) subsidi dalam waktu dekat.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan tingkat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada keseluruhan 2022 dapat mencapai level 5,24 persen.

Menurutnya, tingkat inflasi pada komponen inti yang sebelumnya diperkirakan akan tetap terkendali dalam sasaran 2 hingga 4 persen, bisa naik hingga level 4,15 persen pada akhir 2022.

“Inflasi inti pada akhir tahun ini bisa sedikit lebih tinggi dari 4 persen, sekitar 4,15 persen. Dengan perkembangan itu, inflasi IHK di atas 5 persen atau 5,24 persen,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (23/8/2022).

Dia menjelaskan kenaikan harga komoditas global telah mendorong kenaikan inflasi yang tinggi pada komponen harga bergejolak (volatile food) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices) hingga Juli 2022.

Baca Juga: Awas! Menkeu Ungkap Anggaran Subsidi Energi Rp502 Triliun akan Habis

Tingkat inflasi harga bergejolak dan harga yang diatur pemerintah pada Juli 2022 masing-masing tercatat sebesar 11,47 persen dan 6,51 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Meski pemerintah telah menambah subsidi energi hingga Rp502 triliun, katanya, kenaikan BBM nonsubsidi turut memberikan andil pada kenaikan inflasi harga yang diatur pemerintah.

Di sisi lain, Perry khawatir tekanan pada inflasi inti akan terus meningkat sebagai dampak dari rambatan kenaikan inflasi pangan dan harga yang diatur pemerintah.

Dia menuturkan perkembangan inflasi tersebut menjadi salah satu pertimbangan BI untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen pada RDG Agustus 2022.

“Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan inflasi volatile food,” kata Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya