SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi berdialog langsung dengan buruh usai meresmikan pabrik garmen PT Nesia Pan Pasifik Clothing di desa Ketonggo, Ngadirojo, Wonogiri, Jumat (22/1/2016). Dalam kesempatan tersebut Jokowi juga meluncurkan Program investadi menciptakan lapangan kerja tahap III dan Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, JAKARTA — Pelaku industri tekstil menyayangkan produk impor mulai membanjiri pasar domestik. Padahal, saat ini pelaku industri itu sedang dalam tahap bangkit setelah hampir empat bulan dihantam pandemi.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyayangkan masuknya produk impor baik dalam bentuk kain maupun pakaian jadi. Pada saat yang sama, kinerja industri di Tanah Air masih jauh dari tahap menuju normal.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan saat ini produsen serat dan benang belum menunjukkan peningkatan produksi karena permintaan dari industri kain belum naik signifikan.

Heboh Kentut Member Twice Dijual Rp300.000? Cek Faktanya

“Aktivitas industri yang memproduksi kain tenun dan rajut pasca-pencabutan PSBB [Pembatasan Sosial Berskala Besar] sangat minim karena enggan mengambil risiko stok. Meskipun permintaan pasar menuju arah normal, namun justru pasar dibanjiri kain impor,” jelasnya lewat rilis kepada Bisnis.com, Rabu (15/7/2020).

Redma menjelaskan pasar domestik menjadi andalan sebagian besar produsen di tengah sepinya aktivitas pasar ekspor yang masih tertekan.

Sebelumnya APSyFI memproyeksikan pada Juli aktivitas industri tekstil akan mulai jalan dan berangsur normal pada September. Hal itu dengan asumsi pasar domestik menyerap sebagian besar produksi.

15 Orang Tewas Akibat Banjir Bandang Luwu Utara, 34 Orang Hilang

Produk Tekstil Impor Minim pada Kuartal I/2020

Redma menuturkan pada kuartal I/2020, barang impor tekstil di pasaran minim. Kondisi pasar saat itu sangat mendukung produk lokal sebagai akibat penutupan Pusat Logistik Berikat (PLB) tekstil serta diberlakukannya safeguard benang dan kain.

Adapun di kuartal II/2020 kegiatan pasar hanya tersisa sekitar 10 persen sebagai akibat pemberlakuan PSBB. Saat itu industri tekstil menonaktifkan sebagian besar lini produksi dan merumahkan karyawan.

“Kami mengira di kuartal III bisa kembali menikmati pasar domestik seperti di kuartal pertama, tetapi pasar kembali dibanjiri produk impor” tutur dia.

BMKG Pasang WRS Newgen di Boyolali, Klaten, & Wonogiri, Ini Fungsinya

APSyFI meminta pemerintah segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 77 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.

Menurutnya, aturan tersebut sangat tidak sesuai dengan semangat dalam mengendalikan impor tekstil. “Ini masa pemulihan ekonomi dari pandemi [Covid-19], kita perlu pasar domestik untuk produk nasional kita agar rakyat bisa kembali bekerja dan memperoleh penghasilan” katanya.

Ini Deretan Obat yang Diklaim Ampuh Lawan Covid-19, Ada yang Bikin Geleng Kepala

Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) mensinyalir bahwa penyakit lama yaitu impor borongan kembali kambuh. Ketua Umum IKATSI Suharno Rusdi mengatakan kasus impor di Batam yang menjadikan lima orang tersangka termasuk di antaranya oknum Bea Cukai menjadi gambaran praktik impor tekstil nonprosedural masih ada.

“Kami katakan bahwa modus impor seperti ini adalah legal karena dengan sepengetahuan Bea Cukai, namun menjadi unprosedural karena masuk dengan melanggar prosedur yang seharusnya” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya