Solopos.com, JAKARTA — Komnas Pengendalian Tembakau mendesak pemerintah tetap melakukan pengawasan dan pembatasan konsumsi rokok di Indonesia kendati industri rokok mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya.
Desakan itu dikemukakan Kabid Advokasi Komnas Pengendalian Tembakau Hakim Sarimuda Pohan, Senin (13/10/2014). Diakuinya, industri rokok kini terus melakukan PHK terhadap pekerja mereka, khususnya pada sektor sigaret kretek tangan (SKT). Namun, PHK itu menurut dia, hanyalah demi mengejar penghematan pengeluaran, yaitu karena industri rokok kini mengganti pekerja dengan mesin.
Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan
“Mereka menjadikan penurunan produktifitas dan alasan efisiensi untuk melakukan PHK tenaga kerja, sedangkan waktu akan dilakukan pembatasan konsumsi rokok dan aturan yang membuat peredaran rokok diperketat mereka juga beralasan ini mengancam kelangsungan pekerja, padahal mereka hanya mengejar penghematan pengeluaran yaitu mengganti pekerja dengan mesin,” tuduhnya.
Dia menambahkan, apabila menggunakan pekerja saat produksi rokok, industri harus mengeluarkan sebesar 12%-16% biaya produksi untuk membayar upah. Sedangkan dengan menggunakan mesin, biaya yang dikeluarkan untuk produksi hanya sebesar 0,2% dari total biaya produksi rokok. Pemerintah diminta untuk melihat akibat jangka panjang dari pembiaran konsumsi rokok di tengah masyarakat.