SOLOPOS.COM - Gapur pintu masuk Kampung Batik Laweyan (Rini Y/JIBI/Solopos.com)

Industri kreatif Solo salah satunya Kampung Batik Laweyan, kampung industri yang juga menjadi destinasi wisata.

Solopos.com, SOLO – Menyusuri jalanan Kampung Laweyan Solo seakan berada di lorong abad ke-19. Tembok keliling menjulang rapat bak benteng merupakan ciri khas permukiman kampung kuno, Laweyan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Peserta Keliling Kota Solo berjalan kaki menyusuri salah satu sudut Kampung Batik Laweyan, Minggu (23/12/2012) (searah jarum jam). Mereka juga mengunjungi bungker (ruang bawah tanah) di salah satu rumah warga Kampung Batik Laweyan. Para peserta juga naik andong melewati Kampung Batik Laweyan. (JIBI/Solopos/Dok)

Peserta Keliling Kota Solo berjalan kaki menyusuri salah satu sudut Kampung Batik Laweyan, Minggu (23/12/2012) (searah jarum jam). Mereka juga mengunjungi bungker (ruang bawah tanah) di salah satu rumah warga Kampung Batik Laweyan. Para peserta juga naik andong melewati Kampung Batik Laweyan. (JIBI/Solopos/Dok)

Di balik tembok tinggi itu, terdapat rumah-rumah besar berarsitektur unik dengan bungker bawah tanah, memadukan gaya Jawa, Eropa, Timur Tengah dan China.  Ini terlihat dari penggunaan corak jendela, pintu, dan lantai bermotif karpet Timur Tengah.

Seperti halnya rumah Jawa, bangunan beratap limasan memiliki halaman luas, memiliki bagian-bagian rumah seperti pendapa (ruang pertemuan), pringgitan (lorong penghubung), dalem (rumah utama), sentong (kamar tidur), gandok (bangunan tambahan di kanan kiri rumah), pavilium (ruang tidur tamu), pabrik, benteng dan regol (pintu gerbang).

Bangunan rumah di Kampung Batik Laweyan (kampoengbatiklaweyan.org)

Bangunan rumah di Kampung Batik Laweyan (kampoengbatiklaweyan.org)

Dosen Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. M Muqoffa, seperti diberitakan Solopos.com pada 2011 lalu menyebut bangunan rumah kuno Laweyan berlanggam Indische perpaduan Jawa-Eropa dan gaya-gaya klasik.

Keberadaan benteng mengelilingi rumah menyebabkan jalanan di Kampung Laweyan lebih mirip gang maupun lorong. Lorong-lorong Laweyan telah menjadi saksi kejayaan batik Laweyan pada era KH Samanhudi tahun 1911.

Kampung seluas 24,8 hektare yang terdiri atas tiga blok bangunan ini  merupakan kampung batik tertua di Indonesia. Catatan sejarah Laweyan yang ditulis RT Mlayodipuro sebagaimana dikutip dari kampoengbatiklaweyan.org, menyebutkan, sejarah batik Laweyan diawali pada  masa kerajaan Pajang abad ke-16. Ki Ageng Henis—putra Ki Ageng Selo, keturunan raja Majapahit Brawijaya V yang bermukin di Laweyan memperkenalkan batik kepada masyarakat Pajang.

Distribusi Batik

Distribusi batik Laweyan saat itu melalui Sungai Kabanaran yang terletak di selatan  pasar lawe atau pasar bahan baku tenun yang bernama Pasar Laweyan. Di dekat pasar itu terdapat bandar besar bernama bandar Kabanaran yang alirannya terhubung dengan bandar Nusupan tepi Sungai Bengawan Solo. Nusupan kini masuk wilayah administrasi Sukoharjo berbatasan dengan Kota Solo. Hingga akhirnya tersambung ke kawasan pesisir laut Jawa.

Pengrajin menyelesaikan proses pembuatan batik lukis di Kampung Batik Laweyan, Rabu (14/1/2015). (JIBI/Solopos/Dok)

Pengrajin menyelesaikan proses pembuatan batik lukis
di Kampung Batik Laweyan, Rabu (14/1/2015). (JIBI/Solopos/Dok)

Ketua Bidang Informasi Teknologi Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), Arif Budiman Effendi mengatakan keberadaan juragan batik Laweyan mencapai masa keemasan pada era KH Samanhudi, pendiri Serikat Dagang Islam.  “Pada masa itu nama Laweyan mulai dikenal luas,” ujarnya ketika ditemui Solopos.com, Selasa (23/2/2016), di kediamannya di Laweyan.

Ketua Umum FPKBL, Alpha Febela Priyatmono, dalam tayangan SoloposTV, mengatakan batik termasuk batik Laweyan mengalami penurunan pada awal tahun 1970-an hingga krisis ekonomi 1997. Pamor batik tradisional yang diproduksi warga Laweyan kolaps. Tahun 2004, merupakan titik nadir batik.

“Dari sinilah kemudian harus ada gerakan menyelamatkan batik dan lingkungannya. Akhirnya masyarakat Laweyan bersatu padu mengikrarkan Laweyan sebagai Kampung Batik. Alhamdulillah setelah ada gerakan itu dan batik juag diakui oleh UNESCO, batik tradisional merangkak bangkit lagi.”

Tahun 2004 menjadi momentum kebangkitan Kampung Batik Laweyan ditandai dengan berdirinya FPKBL . Serangkaian pelatihan manajerial dan teknik membatik difasilitasi pemerintah diberikan kepada masyarakat. Semangat warga menggelorakan batik Laweyan tak terelakkan. Mereka menata Kampung Batik Laweyan, kekayaan batik dan arsitektur bangunan kuno menjadikan Laweyan destinasi wisata unggulan Solo.

Lorong Digital

Laweyan telah menasbihkan diri sebagai kampung industri kreatif. Kekayaan desain motif batik, aneka sandang,  penataan kampung merupakan hasil kerja kreatif masyarakatnya. Tercatat ada sekitar 80 industri dan usaha kecil menengah (UKM) batik di Laweyan dengan jumlah showroom sekaligus lokasi belajar batik mencapai 92 rumah.

Salah satu sudut Kampung Batik Laweyan (JIBI/Solopos/Dok)

Salah satu sudut Kampung Batik Laweyan (JIBI/Solopos/Dok)

Lorong Laweyan memasuki era digital pada tahun 2008. Arif mengatakan saat itu warga Kampung Batik Laweyan diperkenalkan dengan piranti digital untuk menunjang kerja mereka. Digitalisasi ini untuk mendukung pemasaran batik, administrasi pembukuan, hingga memperkuat branding Laweyan sebagai kampung wisata batik Solo.

Internet kian dimasyarakatkan di Laweyan baik itu berupa website, pemanfaatan media sosial hingga pemanfaatan aplikasi smartphone. Dalam hal pemasaran produk, sedikitnya sudah ada 15 website UKM batik di Laweyan. Jumlah itu belum termasuk UKM yang berjualan lewat jejaring sosial baik itu Facebook maupun Instagram.

“Awalnya memang berat untuk mengenalkan teknologi digital ke warga. Kendalanya misalkan masih adanya mindset pemasaran tradisional [tatap muka pembeli dan penjual] paling utama, kemudian wawasan masyarakat yang belum mengetahui manfaat digital, keterbatasan waktu dan lainnya,” ujar Arif yang menjadi volunter untuk menggairahkan Laweyan sebagai kampung digital.

Ketua Bidang Informasi Teknologi FPKBL, Arif Budiman Effendi (Rini Yustiningsih/JIBI/Solopos)

Ketua Bidang Informasi Teknologi FPKBL, Arif Budiman Effendi (Rini Yustiningsih/JIBI/Solopos)

Pada 2015, Laweyan mewakili Solo dalam kompetisi kampung digital tingkat nasional. Proses digitalisasi produk batik Kampung Laweyan, menurut Arif dilakukan untuk pra produksi dan pascaproduksi. “Misalkan menggambar desain batik atau desain pakaian kami menggunakan aplikasi komputer yang ada. Kemudian juga pascaproduksi untuk pemasara produk kami via online. Untuk produksi tetep mempertahankan cara tradisional  menggunakan malam [lilin] panas, baik batik cap maupun batik tulis,” paparnya.



Seiring berjalannya waktu UKM Laweyan yang kini dijalankan oleh generasi ke-7 mulai intim dengan teknologi digital. Mereka makin masif menawarkan produk via online. Web Kampoengbatiklaweyan.org disajikan sebagai branding Laweyan. Kehadiran teknologi digital memangkas waktu dan efisiensi kerja. Tak perlu bertatap muka dengan buyer, komunikasi via email maupun aplikasi pesan memangkas waktu.

Layanan JNE (JIBI/Dok)

Layanan JNE (JIBI/Dok)

Pengiriman barang dengan memanfaatkan layanan ekspedisi seperti JNE Express yang telah memiliki 1.000 titik layanan di Indonesia menghemat biaya dan proses pengiriman. “Sekarang ini orang tinggal duduk di rumah bisa pesan apa saja dan mengirimkan apa saja. Kalau mau kirim barang pun nanti ada agen yang datang. Ketika kita jualan via online yang kita jual adalah gambar yang berkesan bagi konsumen, sekreatif bikin foto bagus namun tetap jujur,” lanjutnya.

Eni Rusmarin pemilik UKM Batik Marin Laweyan, mengatakan selain menjual produk secara fisik, dia juga memiliki website batikmarinlaweyan.com untuk menawarkan produk-produknya. “Ada juga yang pesan lewat website…ya lumayan,” ujarnya.

Catatan Solopos.com mengutip data dari Tech In Asia hingga 2015 pengguna internet Indonesia mencapai 82 juta orang merupakan tambang emas potensial bagi perdagangan online. Data dari Kementerian Informasi dan Komunikasi menyebutkan nilai transaksi E-commerce (perdagangan elektronik) pada 2013 mencapai Rp130 triliun. Data Tech in Asia  selama 2014 menyebutkan rata-rata belanja orang Indonesia menggunakan E-commerce mencapai US$444 (Rp5,95 juta/kurs Rp13.410)  per user. Data ini menunjukkan tren E-commerce yang kian disukai konsumen, ini seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat. E-commerce juga menimbulkan efek domino bagi sektor lain, seperti layanan distribusi barang.

Seirng dengan tuntutan serba praktis konsumen, Arif optimistis Kampung Batik Laweyan semakin dikenal di dunia digital. Lorong-lorong Kampung Laweyan yang bercat putih telah memudar menjadi lorong penanda transformasi peradaban.

Meski memasuki masa generasi tanpa batas ruang dan waktu, masyarakat Laweyan tetap memegang teguh nilai-nilai arif budaya tradisional. Era digital yang memberi kemudahan tetap disikapi dengan kerja keras dan sikap membumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya