SOLOPOS.COM - Beragam produk dari daur ulang sampah kemasan aseptik. Mebeler, eco board, atap rumah hingga suvenir di Fiber Pattana. (Rini Y/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO –Bagi Siti Aminah sampah menjadi sumber penghidupan. Warga Jl Kerinci Dalam VI No 16B, Sambirejo RT 003/RW 009, Kadipiro, Banjarsari, Solo itu membuat sampah menjadi beragam produk kerajinan.

Lantai terbuat dari limbah uang

Lantai berbahan baku limbah uang (kiri), limbah uang (kanan) di industri daur ulang sampah Siti Aminah,Solo. (Rini Yustiningsih/JIBI/Solopos)

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Koran bekas, bungkus bekas detergen, dus karton bekas hingga limbah uang dijadikan aneka suvenir kaya fungsi. Kotak tisu, gantungan kunci, pigura foto, topi, tas, hiasan sangkar burung, hanya sebagian kecil produk daur ulang produksi Siti. Produk-produk itu dijual seharga Rp3.000 hingga Rp100.00 per buah. Usaha yang dirintis Siti sejak 2009 itu telah menjadi home industry melibatkan warga di sekitar tempat tinggalnya.

Bermula dari modal Rp100.000 kini Siti sudah memiliki 50 pengrajin sebagian besar merupakan ibu-ibu rumah tangga di kampungnya. “Kita kerja sama dengan bank-bank sampah untuk mendapatkan pasokan bahan baku,” ujar dia ketika ditemui Solopos.com, Sabtu (5/10/2013), di kediamannya.

Trofi dan gangungan kunci

Trofi dan gantungan kunci di industri daur ulang sampah Siti Aminah,Solo. (Rini Yustiningsih/JIBI/Solopos)

Terbaru, Siti bersama rekan-rekannya tengah mengembangkan beberapa produk berbahan baku limbah uang. Limbah tersebut didapat dari Bank Indonesia (BI) Solo. Rata-rata sekitar 2,5 kuintal per bulan. “Kami dapat gratis dari BI,” kata perempuan berusia 40 tahun ini.

Hasilnya, limbah uang tersebut tak hanya dijadikan kunci namun juga lantai rumah dan ornamen dinding lainnya. “Ini belum tergarap, karena baru bulan ini produk limbah uang diluncurkan. Potensi besar lain yang belum tergarap yakni sampah kemasan karton minuman, kami belum tahu mau dijadikan apa” lanjutnya.

Kemasan aseptik

Beragam jenis kemasan aseptik (Rini Y/JIBI/Solopos)

Kemasan karton minuman atau kemasan aseptik merupakan kemasan yang melindungi produk makanan/minuman dari kontaminasi lingkungan luar. Proses pengemasan ini menggunakan teknik sterilisasi, seperti pada pengemasan makanan kaleng atau susu ultra high temperature (UHT).

Sampah kemasan aseptik belum tersentuh oleh tangan industri skala rumahan maupun besar.  Kondisi ini tidak hanya dialami Siti. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo, Rochana, mengatakan ada 20 industri rumahan daur ulang di Solo. Sebagian besar mereka bermain di daur ulang kain perca, koran bekas, bekas bungkus detergen dan lainnya.

Meja Hingga Dinding

Pabrik daur ulang sampah

Pembuatan eco board di Fiber Pattana Thailand (Rini Y/JIBI/Solopos)

Head of Operations SIG Combibloc Rayong Plan, Thailand, Joachim Ernst mengatakan Indonesia menjadi salah satu pasar penting bagi produk kemasan Comblibloc. Sebanyak 6 miliar pieces per tahun kemasan Combiblock beredar di pasaran Asia Pasifik termasuk Indonesia.

“Kertas karton yang digunakan hasil olahan kayu-kayu yang didatangkan dari hutan-hutan di Eropa yang telah disertifikasi FSC [Forest Stewardhip Council]. Termasuk kemasan aseptik SIG juga sudah FSC.  Kemasan aseptik bisa didaur ulang, kami berharap dari alam bisa untuk menjaga alam,” katanya kepada wartawan Indonesia yang melakukan kunjungan ke  SIG Combibloc Rayong, Thailand, Jumat (20/9/2013).

Ernst mengatakan komposisi kemasan aseptik memungkinkan untuk proses daur ulang itu. Bahan dari kemasan ini sebanyak 75 persen merupakan karton, 21 persen plastik dan 4 persen alumunium foil. “Semuanya bisa dipakai,” lanjutnya.

Daur ulang sampah kemasan aseptik

Beragam produk suvenir daur ulang sampah kemasan aseptik di Fiber Pattana (Rini Y/JIBI/Solopos)

Di Thailand, Fiber Pattana—pabrik pengolahan daur ulang, menjadi salah satu industri yang mengolah sampah kemasan.  Pabrik yang didirikan tahun 1996 dan dipimpin oleh Trivichak Yibintham ini menjadikan sampah kemasan aseptik menjadi produk aneka rupa. Perabotan menarik, kursi hingga meja, suvenir dari buku diary hingga pigura foto, bahkan atap bangunan, dinding peredam suara hingga perahu pun berasal dari sampah kemasan aseptik.

Sampah kemasan aseptik  diolah lebih lanjut dengan tahapan dijadikan bubur kertas, dicetak menjadi kertas hingga akhirnya menjadi aneka suvenir. Sementara, sisa kandungan plastik dan alumunium foil yang terurai dari bubur kertas itu, diolah kembali dan dicetak hingga menjadi eco board (pelapis dinding kedap suara) maupun atap rumah.

Tanpa sokongan pemerintah Pattana mampu menggerakkan semangat warga Thailand untuk mengumpulkan sampah kemasan. Setiap hari, Pattana membutuhkan 50 ton sampah kemasan. Dari jumlah kebutuhan itu baru terpenuhi sekitar 25 ton per hari.

Sampah-sampah itu dikumpulkan dari collection center atau pengepul yang tersebar di beberapa wilayah. Selain pengepul, Pattana juga membangun konsorsium bersama produsen kemasan aseptik.

Bagaimana collection center mendapatkan sampah kemasan? Trivichak menjelaskan pengepul mendapatkan sampah-sampah itu di pasar, sekolah, rumah sakit, rumah tangga, kuil maupun pabrik khusus untuk kemasan yang tak layak pakai. “Setiap mereka [pengepul] memiliki 15 ton, setor ke kami. Tapi itu tidak bisa setiap hari, padahal kebutuhan kami masih banyak. Imbalan bagi pengepul yakni produk jadi seperti board, kertas daur ulang dan lainnya,” kata pria ramah berkaca mata ini.

Masih minimnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah kemasan menjadi salah satu alasan kebutuhan tak bisa terpenuhi semua.

Potensi Indonesia & Lingkungan

Beragam produk dari daur ulang sampah kemasan aseptik. Mebeler, eco board, atap rumah hingga suvenir di Fiber Pattana. (Rini Y/JIBI/Solopos)

Beragam produk dari daur ulang sampah kemasan aseptik. Mebeler, eco board, atap rumah hingga suvenir di Fiber Pattana. (Rini Y/JIBI/Solopos)



Di Indonesia budaya membuang sampah belum mendukung tumbuh suburnya industri daur ulang, termasuk sampah kemasan antiseptik. Tidak semua sampah kemasan aseptik bisa terpakai. Syaratnya sebenarnya mudah, agar sampah kemasan bisa didaur ulang yakni dilipat, dibuang, dipisah.

“Sampah kemasan aseptik jangan tercampur dengan sampah lain. Nah untuk menciptakan budaya itu yang masih susah,” sambung Non Dairy Category Manager PT Ultrajaya Indonesia-produsen Teh Kotak, Adi Mulyawan.

Indonesia menyimpan potensi luar biasa industri daur ulang sampah, khususnya sampah kemasan aseptik, namun masih butuh partisipasi warga dan stakeholders untuk membuat industri ini lebih semerbak. Ini sejalan dengan pengakuan Regional Account Manager SIG Combibloc Indonesia, Ronny Hendrawan.

Rony mengatakan peredaran kemasan aseptik di Indonesia mencapai 4 miliar pieces setiap tahun atau sekitar 333 juta per bulan. Jumlah itu dipasok dari dua produsen kemasan aseptik yang ada di Indonesia yakni Tetrapack dan Combibloc. Dari jumlah 4 miliar tersebut hanya sekitar 1% sampah kemasan terserap ke industri besar daur ulang.

“Nah 4 miliar lalu ke mana sampahnya? Hanya 1% terserap, lalu sisanya? Terbuang di tempat pembuangan sampah, “ jelasnya.

Kadisperindag Solo, Rochana mengatakan industri daur ulang di Solo sebenarnya bisa menjadi sumber penghidupan. Ada ratusan pengrajin daur ulang sampah di Solo. “Masing-masing home industry memiliki sekitar 10-30 pengrajin. Kami melakukan pelatihan dan pembinaan ke pengrajin-pengrajin ini. Ada yang masih eksis seperti Bu Siti Aminah namun ada juga yang tidak,” jelasnya.

Seperti halnya Fiber Pattana untuk menyuburkan industri daur ulang butuh partisipasi masyarakat luas. Tak hanya pengrajin, pengusaha home industry hingga industri besar. Yang lebih penting, kata Siti, menumbuhkan kesadaran masyarakat dari mulai membuang sampah hingga pemakaian produk daur ulang lebih ramah lingkungan.

“Daur ulang itu menyangkut juga isu penyelamatan lingkungan. Kesadaran ini yang  belum masif, padahal potensi yang dimiliki Indonesia luar biasa. Sampah itu ya duit juga,” katanya.

Forest Stewardhip Council (FSC) Indonesia Representative, Hartono Prabowo, menyebutkan dengan memakai produk daur ulang, seperti halnya sampah kemasan aseptic maka ikut andil menyelamatkan lingkungan. Berdasarkan catatan FSC hingga 2010, dalam satu detik hutan seluas satu hingga dua lapangan sepak bola hilang karena alih fungsi lahan.

“Kurun waktu 2000-2006, 1,17 juta hektare per tahun hutan di Indonesia hilang sementara angka global dunia 13 juta hektare. Pemakaian produk daur ulang, bisa mengurangi penebangan hutan ini,” ujarnya.

Setiap 1.000 kg kertas karton daur ulang mengurangi penebangan 24 pohon di hutan yang berarti menyerap zat karbondioksida hingga 112 kg! Karbondioksida merupakan salah satu penyumbang pemanasan global.

Potensi daur ulang sampah kemasan aseptik tidak hanya terbatas pada potensi ekonomi, termasuk juga potensi penyelamatan lingkungan. Lalu sampai kapan potensi industri daur ulang sampah kemasan aseptik di Indonesia akan dibiarkan?  Butuh partisipasi berbagai pihak  untuk menumbuhkan Siti Aminah-Siti Aminah lain yang berani membuka wirausaha industri daur ulang sampah.  (Rini Yustiningsih/JIBI/Solopos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya