SOLOPOS.COM - Bus Transjakarta berusaha membelah kemacetan jalan di kawasan Harmoni, Jakarta, beberapa waktu lalu. Pemerintah diimbau lebih berkonsentrasi pada peningkatan kualitas transportasi umum massal beserta segala infrastrukturnya, dan bukannya mendukung aneka program mobil nasional. (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

Bus Transjakarta berusaha membelah kemacetan jalan di kawasan Harmoni, Jakarta, beberapa waktu lalu. Pemerintah diimbau lebih berkonsentrasi pada peningkatan kualitas transportasi umum massal beserta segala infrastrukturnya, dan bukannya mendukung aneka program mobil nasional. (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

SURABAYA – Pakar transportasi ITS Prof Dr Daniel M Rosyid menilai Indonesia tidak membutuhkan program mobil, termasuk mobil listrik, mobil murah, atau mobil ramah lingkungan sekalipun. “Yang dibutuhkan negeri ini bukan mobil pribadi bertenaga listrik sekalipun, tapi angkutan umum massal yang nyaman, konsisten, dan dapat diandalkan,” katanya di Surabaya, Rabu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Daniel pun mengritik pameran otomotif IIMS 2012 di Jakarta yang diresmikan Wapres Boediono. Pameran itu menjadi ajang peluncuran mobil ramah lingkungan. “Pameran itu bertolak belakang dengan Car Free Day yang digagas 150 kota se-Dunia pada September lalu, karena itu saya heran kenapa pemerintah mau meresmikannya,” katanya. Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS itu, mobil pribadi adalah penyebab ketidakadilan dan kesenjangan di dunia, bahkan mobil pribadi di Indonesia menuntut subsidi BBM dari APBN sebesar Rp100 triliun per tahun.

“Artinya, APBN itu habis untuk subsidi energi dan mayoritas mobil pribadi itu ada di Jawa, sehingga masyarakat luar Jawa tidak kebagian APBN dan BBM, termasuk sektor infrastruktur, irigasi, air bersih, listrik, jembatan, pelabuhan, dan sektor publik lainnya tidak kebagian APBN,” katanya. Ketidakadilan dan kesenjangan itu dipicu terjualnya 100 mobil baru setiap hari di Surabaya dan sekitarnya, atau 3.000 mobil per bulan, bahkan ATPM menargetkan penjualan mobil satu juta unit per tahun.

“Sekarang saja sudah perlu anggaran subsidi BBM sekitar Rp100 triliun per tahun, apalagi kalau mobil sudah satu juta unit per tahun. Itu belum termasuk ketidakadilan di jalan yang dikuasai mobil, sedangkan pejalan kaki dan pesepeda adalah pecundang, karena satu orang Indonesia mati di jalan setiap 30 menit saja,” katanya.

Oleh karena itu, katanya, Indonesia membutuhkan pengembangan sistem transportasi nasional yang multi-moda yang bukan bertumpu pada jalan, tapi pada rel kereta api, angkutan laut, sungai, dan penyeberangan. “Sebagai negara kepulauan, Indonesia perlu membangun paradigma baru pada dua sektor kunci yakni energi dan perhubungan. Sektor energi merupakan hajat hidup orang banyak, sedangkan perhubungan merupakan kunci kinerja logistik nasional se-Indonesia,” katanya.

Untuk kedua sektor itu, Indonesia juga harus membangun modernitas baru yakni modernitas tanpa mobil. “Pemakaian teknologi layar perlu dilihat kembali untuk angkutan laut dan perikanan, lalu kita lebih membutuhkan terminal bus, stasiun kereta api, dan pelabuhan, bukan mobil,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya