SOLOPOS.COM - Acara Berkebaya Bersama Ibu Negara tercatat dalam rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) itu sekaligus bentuk dukungan kebaya sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Empat negara serumpun yakni Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei bergabung dan sama-sama atau joint-nomination mengajukan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO. Indonesia memilih mengusulkan kebaya seorang diri tanpa melibatkan negara-negara lain dalam proses pengajuan atau single-nomination.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno berupaya mendorong dan menguatkan keputusan pemerintah yang telah menyepakati kebaya untuk diusulkan sebagai WBTB melalui mekanisme single-nomination.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dikutip dari siaran resmi, Selasa, Sandiaga mengatakan keputusan pemerintah ini didasarkan dari hasil rapat yang dilakukan antara Komisi X DPR RI, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenko PMK RI, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, dan Komunitas Kebaya.

“Jadi kebaya tidak lagi kita perlu perdebatkan. Ini tentunya budaya luhur milik anak bangsa dan telah diputuskan untuk menjadi single nomination,” kata dia.

“Dan tentunya kita akan mendorong dan menguatkan agar kebaya diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia untuk kemajuan pergerakan ekonomi, dan juga terciptanya peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat kita dalam meningkatkan taraf hidupnya,” ucap Sandiaga.

Baca juga: Harum Manis Mutiara Ajaib dari Dieng

Inkripsi Kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO dapat dilakukan melalui single nomination dan multi-national (joint) nomination, seperti yang dilakukan oleh Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei.

Pada 23 November 2022 keempat negara tersebut telah mendeklarasikan kebaya untuk diajukan ke Intergovernmental Committee Intangible Culture Heritage and Humanity (IGC ICH) UNESCO dan mengajak negara-negara serumpun termasuk Indonesia untuk bergabung.

Akan tetapi Indonesia memilih untuk menempuh prosedur single nomination. Mengingat saat ini Indonesia memiliki satu berkas aktif cycle yaitu Budaya Sehat Jamu yang akan dibahas dalam IGC ICH UNESCO di 2023.

Dan tiga berkas non-aktif cycle (dokumen berkas pengusulan sudah diterima oleh ICH UNESCO, namun belum masuk sebagai agenda pembahasan IGC ICH Meeting) yaitu Reog Ponorogo, Tenun, dan Tempe. Masing-masing pengajuan membutuhkan kurang lebih dua tahun sebelum diakui oleh UNESCO.

perempuan berkebaya solo
Ibu Negara Iriana Jokowi di tengah-tengah rombongan perempuan berkebaya di Jl Slamet Riyadi, Solo, Minggu (2/10/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

“Secara prosedur, single nomination tiap negara hanya memiliki kuota sebanyak satu budaya per dua tahun untuk mengajukan pencatatan kebudayaan kita sebagai warisan budaya tak benda. 

Sedangkan joint nomination dapat diajukan oleh dua atau lebih negara secara bersama-sama kepada UNESCO setiap tahun sekali tanpa mengurangi kuota yang dimiliki negara tersebut,” kata Sandiaga. Indonesia tidak hanya kaya akan alam yang indah tapi juga budaya serta tradisi.

Sejak 2013 Kemendikbudristek mencatat Indonesia memiliki 1.528 warisan budaya tak benda yang bisa diajukan ke UNESCO. Dan jika semua diusulkan ke UNESCO dibutuhkan 3.000 tahun karena hanya bisa diakomodasi setiap dua tahun.

“Dan UNESCO terus mendorong agar setiap negara mengembangkan status dari warisan budaya tak bendanya, sehingga mereka berkembang dari status negara yang tadinya tidak memiliki kebudayaan yang bisa diangkat, menjadi negara yang berkembang dan cenderung menjadi negara maju,” kata Menparekraf.

Baca juga: Potret Sukses Petani Muda, Kombinasi Ide dan Teknologi Jadi Kunci

Single Nominasi Bukan Berarti Milik Indonesia Sendiri

Indiah Marsaban, Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (U) dan pegiat budaya, dalam artikel yang dimuat di kebayaindonesia.org, menyebut suatu elemen budaya yang telah diinskripsikan dalam daftar Representative List of Intangible Cultural Heritage UNESCO hanyalah menyatakan bahwa budaya itu hidup (paling tidak sudah satu generasi diturunkan di suatu masyarakat) dan masyarakat tersebut berkomitmen untuk merawat dan menjaga budaya tersebut. 

Terdaftar di UNESCO bukan berarti pengakuan hak eksklusif atau hak milik dari suatu elemen budaya dan bukan tentang orisinalitas atau otentiknya suatu elemen budaya. Namun, maknanya adalah kontribusi elemen budaya tersebut pada nilai-nilai kemanusiaan dan keberlanjutan nilai-nilai universal untuk kemanusiaan. 

“Jadi terdaftar di UNESCO tidak ada kaitannya dengan asal-usul (origin atau asli/tidak asli) suatu budaya karena bisa saja suatu budaya hidup juga di negara lain,” ungkap Indiah.

Lebih lanjut disampaikan, asal-usul busana kebaya Indonesia pun masih diperdebatkan karena ada pengaruh dari Portugis, Arab, Cina dan lain-lain pengaruh melalui sejarah jalur perdagangan  di Nusantara. 

kebaya perempuan solo
Jumiyem, 73, setia memakai kebaya dalam kesehariannya berjualan buah-buahan di Pasar Gede Solo, Jumat (30/9/2022). (Solopos/Wahyu Prakoso)

Posisi Indonesia yang strategis di jalur perdagangan terutama di Asia Tenggara hingga Timur Tengah, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pintu masuk berbagai kebudayaan yang dibawa oleh para pedagang asing. Termasuk budaya berpakaian yang kemudian melebur dan beradaptasi dengan budaya setempat. 

Bahkan terdapat kemungkinan bahwa berbusana kebaya bisa dikategorikan sebagai shared culture bersama-sama negara-negara serumpun di Asia Tenggara, meskipun memiliki detail yang berbeda.

“Oleh karena itu, narasi yang digunakan untuk mempromosikan tradisi kebaya Indonesia sebaiknya tidak mendiskreditkan negara lain atau mengklaim bahwa negara lain akan mengambil suatu elemen budaya dari negara yang merasa memiliki budaya tersebut,” bebernya.

Sekali lagi, makna dari tercatatnya suatu elemen budaya di UNESCO bukan terkait hak kekayaan intelektual dan bukan hak kepemilika suatu budaya. Pencatatan suatu budaya pada daftar UNESCO hanya sebagai pengakuan bahwa budaya itu ada dan hidup di suatu wilayah tertentu dan masyarakatnya melestarikan budaya itu. 

Baca juga: Tips Petani Muda Sukses: Niat Dahulu, Nekat Kemudian

Indiah melanjutkan, lalu bagaimana jika berkebaya dikaitkan dengan nation pride atau national identity? Memang suatu elemen budaya bisa saja ada sense of identity tetapi tidak selalu harus dikaitkan dengan national identity karena elemen budaya itu merupakan ekspresi budaya kelompok tertentu yang mungkin memiliki ciri tertentu tetapi tidak selalu dikaitkan identitas bangsa. 

:Untuk membahas aspek ini, saya serahkan kepada mereka yang lebih ahli dalam bidang antropologi, psikologi, budaya, sosiologi dan bidang ilmu lain yang bisa menjawab argumentasi itu,” tulisnya.

Budaya Bersama Sebagian Negara ASEAN

Brunei, Malaysia, Singapore, dan Thailand telah mengajak Indonesia untuk menominasikan ‘kebaya’ sebagai shared culture secara multi-national nomination ke UNESCO yakni bersama-sama negara ASEAN.

Namun mayoritas suara dari komunitas di Indonesia yang mengusung kebaya goes to UNESCO menginginkan agar Indonesia menominasikan tradisi berkebaya secara single nation nomination (nominasi secara sendiri sebagai pihak negara tunggal).

Apa konsekuensinya jika Indonesia pada saat ini mengajukan tradisi berkebaya dengan cara single nation nomination dan tidak ikut bersama negara-negara ASEAN lain untuk multi-national nomination? Kebaya harus didaftarkan dulu sebagai WBTB nasional dan perlu ditentukan jenis kebaya apa yang akan didaftarkan sebagai WBTB nasional. 

Saat ini jenis kebaya yang sudah terdaftar sebagai WBTB nasional adalah kebaya labuh yang diajukan oleh Pemda Riau dan kebaya krancang yang didaftarkan oleh Provinsi DKI. Pendaftaran WBTB nasional harus dilakukan oleh pewaris WBTB melalui pemerintah daerah.

kebaya perempuan solo
Ny Darto Mulyono alias Lanjar, 74 (mengenakan pakaian kuning), mengemas kerengan/sejenis keripik jahe khas Solo di Pasar Gede Solo, Jumat (30/9/2022). (Solopos/Wahyu Prakoso)

Jadwal pendaftaran WBTB nasional di Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud dibuka setiap Maret dan pengumuman keputusan dimasukkannya dalam daftar inventaris WBTB nasional adalah pada Oktober setiap tahun. 



Dengan demikian jika kebaya akan didaftarkan sebagai WBTB nasional pada Maret 2023, keputusannya adalah pada Oktober 2023.

Sementara itu, mengingat bahwa siklus penerimaan nominasi di UNESCO untuk single nation nomination adalah hanya satu nominasi setiap dua tahun sekali yakni pada Maret, maka paling cepat Indonesia dapat mengajukan nominasi ke UNESCO adalah Maret 2024.

Itupun harus ikut antri dengan WBTB nasional lainnya seperti jamu, tempe, tenun dan reog Ponorogo yang sudah terlebih dahulu mau masuk “antrian” ke UNESCO.

Jika Indonesia tidak bergabung dalam multi-national nomination, maka pihak negara Brunei, Malaysia, Singapore dan Thailand akan tetap lanjut menominasikan kebaya pada Maret 2023, karena siklus penerimaan nominasi secara multinational nomination terbuka setiap tahun pada Maret.

Baca juga: Tambang Ilegal di Klaten Merusak Ekosistem Gunung Merapi

Jika pihak negara lain (state parties) sudah menominasikan kebaya ke UNESCO, maka Indonesia harus berbeda dari yang dinominasikan oleh pihak negara lain.

Alternatif lain adalah mengajukan nominasi tradisi berkebaya yang berciri khas Indonesia melalui extended nomination setelah nominasi diajukan secara bersama (secara multi-national nomination). Namun pola pengajuan nominasi seperti ini juga cukup rumit.

“Apapun pilihan strategi nominasi yang akan dijalankan oleh Indonesia, keduanya memiliki konsekuensi yang perlu dipertimbangkan secara komprehensif dan matang,” tukas Indiah.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya