SOLOPOS.COM - KRI Tjiptadi-381 TNI AL mengusir kapal Coast Guard China di Natuna Utara, belum lama ini. (Antara)

Solopos.com, SOLO -- China membantah telah melanggar kedaulatan Indonesia karena kapal patrolinya memasuki perairan Natuna belum lama ini. Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu justru menegaskan klaim China punya kedaulatan di perairan itu.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengklaim China memiliki hak untuk berlayar di dekat Kepulauan Natuna. Hal itu merespons nota protes yang dilayangkan Indonesia setelah dua kapal Coast Guard China dan puluhan kapal nelayan memasuki perairan Natuna Utara secara ilegal.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menanggapi pernyataan Kementerian Luar Negeri Indonesia bahwa klaim China tersebut tidak punya dasar hukum, Geng tetap membantahnya. Dia berdalih China mematuhi konvensi Internasional U.N. Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Padahal, konvensi itu mengakui adanya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

"Posisi dan dalil China patuh pada hukum internasional, termasuk UNCLOS,” kata Geng dalam konferensi pers di Beijing," Kamis (2/1/2020), dikutip Solopos.com dari laman Radio Free Asia, rfa.org.

“Jadi, Indonesia menerima atau tidak, itu tidak akan mengubah fakta objektif bahwa China punya hak dan kepentingan atas perairan terkait," klaimnya.

"Yang disebut pengakuan arbitrase Laut China Selatan adalah ilegal, batal, dan kosong, dan kami telah lama menyatakan China tidak pernah menerima maupun mengakuinya. Pihak China menentang setiap negara, organisasi atau individu yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk mengganggu kepentingan China," katanya.

Pernyataan sepihak ini sekaligus menolak putusan arbitrase internasional pada 2016. Saat itu, Pengadilan Arbitrase (The Permanent Court of Arbitrtion) di Den Haag, Belanda, memutuskan menyetujui komplain Filipina atas klaim China di Laut China Selatan.

Pengadilan Arbitrase tersebut memutuskan tidak ada dasar hukum atas klaim China soal hak sejarah di perairan kaya migas itu. Namun, Beijing secara sepihak menolak putusan itu.

Senin (30/12/2019) lalu, Kementerian Luar Negeri Indonesia memanggil Dubes China untuk Indonesia Xiao Qian dan menyampaikan protes kepada Beijing soal insiden di Natuna. Keesokan harinya, Geng menjawab protes Indonesia dan mengatakan China punya kedaulatan atas Kepulauan Spratly di Laut China Selatan dan perairan lain di dekatnya.

"China punya hak sejarah di Laut China Selatan dan nelayan China telah melakukan penangkapan ikan yang sah dan legitimate di dekat kepulauan itu," klaimnya.

Terakhir, Pemerintah Indonesia menegaskan China telah melanggar zona ekonomi eksklusif di Perairan Natuna. China juga dinilai telah melanggar hukum internasional yang telah disepakati dalam UNQLOS 1982.

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menekankan kembali bahwa telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal China di perairan Natuna yang merupakan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. ZEE telah disepakati dan ditetapkan oleh hukum internasional melalui UNQLOS 1982. China disebut juga merupakan salah satu bagian dari UNQLOS tersebut.

"Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNQLOS 1982," katanya di Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya