SOLOPOS.COM - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Solopos.com, JAKARTA–Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan pembangunan rendah karbon menjadi salah satu strategi transisi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.

Hal ini juga menjadi tulang punggung menuju ekonomi hijau untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045 dan mencapai nol emisi pada 2060.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Menko Perekonomian mengatakan komitmen pemerintah untuk membangun fondasi ekonomi hijau didukung dengan alokasi anggaran melalui skema APBN dan non-APBN dalam pembiayaan program ekonomi hijau.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) ini mengaku program ekonomi hijau inklusif dilakukan sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional.

Menurut Airlangga, ekonomi hijau dalam dokumen perencanaannya telah masuk dalam RPJMN 2020-2024 dengan tiga prioritas.
“Yaitu peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon,” tutur Airlangga saat acara Global Network Week di Universitas Indonesia, Selasa (15/3/2022).

Airlangga yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar menjelaskan anggaran perubahan iklim rata-rata mencapai 4,1% dari APBN. Dimana 88,1% di antaranya dibelanjakan dalam bentuk infrastruktur hijau sebagai modal utama transformasi ekonomi hijau di Indonesia.

Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon tertuang dalam UU No. 71/2021 dan Peraturan Presiden No. 98/2021 yang menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia sekitar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.

“Indonesia menetapkan target Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat jika mendapat dukungan internasional,” papar dia.

Airlangga mengaku tantangan pembangunan rendah karbon adalah sangat besarnya investasi yang dibutuhkan. Menurutnya, pendanaan perubahan iklim Indonesia membutuhkan Rp3.799 triliun jika mengikuti NDC atau komitmen berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon nasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Dana yang tersedia untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada 2020 adalah US$100 juta untuk diberikan kepada negara miskin dan berkembang. Hal ini sebagaimana dikonfirmasi pada COP-26 di Glasgow Scotland pada November 2021.

Pemenuhan lainnya berasal dari pendanaan internasional seperti GCF (Green Climate Fund) melalui program REDD+, sukuk hijau global, sukuk hijau ritel, APBD, pajak karbon, dan perdagangan karbon.

Menko Perekonomian mengatakan, harga jual karbon dunia saat ini 5-10 USD/ton CO2.

Hasil Kesepakatan COP-26 semakin meningkatkan permintaan global akan kredit karbon, sehingga membuat harga jual karbon menjadi lebih tinggi.

Ia mengatakan, hutan dan lautan Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan kredit karbon yang dapat ditransaksikan di tingkat global untuk pencapaian target penurunan emisi di banyak negara.

Pertemuan G-20 dapat digunakan untuk melakukan kerja sama ini dengan negara-negara maju.

Artinya, Indonesia memiliki potensi pendapatan senilai US$565,9 miliar atau setara dengan Rp8.000 triliun dari perdagangan karbon dari hutan, mangrove dan gambut.

Terdapat lima sektor penyumbang emisi karbon, yaitu kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk. Berbagai kebijakan pun telah disiapkan untuk menanggulangi emisi karbon di berbagai sektor tersebut.

Misalnya, kebijakan di bidang pertanahan, antara lain restorasi gambut, rehabilitasi mangrove, dan pencegahan deforestasi menjadi lahan pertanian.

Di bidang persampahan, termasuk pengelolaan sampah melalui ekonomi sirkular. Sektor fiskal mencakup penerapan pajak karbon dan penghapusan subsidi energi secara menyeluruh pada 2030.

Kebijakan yang diterapkan di bidang energi dan transportasi, misalnya dengan beralih ke kendaraan listrik hingga 95% dari total kendaraan dan menggunakan Energi Baru dan Terbarukan mendekati 100% pada 2060.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya