Jakarta–Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan indikasi korupsi pengelolaan hutan di Riau. Nilainya mencapai Rp 1,855 triliun sepanjang tahun 2002-2006 atau sama dengan Rp 371 miliar per tahun.
“Indikasi kerugian negara berdasar hasil audit BPK sebesar Rp 491,591 miliar. Hasil perhitungan ICW mencapai Rp 1,855 triliun selama 2002-2006,” kata peneliti ICW, Anggita Tampubolon dikantornya, JlKalibata Timur, Jakarta Selatan, Jumat (30/4).
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Hasil tersebut berdasar perhitungan penerimaan negara Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), tegakan kayu hilang dan luas lahan. ICW mengambil data dari BPK, BPS, Jikalahari, Statistik Kehutanan Riau, dan berbagai keputusan menteri.
Salah satu modus korupsi kehutanan tersebut, imbuh Anggita, yakni menetapkan harga kayu di bawah harga pasar. Nilainya bisa mencapai sepertiga dari harga normal sehingga selisihnya menjadi uang siluman.
“SK Menhut 2003 menetapkan harga kayu Meranti Rp 500.000/m3. Padahal harga pasar sesuai SK menteri terkait mencapai US 150/m3. Ada selisih yang dikalikan jutaan kubik, dan uangnya perlu dipertanggungjawabkan,” ucapnya.
Karenannya, ICW meminta semua pihak yang terkait dalam jejaring bisnis haram tersebut diseret ke pengadilan. Tidak hanya menteri, tetapi mencapai pejabat lapangan seperti kepala dinas, gubernur, pejabat perizinan, hingga bupati.
“Kemarin kita sudah melapor ke Satgas Anti Mafia Hukum. Kita juga tengah monitor di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah,” tukas Anggita.
dtc/ tiw