SOLOPOS.COM - ilustrasi (google img)

Solopos.com, JAKARTA — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bakal mewajibkan galon isi ulang atau galon guna ulang (GGU) mencantumkan label mengandung Bisfenol A (BPA). Saat ini mayoritas galon isi ulang di Indonesia berbahan polycarbonate (PC) yang disebut-sebut mengandung BPA.

Hal ini diperkirakan secara tidak langsung akan mendorong peralihan ke galon sekali pakai. Saat ini di Indonesia ada dua jenis galon yang digunakan, yakni polietilena tereftlat (PET) dan PC. Bila galon berbahan PC disebut-sebut mengandung BPA, sedangkan PET bebas BPA.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

BPOM berencana merevisi Peraturan BPOM No. 31/2018. Revisi Peraturan BPOM ini secara tidak langsung mendorong pelaku usaha beralih dari galon isi ulang ke produk sekali pakai.

Baca Juga: Belum Melanggar Batasan WHO, Galon Mengandung Banyak Mikroplastik

Dalam rencana aturan itu disebutkan bakal mewajibkan galon isi ulang yang berbahan PC untuk mencantumkan label mengandung Bisfenol A (BPA). Label BPA free atau bebas BPA, dapat dicantumkan pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) selain berbahan PC. Adapun, botol sekali pakai berbahan PET dan tidak mengandung BPA

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo, menjelaskan dengan sekitar 880 juta galon isi ulang yang beredar di pasaran saat ini.

Investasi dari galon isi ulang diperkirakan sebesar Rp30,8 triliun. Jika beralih ke galon sekali pakai, nilai investasi tersebut akan membengkak menjadi Rp51 triliun.

“Kalau menggunakan galon sekali pakai, [investasinya] sekitar Rp51 triliun setiap tahun, dan dampaknya yang akan cukup besar terhadap lingkungan,” kata Edy dalam webinar, Kamis (2/12/2021), sebagaimana dikutip dari Bisnis.com.

Baca Juga: Galon Isi Ulang Terancam Punah, Apa Dampaknya Bagi Industri Minuman?

Edy menjelaskan AMDK yang dikemas dalam galon mendominasi profil industri minuman. Secara pangsa pasar, 84 persen industri minuman dikuasai AMDK. Adapun, sisanya 12,4 persen dikontribusikan oleh minuman ringan lain, dan 3,6 persen dari minuman berkarbonasi.

Dari total pangsa pasar AMDK, 69 persen dikemas dalam galon guna ulang. “Di mana saat ini pelaku usahanya ada 900 unit, yang menyerap 40.000 tenaga kerja dan produksinya pada 2020 kurang lebih 29 miliar liter, jadi perlu kita pikirkan kalau akan mengganti ke galon sekali pakai,” ujarnya.

Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) menolak rencana revisi Peraturan BPOM No. 31/2018 tentang label pangan olahan.

Ketua Umum Aspadin Rachmat Hidayat mengatakan rencana revisi kebijakan ini bersifat diskriminatif karena hanya menyasar spesifik pada satu jenis olahan pangan, yaitu AMDK.

Baca Juga: Perusahaan Daerah Air Minum, Harusnya Airnya Bisa Langsung Diminum

Selain itu, menurutnya belum ada bukti saintifik yang menunjukkan bahaya penggunaan GGU dalam jangka panjang terhadap kesehatan. “Ini tidak urgent. Kalau BPOM mau mengatur, harus mengatur semua, atas dasar keadilan dan kesetaraan,” kata Rachmat dalam webinar, Kamis (2/12/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya