SOLOPOS.COM - Bus PO Sumber Makmur terparkir di garasi di Dukuh Sidomulyo, Desa Krikilan, Kecamatan Masaran, Sragen, Senin (15/8/2022). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Bisnis transportasi umum bukan lagi bisnis yang menguntungkan saat ini. Setidaknya ini yang dirasakan para pengusaha angkutan umum di Kabupaten Sragen.

Setelah banyaknya warga yang mulai memilih menggunakan kendaraan pribadi, pandemi Covid-19 “menyempurnakan” penderitaan pengusaha transportasi umum di Sragen.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebagian pengusaha ini ada yang masih bertahan, namun ada pula yang gulung tikar. Kondisi Perusahaan Otobus (PO) Sumber Makmur contoh paling konkret betapa perubahan kebiasaan dan pandemi memukul bisnis transportasi. Dirintis sejak 2003, perusahaan transportasi umum asal Dukuh Sidomulyo, Desa Krikilan, Kecamatan Masaran, Sragen ini terus menyusut bisnisnya.

Dulu PO Sumber Makmur memiliki 10 bus, kini tinggal enam unit. Edi Kristianto, si pemilik, telah menjual empat unit bus lain untuk menutup biaya operasional. Selama pandemi 2000-2021, bisnis transportasinya tutup total.

Ekspedisi Mudik 2024

Baru setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dicabut, Edi mulai mengoperasikan kembali armadanya. Namun, hanya satu unit yang beroperasi, melayani rute Solo-Sragen.

Baca Juga: Pria Sragen yang Lompat dari Jembatan Sapen Ditemukan Setelah 2 Hari

“Sebelum pandemi, bus Solo-Sragen dalam sehari bisa setor Rp150.000, sekarang hanya Rp50.000. Untuk menaikkan satu dua penumpang sekarang sulit, nombok,” terang Edi saat ditemui Solopos di garasi busnya, Senin (15/8/2022).

Penumpang bus Sumber Makmur hanya ada di rute Sragen hingga Palur, setelah itu dari Palur sampai Terminal Tirtonadi, Solo. Penumpang di jalur tersebut lebih memilih naik Batik Solo Trans (BST) yang gratis.

“Penumpang tentunya lebih memilih yang gratis,” keluh Edi.

Bahan Bakar Jadi Problem

Tidak hanya jumlah penumpang yang kian hari makin sedikit, pembatasan pembelian bahan bakar solar pun menjadi masalah lain yang dihadapi pengusaha angkutan umum. Termasuk Edi. Dalam sekali transaksi hanya diperbolehkan membeli Rp100.000 hingga Rp150.000. Jumlah ini tentu tidak cukup untuk operasional busnya. Selain itu, kelangkaan solar pun selalu menjadi masalah yang belum terselesaikan.

Untungnya, bisnis pariwisata justru mulai bangkit. Edi lumayan tertolong dengan mulai banyaknya warga atau komunitas yang plesiran ke luar daerah. Busnya sering disewa untuk mengangkut rombongan wisata.

Baca Juga: Operator Truk Meninggal Akibat Tertimpa Kontainer

Dalam sebulan, Edi bisa sampai empat kali mendapat pesanan. Biasanya rute yang dilayani hanya sekitar Wonogiri dan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. “Sewanya Rp1,5 juta,” kata dia.

Merosotnya bisnis angkutan umum di Sragen bisa dilihat dari data jumlah bus yang dirilis Badan Pusat Statistik Sragen. Pada 2018 terdapat 939 unit bus di Bumi Sukowati. Jumlahnya sempat naik di 2019 menjadi 1.051 unit bus, namun tersisa tinggal 512 unit bus pada 2021.

Penurunan bisnis juga dialami PO Harta Sanjaya yang kantor pusatnya di jalan Solo-Sragen, Masaran, Sragen. Pada 2017, mereka memiliki 31 unit bus, kemudian pada 2022 ini tinggal 15 unit, dengan sembilan unit untuk pariwisata dan enam lainnya untuk melayani rute antarkota antarprovinsi (AKAP).

PO Harta Sanjaya mulai dirintis sejak 1972 dengan mengembangkan bisnis angkutan perdesaan. Baru pada 1984 mulai merambah sektor bus pariwisata, rute antarkota dalam provinsi (AKDP) dan AKAP. Per tahun ini, mereka tak lagi melayani rute AKDP.

“Waktu pandemi untuk biaya operasional sering nombok, untuk bus yang tidak beroperasi saja membutuhkan perawatan. Kadang malah onderdilnya juga rusak,” terang perwakilan operasional PO Harta Sanjaya, Joko Supeno, saat ditemui Solopos.com di kantornya pada Senin.

Sebelum pandemi Covid-19,  karyawan Harta Sanjaya bisa ratusan orang. Saat ini jauh berkurang. per unit bus hanya terdapat dua orang karyawan (sopir dan kernet), mekanik dua orang, staf kantor empat orang, dan karyawan lapangan dua orang. “Dulunya per unit bus bisa tiga hingga empat orang,” ujar Joko.

Baca Juga: Cek Daftar Kendaraan yang Wajib Uji Emisi, Agar Tidak Kena Tilang

Joko mengaku kerugian yang dialami selama pandemi bisa mencapai Rp 4 milliar. Armada bus AKAP  Harta Sanjaya paling jauh melayani rute hingga Kalideres, Jakarta. Kemudian untuk bus pariwisata, paling dekat melayani ke Yogyakarta dengan biaya Rp2,6 juta hingga Bali dengan biaya Rp11 juta.

Kepala Bidang (Kabid) Angkutan Umum Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Sragen, Joko Purnomo, mengatakan musuh terbesar transportasi umum adalah mobil pribadi dan sepeda motor.

Minat masyarakat untuk naik transportasi umum juga berkurang, karena kini orang semakin mudah mendapatkan kendaraan pribadi. Tersedianya transportasi umum berbasis teknologi juga menggerus pangsa pasar bisnis transportasi tradisional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya