SOLOPOS.COM - Uji pasar BBM Pertalite di SPBU kawasan Gedebage, Bandung, Jumat (24/7/2015). (Rachman/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, SOLO — Imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi telah dirasakan langsung oleh masyarakat. Bagi para pelaju, BBM menjadi penyumbang pengeluaran harian mereka.

Seperti yang diungkapkan Heri Setiawan, 24, warga Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo yang bekerja di salah satu percetakan yang berlokasi di Kecamatan Laweyan, Solo. Jarak tempat tinggal Heri dengan kantor tempatnya bekerja kurang lebih 20 kilometer. Artinya, dalam sehari Heri harus menempuh 40 kilometer untuk berangkat dan pulang kerja.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Tangki sepeda motor matic Heri kurang lebih empat liter dan ia isi dengan BBM Pertalite. Saat harga Pertalite bersubsidi belum naik, Heri membutuhkan Rp30.000 untuk mengisi penuh sepeda motornya.

“Soalnya [butuh] Rp30.000 untuk membeli Pertalite untuk motor. Kalau ada sisa ya tambah isi Rp20.000 udah penuh,” kata dia kepada Solopos, Senin (12/9/2022).

Satu tangki penuh bisa ia habiskan selama tiga hari untuk tiga kali PP rumah ke kantornya. Dengan asumsi total jarak tempuh 120 km selama tiga hari.

Baca Juga: Mobil 1.400 CC Dilarang Pakai Pertalite, Sopir Ambulans Soloraya Terancam Tekor

Setelah harga Pertalite bersubsidi naik, Heri harus mengeluarkan biaya Rp40.000 untuk mengisi penuh tangki sepeda motornya. Artinya, ia harus menambah Rp10.000 untuk biaya BBM per tiga hari.

“{Kerasa] Banget . Lha biasanya kan dengan pembelian Rp15.000 [ditambah sisa di tangki] itu bisa dipakai dua hari PP. Sekarang paling enggak kalau ada sisa ngisi Rp20.000 baru penuh,” kata dia.

Sementara itu, Wafi, 21, mahasiswa Solo asal Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen, juga harus mengeluarkan biaya ekstra untuk biaya BBM. Jarak dari rumahnya di Jl Citrosancakan, Kecamatan Gemolong dengan kampusnya di Solo sekitar 26 kilometer.

Sehingga dalam sehari, Wafi harus menempuh perjalanan sekitar 52 kilometer untuk sekali pulang pergi. Jarak tersebut belum termasuk saat ia ada aktivitas di luar kampus seperti kegiatan organisasi seni yang ia ikuti.

Mulanya, Wafi mengaku pakai Pertamax. Seusai harga Pertamax naik, Wafi beralih ke Pertalite. Hal itu karena ia masih mengandalkan uang pemberian orang tuanya.

“Dulu pakai Pertamax, terus harganya naik. Karena [sumber keuangan] masih dari uang saku ya saya tidak cukup. Lalu saya beralih Pertalite, tapi kemarin naik, jadi ya sama saja lah [uang saku mepet],” tutur dia sambil tertawa.

Baca Juga: Imbas Kenaikan Tarif Ojol, Pengamat Prediksi Pengguna Beralih ke Motor Pribadi

Tangki BBM speda motor bebek yang ia pakai muat empat liter. Volume tersebut cukup untuk dua kali PP Gemolong – Jebres 52 kilometer selama dua hari.

Bila diisi penuh, Wafi harus mengeluarkan biaya Rp30.500 per liter. Harga tersebut saat harga Pertalite bersubsidi belum naik.

Kini, Wafi butuh setidaknya Rp40.000 untuk mengisi empat liter Pertalite. Artinya, ada selisih biaya Rp10.000 yang harus Wafi keluarkan per tiga harinya.

“Kalau full tank dulu bisa dibuat laju tiga hari. Itu enggak ada tambahan aktivitas,” terang Wafi.

Karena belum berpenghasilan sendiri, Wafi merasa berat dengan selisih biaya BBM yang harus ia keluarkan seusai kenaikan harga BBM.

“Kerasa banget. Yang biasanya uang saku bisa disisain sekarang habis. Terus ya emang harus ngurangin jajan sama rokok sekarang,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya