SOLOPOS.COM - Sejumlah kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah, Selasa (22/12/2015). (JIBI/Antara Foto/Oky Lukmansyah)

Pemberantasan illegal fishing jalan terus meski kebijakan Susi Pudjiastuti didemo pengusaha, termasuk nelayan Jakarta yang mogok hari ini.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, tidak ada nelayan terlibat dalam demonstrasi massal yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. “Nelayan mana yang demo? Wartawan tidak boleh mengatakan seperti itu,” ujar Susi saat menjawab pertanyaan wartawan di Yogyakarta, Selasa (11/10/2016).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ia menegaskan, hingga saat ini tidak ada nelayan yang berdemo karena kebijakan yang ia lakukan. Justru, katanya, yang melakukan demo adalah para pengusaha yang kerap melakukan pelanggaran terhadap kebijakan perikanan Indonesia. “Yang demo di Muara Baru (Jakarta) itu kan sebenarnya para pengusaha, namun menyuruh karyawannya untuk melakukan demo,” ungkapnya.

Menurut dia, dengan penindakan tegas terhadap praktik illegal fishing yang dilakukan pemerintah mengakibatkan para pengusaha yang terbiasa mendapatkan keuntungan dari praktik terlarang itu bergerak untuk mengubah kebijakan.

Ekspedisi Mudik 2024

“Mereka akan lakukan semua cara untuk bisa membatalkan kebijakan perang terhadap illegal fishing. Mendatangi para pejabat negara, atau pihak-pihak yang dianggap bisa melakukan itu. Tapi saya yakin, Presiden Jokowi sudah firm untuk memberantas praktik illegal fishing itu,” tegas dia.

Hari ini, para awak kapal nelayan di Muara Baru, Jakarta Utara, melakukan mogok massal. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengatakan kenaikan tarif sewa lahan yang dilakukan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) di Pelabuhan Muara Baru membatasi nelayan perikanan tangkap untuk berproduksi. Kenaikan tarif dari tarif Rp236 juta menjadi Rp1,558 miliar per hektare atau mencapai 450 persen, dianggap memberatkan nelayan.

“Kebijakan ini utamanya memberatkan para pelaku perikanan [nelayan, buruh, ABK, dan tenaga kerja tidak langsung]. Kita imbau terapkan Inpres No. 7/2016, serta jangan sampai kepada pelaku usaha dalam negeri kita membatasi khususnya perikanan tangkap untuk berproduksi,” ujar Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI Martin Hadiwinata kepada Okezone di Jakarta, Senin (10/10/2016).

Adapun, Inpres No. 7/2016 berisi kenaikan tarif sewa lahan sebesar 20 persen dan waktu sewa 10 tahun. Sekedar informasi, hari ini ribuan nelayan hingga anak buah kapal di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara, melakukan aksi mogok kerja. Aksi mogok kerja dilakukan karena kenaikan biaya sewa lahan dan waktu sewa hanya lima tahun, serta rencana pengosongan pabrik pengolahan ikan.

Sebelumnya, Susi Pudjiatuti menyampaikan pemberantasan kejahatan perikanan terus dilakukan terutama kapal-kapal besar. “Kami lakukan step-step, dianalisis dan evaluasi. Semua diawali dengan moratorium penangkapan ikan oleh kapal-kapal besar selama setahun. Kemudian dilakukan larangan transshipment. Kami evaluasi kegiatan illegal fishing yang terjadi,” ungkap Susi di Hotel Hyatt Sleman, Senin (10/10/2016).

Menurut hasil analisis dan evaluasi menunjukkan, sebanyak 1.132 kapal eks asing terbukti melakukan kejahatan perikanan (fisheries crime). Kapal-kapal itu bukan hanya terlibat kejahatan perikanan tetapi juga kejahatan kemanusiaan (human trafficking), perbudakan hingga penyelundupan narkotika. “Di sana juga terjadi drugs smuggling yang merusak generasi anak muda Indonesia. Kalau dibiarkan itu akan melemahkan masa depan bangsa,” lanjutnya.

Susi menyebut, kejahatan perikanan juga mengakibatkan negara rugi hingga triliunan rupiah. Kerugian tersebut salah satunya dialami sektor bahan bakar minyak. Pasalnya, kapal-kapal asing tersebut mencuri minyak di perairan Indonesia. “Minyak itu dipakai untuk melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan kita,” akunya.

Pelaku illegal fishing, lanjut Susi, melakukan tindak pencucian uang, pidana korupsi dan merusak tatanan good government. Indonesia, katanya, mendukung agar kejahatan perikanan diakui sebagai kejahatan lintas negara yang teroganisir. Hal ini didasarkan atas bukti yang dilakukan KKP terkait penegakan hukum atas kejahatan perikanan. “Mereka yang ditindak tidak hanya ABK, tetapi juga kapal-kapalnya. Kapal-kapal itu memiliki stok bendera dari berbagai negara,” terang Susi.

Menurutnya, pemberantasan illegal fishing yang dilakukan selama ini bukan saja karena keberanian KKP, tetapi juga merupakan hasil kinerja berbagai instansi yang disetujui oleh Presiden Jokowi. “Sebenarnya ini faktor keberanian Bapak Presiden Joko Widodo yang memberikan kepercayaan untuk menjadikan laut Indonesia sebagai masa depan bangsa. Tanpa itu, tidak mungkin saya bisa melaksanakan pekerjaan yang luar biasa besar ini,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya