SOLOPOS.COM - Suhanti, 52, warga Dukuh Pengkol, RT 026/RW 009, Desa Kaligawe, Kecamatan Pedan merajut benang untuk dibuat menjadi tas di rumahnya, Rabu (5/10/2022). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Dukuh Pengkol, RT 026/RW 009, Desa Kaligawe, Kecamatan Pedan menjadi pusat perajin tas rajut. Sekitar 80 persen warga di RT tersebut menekuni usaha menjadi perajin rajut secara turun temurun.

RT 026/RW 009, Dukuh Pengkol berada di sisi paling timur Desa Kaligawe, berbatasan dengan Desa Kupang, Kecamatan Karangdowo. Daerah itu memiliki kondisi lingkungan berupa tanah lempung dan dipenuhi pepohonan jati. Wilayah kampung itu berdekatan dengan Gunung Wijil.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tak ada yang tahu pasti, sejak kapan kerajinan rajut digeluti warga di kampung itu. Begitu pula dengan ketua RT setempat, Slamet, 49, bersama istrinya, Suhanti, 52, yang menjadi perajin rajut melanjutkan keahlian merajut dari nenek serta orang tua Slamet.

Slamet menjelaskan wilayah RT 026 dihuni sekitar 75 keluarga. Dari jumlah itu, sekitar 80 persen warga di kampung setempat menekuni usaha merajut. Sisanya merupakan pekerja, termasuk pekerja pabrik.

Jenis barang yang dihasilkan dari merajut terus mengalami perkembangan. Puluhan tahun silam, warga merajut benang wol menjadi kopiah. Selain itu, warga merajut membikin baju serta sepatu bayi.

Baca Juga: Payung Juwiring & Putaran Miring Gerabah Melikan Jadi Warisan Budaya Nasional

Seiring perkembangan zaman, warga merajut membikin topi dan kini berkembang menjadi tas. Bahan baku yang digunakan juga berkembang dari semula benang wol hingga saat ini menggunakan hasil sortir benar jin.

“Barangnya mengikuti pasar. Sekarang yang lagi ramai tas,” kata Slamet saat ditemui di rumahnya, Rabu (5/10/2022).

Proses produksi dilakukan secara manual, mulai dari memintal benang hingga proses merajut. Dari tangan warga Pengkol, kini dihasilkan tas rajut cantik dengan aneka hiasan.

Ukuran tas pun beragam, mulai dari ukuran kecil yang cocok untuk wadah ponsel serta bisa menjadi dompet hingga tas ukuran besar. Tas ukuran besar biasa digunakan sebagai perlengkapan ibadah seperti Al-Qur’an, mukena, dan lain-lain.

Baca Juga: Batik Lurik Prasojo Klaten, Berkembang Pesat Berkat Inovasi Kekinian

Jumlah tas yang bisa diproduksi per hari beragam tergantung ukuran serta kerumitan dan tambahan bahan. Harga tas bervariasi tergantung ukuran mulai dari Rp10.000 per tas hingga Rp35.000 per tas dari tempat produksi yang dikelola Slamet bersama istrinya.

Tas rajut disebut-sebut lebih kuat dan awet dibandingkan tas yang dibikin menggunakan bahan kain. Tas hasil rajutan warga Pengkol dipasarkan ke berbagai daerah melalui pengepul.

Tas hasil rajutan warga itu dipasarkan ke berbagai daerah di wilayah Pulau Jawa. Tas itu disebut-sebut masjid ke taman wisata Candi Borobudur.

Dulu, barang hasil rajutan warga setempat dipasarkan hingga ke Papua. Saat itu, warga ramai-ramai membikin topi rajut. Namun, pasca gempa bumi 2006 yang mengguncang wilayah Jateng dan DIY, pemasaran sempat terhenti dan penjualan topi rajut ke Papua ikut terhenti.

Baca Juga: Berawal saat Pandemi Covid-19, Payung Batik Bayat Klaten Kini Tembus Amerika

Slamet mengatakan masing-masing warga yang menggeluti usaha kerajinan merajut memiliki pasar masing-masing. Dia berharap ada bantuan modal serta pendampingan pemasaran agar tas rajut bikinan warga Pengkol kian dikenal.

Sementara itu, Suhanti mengatakan keahlian merajut dia peroleh dari almarhum mertuanya. Saat itu, dia hanya melihat kemudian meniru cara mertuanya dalam merajut. Suhanti bersama Slamet mulai rutin menggeluti usaha merajut sejak 1999 setelah merantau di Kalimantan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya