SOLOPOS.COM - Djoko Subinarto, Penulis lepas. Alumnus Universitas Padjadjaran. (FOTO/Istimewa)

Djoko Subinarto, Penulis lepas. Alumnus Universitas Padjadjaran. (FOTO/Istimewa)

Sejak 1988, tanggal 31 Mei rutin diperingati sebagai World No Tobacco Day alias Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Adalah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang pertama kali menggagas sekaligus menetapkan Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut WHO, penetapan Hari Tanpa Tembakau Sedunia bertujuan antara lain untuk, pertama, meningkatkan kesadaran publik terkait bahaya penggunaan dan penyalahgunaan tembakau. Kedua, menginformasikan kepada publik ihwal strategi bisnis industri tembakau. Keempat, menyebarluaskan gerakan antitembakau yang digagas WHO. Kelima, mempromosikan gaya hidup sehat dalam masyarakat. Keenam, menyiapkan berbagai cara untuk melindungi generasi mendatang dari bahaya penggunaan tembakau.

Dewasa ini ditaksir terdapat kurang lebih 1,3 miliar perokok aktif di seluruh dunia. Jika tren merokok dunia tidak mengalami perubahan, jumlah perokok aktif  dunia akan menjadi 1,6 miliar pada 2025. Indonesia saat ini tercatat sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar nomor tiga setelah China dan India. Berbagai sumber menyatakan ada sekitar 65 juta penduduk Indonesia yang kini menjadi perokok aktif.

Ekspedisi Mudik 2024

Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia masih belum berhasil membatasi akses rokok bagi warganya, terutama anak-anak.  Global Youth Tobacco Survey Indonesia pernah melaporkan lebih dari 37,3% pelajar kita terbiasa merokok dan tiga di antara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok saat berumur di bawah 10 tahun. Selain itu, sekitar 64,2% anak sekolah terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Totalnya lebih dari 43 juta anak Indonesia saat ini akrab dengan asap rokok.

Sebagai generasi harapan bangsa, sesungguhnya anak-anak kita harus sejak dini dijauhkan dari rokok. Bagaimana pun merokok tidak bermanfaat sama sekali. Banyak kajian menyimpulkan bahwa asap rokok memuat 4.000 senyawa kimia. Dari jumlah tersebut,  200 senyawa di antaranya adalah zat beracun serta 43 senyawa  di antaranya pemicu kanker.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada 2020 mendatang penyakit yang berkaitan dengan kebiasaan merokok akan menjadi masalah kesehatan utama di banyak negara. Di samping itu, kebiasaan merokok diyakini bisa menjadi jalan masuk untuk mengonsumsi zat-zat adiktif lainnya, semisal narkotika. Secara global, konsumsi rokok membunuh satu orang setiap 10 detik.

Sangat boleh jadi semakin akrabnya dan semakin banyaknya anak-anak kita yang merokok salah satunya karena gencarnya iklan rokok dan mudahnya produsen rokok melakukan promosi di mana-mana di negeri ini.

Iklan rokok dengan mudah bisa ditemui hampir di setiap tempat dan media di Indonesia. Mulai dari koran, majalah, televisi hingga papan iklan besar di pinggir-pinggir jalan. Bukan hanya itu, produsen rokok rajin memasarkan rokok secara tidak langsung seperti menjadi sponsor untuk konser musik di sekolah, acara pertandingan olahraga atau pemberian sampel rokok gratis kepada para remaja.

Berbagai kegiatan yang disponsori oleh perusahaan rokok, misalnya, bahkan secara jeli telah menjadikan kegiatan promosi rokok sebagai salah satu bentuk program tanggung jawab sosial perusahaan. Umpamanya saja dengan memberikan beasiswa pendidikan bagi anak-anak berprestasi.

Menurut para pegiat antitembakau, selain mendorong anak dan remaja untuk mencoba merokok sehingga kemudian menjadi perokok aktif dan tetap, iklan rokok dapat menciptakan kesan bahwa merokok akan memudahkan anak untuk bergaul, bahkan dianggap wajar tanpa memedulikan bahaya rokok bagi kesehatan.

Mengingat berbagai dampaknya yang membahayakan, di banyak negara iklan rokok sudah tidak boleh lagi ditayangkan di televisi atau di tempat-tempat publik. Selain membatasi tayangan iklan rokok, di banyak negara restriksi ketat dalam penjualan rokok juga diberlakukan.

Sayangnya, hal seperti ini masih belum diterapkan di Indonesia. Perhatikan saja, demikian gampangnya anak-anak dan remaja di Indonesia memperoleh rokok. Penjual rokok dapat dengan mudah ditemui di mana-mana. Tidak ada larangan sama sekali untuk anak-anak atau remaja membeli rokok.

Saya pikir, selain harus segera membatasi promosi rokok, sudah saatnya Indonesia membuat dan memberlakukan aturan tegas yang yang mampu mencegah penjualan produk rokok pada anak-anak atau remaja.

 

Lingkungan sekolah

Hal lainnya, untuk mencegah semakin akrabnya anak-anak dan remaja kita dengan asap tembakau, sudah saatnya pula untuk segera menjadikan seluruh lingkungan sekolah di negeri ini sebagai lingkungan yang benar-benar bebas rokok. Dengan demikian, siapa pun–tanpa kecuali–tidak diperkenankan merokok di lingkungan sekolah. Jika perlu, salah satu syarat perekrutan guru dan anggota staf sekolah adalah tidak merokok.

Tentu saja, membatasi tayangan iklan rokok, membatasi penjualan rokok serta menjadikan lingkungan sekolah sebagai kawasan bebas rokok merupakan langkah yang sulit jika pengelola negara ini selalu berpatokan pada soal pendapatan yang diperoleh dari cukai rokok.

Memang tidak bisa dimungkiri industri rokok selama ini mengucurkan uang yang tidak sedikit ke kas negara. Pada 2010 lalu, pendapatan negara dari cukai rokok mencapai Rp56 triliun. Pada 2011, penerimaan tersebut meningkat menjadi Rp70 triliun.

Apakah karena menguntungkan kas negara lantas pengelola negara dengan mudah membiarkan anak-anak dan remaja negeri ini menjadi budak tembakau? Di negara-negara lain, di mana pengelola negaranya betul-betul memikirkan kesehatan warganya, langkah-langkah membatasi promosi rokok dan penjualan rokok serta menjadikan semua lingkungan sekolah sebagai kawasan bebas rokok bisa dengan gampang dilakukan tanpa ketakutan harus kehilangan pendapatan negara. Pilihannya dalam hal ini cuma dua: apakah kita lebih mencintai uang atau lebih mencintai anak-anak kita, generasi penerus kita?

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya