SOLOPOS.COM - Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) resmi dideklarasikan pada Rabu (27/4/2022) di Jakarta. (JIBI/Bisnis/Szalma Fatimarahma)

Solopos.com, JAKARTA — Menyebut kata dokter, ingatan orang awam langsung tertuju pada Ikatan Dokter Indonesia atau IDI. Maklum, IDI yang didirikan pada 24 Oktober 1950 itu menjadi rumah besar dan tunggal bagi para dokter di Tanah Air.

Namun per Rabu (27/4/2022), IDI tak lagi menjadi rumah tunggal bagi para dokter di Tanah Air. Sejumlah dokter yang dipimpin Staf Khusus eks Menkes Dokter Terawan, yakni Brigjen TNI (Purn) dr. Jajang Edi Priyatno mendeklarasikan organisasi profesi dokter tandingan IDI yakni Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Deklarasi ini hanya empat hari setelah Ketua Umum PB IDI M. Adib Khumaidi dan jajaran pengurus baru IDI bertemu dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.

Persoalan yang dibahas adalah pemecatan permanen Terawan pada Muktamar IDI ke XXXI di Aceh pada akhir Maret 2022.

Pada agenda itu, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI merekomendasikan Terawan dipecat permanen karena dinilai melanggar etika profesi kedokteran.

Baca Juga: Terawan Dipecat, Begini Respons Panglima TNI saat Bertemu Ketum IDI

Ekspedisi Mudik 2024

Terawan yang mantan Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu dinilai melanggar etik dalam hal penelitian Vaksin Nusantara untuk Covid-19, dan digital substraction angiography (DSA) sebagai terapi pada penderita stroke.

Berdasarkan surat tertanggal 8 Februari 2022 MKEK Pusat IDI, Terawan dipecat salah satunya dikarenakan melakukan promosi Vaksin Nusantara sebelum penelitiannya selesai.

Keputusan MKEK tersebut dibahas pada sidang khusus Muktamar IDI XXXI pada 21-25 Maret 2022.

Konflik Terawan dengan IDI bukanlah hal baru. Persoalan DSA muncul pada periode 2013-2016.

Baca Juga: RST Slamet Riyadi Solo Pastikan Tetap Pakai Terapi DSA Inovasi Terawan

Dalam Salinan surat MKEK yang diunggah okter Nirwan Satria yang juga Pengurus IDI Jambi lewat akun twitternya @nirwan_satria, disebutkan Terawan telah melakukan tindakan terapi/pengobatan terhadap stroke iskemik yang dikenal sebagai brain washing (BW) atau brain spa (BS), melalui diagnositik DSA sejak Juli 2013, dan metode tersebut pada saat itu belum ada evidence based medicine (EBM).

“Terlapor telah beraudiensi di kantor MKEK PB IDI (30 Agustus 2013). MKEK menyarankan terlapor menuliskan dasar-dasar medis tersebut di dalam majalah ilmiah/buletin di RSPAD,” tulis MKEK IDI yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR-RI (9/4/2018) oleh Ketua MKEK Pusat Dr. Broto Wasisto (almarhum).

“Beliau menyanggupi untuk menuliskannya dalam majalah neurologi, dalam waktu 3 bulan mulai saat 30 Agustus 2013, namun sampai sekarang tidak ada laporan ke MKEK.”

Baca Juga: Menkes Bantu Damaikan IDI dan dr Terawan

Konflik Terawan yang berpangkat letnan jenderal (letjen) TNI dan bergelar profesor itu akhirnya berujung pemecatan permanen setelah melewati serangkaian proses yang menyertakan IDI dan kolegium kedokteran.

Kolegium adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu.

Dalam kasus DSA ini adalah kolegium neurologi (Perdossi) dan radiologi (PDSRI). Seperti diketahui, Terawan adalah dokter spesialis radiologi lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Setelah Muktamar IDI memutuskan Terawan dipecat, muncul pro dan kontra di tengah masyarakat, termasuk politikus, pejabat, dokter, hingga pasien. Ada yang mendukung dan menolak keputusan itu.

Baca Juga: Ada Kesempatan Bela Diri, Pemecatan dr. Terawan Bisa Dianulir?

Persoalan ini pun ramai di jagat maya. Sejumlah anggota DPR RI mengeluarkan pendapat dan mendesak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengambil sikap menyelesaikan kisruh Terawan versus IDI.

Komisi IX PDR RI memanggil pengurus IDI, dan para mantan pengurus IDI untuk mendengar persoalan yang mendasari pemecatan Terawan. Pada intinya wakil rakyat meminta IDI direformasi, meskipun ada yang meminta IDI dibubarkan.

Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago, misalnya, mempertanyakan sikap IDI yang memecat Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI, saat RDPU pada 6 April 2022 di DPR.

Irma menilai, IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter tidak melakukan pembinaan kepada setiap anggotanya. Padahal, IDI bertujuan menjamin kesehatan rakyat Indonesia, serta mempertinggi derajat kesehatan rakyat Indonesia.

Baca Juga: Dipecat Permanen IDI, Begini Dampaknya bagi Terawan

“Saya memandang sama seperti serikat pekerja yang memiliki fungsi melindungi anggotanya, memberdayakan anggotanya. Kemudian, men-support anggotanya, bukan memecat anggotanya,” kata politikus Nasdem itu.

Ingar-bingar pemecatan Terawan membuat jajaran pengurus baru IDI menemui Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, karena Terawan adalah pensiunan TNI AD berpangkat letjen.

Pada pertemuan itu, Panglima TNI menekankan status Terawan dipecat dari keanggotaan IDI. “Jadi mengeluarkan dari IDI?” tanya Andika kepada Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi.

Adib menyebut, bahwa pada Muktamar PB IDI ke XXI di Aceh pada Maret 2022, ada ketetapan muktamar yang merupakan konsekuensi amanah yang harus diemban oleh pengurus IDI baru. Muktamar IDI mengeluarkan ketetapan pemecatan permanen Terawan sebagai anggota IDI.

Baca Juga: Deretan Kesalahan Dokter Terawan hingga Dipecat IDI

Tapi, ujarnya, pemberhentian tetap atau permanen itu bukan seumur hidup. Artinya, masih ada ruang bagi Terawan jika berkenan menjadi anggota IDI kembali.

“Kita akan buatkan forum internal, dan saya yakin karena rumah besar dokter di Indonesia adalah IDI. Jadi, siapapun yang mau masuk kami terima,” ujar Adib.

Merespons penjelasan Ketua Umum PB IDI, Andika menegaskan bahwa pihaknya berpegangan pada peraturan/perundang-undangan. IDI sebagai institusi, ujarnya, mempunyai kewenangan yang sudah melekat sejak didirikan, berupa peraturan internal.



“Saya menghormati, tinggal nanti apa yang harus kami lakukan. Misalkan keputusan apapun IDI. Apakah itu berpengaruh, misalnya terhadap izin praktik dokter Terawan di RSPAD. Sebagai dokter, beliau masih praktik di rumah sakit kami (RSPAD). Kita ikut aturan,” ujar Andika.

Baca Juga: Lahir PDSI, IDI Kini Tak Lagi Satu-Satunya Organisasi Profesi Dokter  

Namun, Terawan tidak akan kembali ke IDI, menurut Ketua Umum PDSI dr. Jajang. Menurutnya, jika kembali ke IDI setelah dipecat, berarti Terawan mengakui kesalahan. Padahal, yang dilakukan Terawan tidak salah.

“Justru melakukan inovasi untuk pengobatan pasien, dan hasilnya bermanfaat untuk pasien,” tukas Jajang saat berbincang dengan Bisnis, Rabu (27/4/2022).

Terlebih, ujarnya, dalam memberi sanksi kepada Terawan, IDI tidak menerapkan etika. Dan, tambahnya, saat memanggil Terawan untuk dimintai keterangan tentang DSA, malah “diadili”.

“Siapa yang mau kembali ke IDI kalau begitu,” ujarnya.

Baca Juga: Jadi Pesaing IDI, Ini Visi, Misi dan Susunan Pengurus PDSI 2022-2025

Jika dokter dianggap melanggar etika, maka sanksinya adalah moral.

Konflik IDI versus Terawan dan persoalan lain yang dihadapi dokter serta pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi pemicu dibentuknya PDSI. Dengan demikian, tidak ada lagi organisasi tunggal IDI.



Namun, pembentukan PDSI ini memunculkan pemikiran: “Apakah PDSI organisasi kedokteran militer?” Jajang menegaskan, bahwa PDSI bukan organisasi dokter militer.

Sebagai ketua umum, katanya, dirinya sudah purnawirawan. Berstatus sipil. Demikian juga dengan Terawan. PDSI terbuka bagi seluruh dokter di Indonesia, termasuk dokter muda. Oleh karena itu, PDSI akan melakukan roadshow ke daerah untuk memperkenalkan diri.

“Terserah mau ke mana, IDI atau PDSI,” kata Jajang. PDSI dengan visi dan misinya boleh jadi menjadi ‘rumah’ selanjutnya bagi Terawan dan dokter lain.

Baca Juga: Jadi Pesaing IDI, PDSI Janjikan Biaya Pendidikan Dokter Lebih Murah

Salah satu hal yang membedakan PDSI dengan IDI adalah lembaga yang diakui pemerintah ini (Kemenkumham) mendukung para dokter melakukan inovasi, menjunjung tinggi Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan mendukung reformasi pelayanan kesehatan di Indonesia. Misalnya, mengurangi penduduk Indonesia berobat ke luar negeri.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang juga anggota IDI Prof Ari Fahrial Syam mengaku tidak masalah dengan terbentuknya organisasi saingan IDI tersebut.

Dia menyinggung terkait surat izin praktik (SIP) yang kemungkinan bisa dicabut jika bergabung ke PDSI.
Terlebih, anggota yang tergabung dalam PDSI wajib keluar dari organisasi IDI.

Baca Juga: Mantan Menkes Terawan Terima Gelar Profesor Kehormatan Unhan

“Ya hak mereka untuk membentuk perhimpunan dokter seluruh Indonesia dan kalau mereka keluar dari IDI, berarti rekomendasi IDI batal dan mereka menjadi praktik tdm ilegal karena KKI hanya menerima rekomendasi dari IDI sesuai UU,” kata Ari, Rabu (27/4/2022).



Berdasarkan UU Praktik Kedokteran Pasal 36, untuk mendapatkan SIP, dokter atau dokter gigi harus memiliki surat tanda registrasi, mempunyai tempat praktik, dan memiliki rekomendasi dari organisasi profesi yakni IDI atau PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia).

Menurut Ari, jika anggota memilih keluar, maka IDI juga akan mencabut surat rekomendasi. “Artinya SIP juga batal tergantung pemda mau memberikan tidak,” katanya.

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo dari Fraksi PDIP menuturkan, pembentukan PDSI diharapkan meningkatkan layanan profesi dokter sekaligus mengoreksi sejumlah kelemahan selama ini termasuk penyebaran dokter spesialis yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.

Baca Juga: Siti Fadilah Apresiasi Terawan Pilih Vaksin Nusantara Ketimbang Dubes

“Pendirian PDSI ini kita jadikan momentum untuk instrospeksi terkait layanan kedokteran,” ujarnya.

Dia menilai, selama ini selain terjadi ketidakmerataan penyebaran dokter spesialis di seluruh Indonesia, sebagian kalangan juga mengeluhkan sulitnya bagi dokter untuk mendapatkan SIP, karena dinilai gagal menjalani uji kompetensi.

Padahal, kebutuhan dokter terus meningkat setiap tahun. Selain itu, Handoyo menilai sejauh ini undang-undang melindungi kemerdekaan untuk berkumpul dan berserikat, sehingga tidak ada yang salah dengan kehadiran PDSI.

Dia mengatakan kehadiran PDSI tidak perlu diperdebatkan karena prinsipnya adalah berlomba-lomba untuk kebaikan demi perbaikan layanan profesi kedokteran untuk seluruh rakyat Indonesia.

Baca Juga: BPOM Enggan Beri Izin, Bagaimana Nasib Vaksin Nusantara Buatan Terawan?



“Hal terpenting adalah jangan pernah ada gonjang ganjing untuk melemahkan IDI, tapi PDSI justru harusnya menyempurnakan organisasi yang ada selama ini,” ujarnya.

Karena itu, Handoyo juga mendukung revisi atas Undang-undang Praktik Kedokteran yang telah diwacanakan oleh PDSI dengan tujuan untuk menyempurnakan peran dokter di Indonesia.

Dia mengatakan penyempurnaan itu tidak hanya diperankan oleh PDSI dan IDI, namun juga oleh para pemangku kepentingan lainnya termasuk sejumlah institusi dan lembaga pemerintah.

PDSI telah mendapat Surat Keputusan (SK) dari Kemenkumham Republik Indonesia No. AHU-003638.AH.01.07.2022 tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “IDI Vs Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) di Antara Sipil dan Militer”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya