SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Indonesia Coruption Watch (ICW) mengajukan penolakan tentang kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2009 sebesar 84 dolar AS kepada Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

“Alasan menaikkan BPIH seperti pemindahan pemondokan dari ring tiga ke ring satu serta kenaikan biaya konsumsi jemaah haji, menurut kami tidak mendasar,” kata Koordinator Divisi Pusat Data dan Analisis Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas usai rapat di Kantor Wantimpres, Jakarta, Kamis (4/6).

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

Ia menjelaskan, kenaikannya hanya sebanyak 7 persen, dengan rencana komposisi jemaah haji di ring satu sebanyak 26 persen, di ring dua dan tiga sebanyak 73,6 persen.

“Selain itu Departemen Agama dan DPR pun tidak menjelaskan kualitas pemondokan di semua ring tersebut,” kata Firdaus.

Untuk konsumsi ibadah haji, kata dia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai harganya terlalu mahal, misalnya untuk jamuan Armina, rata-rata uang yang dibebankan kepada jemaah haji sebesar 20 real Saudi Arabia (SAR) sekali makan atau total 300 SAR.

Menurut dia, dengan jumlah jemaah haji terbesar di dunia penyelenggara haji bisa menekan harga lebih rendah dibandingkan negara lain, seperti Filipina yang hanya setengah dari BPIH Indonesia.

Berdasarkan undang-undang nomor 13 tahun 2008, kata dia ibadah haji diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba.

Dengan pengajuan penolakan tersebut, ICW berharap akan disampaikan kepada presiden selaku pembuat kebijakan.

ICW juga menyampaikan usulan untuk melakukan reformasi penyelenggaraan ibadah haji guna membenahi masalah dalam kelembagaan dan terutama dalam pengelolaan keuangan.

Menurut Firdaus, Departemen Agama RI telah memonopoli seluruh kegiatan dalam penyelenggaraan haji, mulai dari penyusunan aturan dan desain kebijakan, pelaksanaan serta evaluasi tidak dilakukan secara profesional.

Bentuk pengelolaan oleh Depag tersebut, kata dia diikuti dengan tertutupnya perencanaan serta penggunaan anggaran.

“Karena itu penyelenggaraan haji kerap kali diwarnai oleh praktek korupsi,” kata Firdaus.

Ia mencontohkan, dalam rentang waktu tahun 2002 hingga 2005, BPK menemukan banyak penyimpangan yang berakibat kerugian terhadap negara sebesar Rp700 miliar.

Melalui Wantipres, ICW meminta kepada presiden untuk memperbaiki kelembagaan terutama pengelolaan keuangan termasuk meninjau ulang monopoli yang dilakukan Depag dalam penyelenggaraan ibadah haji.

ant/fid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya