SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta--Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai Polri tidak serius dalam menangani kasus
Gayus Halomoan Tambunan. Untuk itu, ICW mendesak agar kasus tersebut ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Peneliti Hukum ICW Donal Faris mengatakan bahwa keluarnya Gayus dari tahanan Mako Brimob Kelapa Dua beberapa waktu lalu menandakan ketidakseriusan Polri dalam menangani kasus tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kita yakin ini efek domino dari ketidakseriusan Polri dalam menangani kasus Gayus sehingga tidak menyentuh akar permasalahan dan oknum yang terlibat dalam kasus tersebut,” kata Donal dalam jumpa pers di kantor ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Minggu (21/11).

Penolakan Polri terhadap KPK untuk mengambil alih kasus Gayus seperti disampaikan Irjen Edward Aritonang pada Maret 2010 lalu, juga sebagai bukti ketidakseriusan Polri. Polri berdalih masih mampu menangani kasus tersebut.

Ekspedisi Mudik 2024

“Banyak ketidakseriusan, jadi sebaiknya ditangani KPK saja. Logika sederhana, ketika KPK ambil alih dapat meringankan beban Polri dan membantu kerja polisi,” jelasnya.

Alasan lain mengapa kasus Gayus harus ditangani KPK, karena banyak keganjilan selama kasus tersebut ditangani Polri. Kejanggalan paling menonjol dimulai dengan adanya desain sistematis untuk membonsai kasus tersebut.

“Dimana Gayus justru dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara hanya Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utama yakni kepemilikan rekening Rp 28 miliar dan save deposite sebesar Rp 75 miliar,” imbuhnya.

Padahal, lanjut Donal, kasus PT SAT sendiri sangat jauh keterkaitannya dengan asal muasal kasus tersebut mencuat. Publik bahkan tidak mengetahui sama sekali perkembangan kasus tersebut.

“Manuver ini disinyalir by design sebagai skenario Kepolisian untuk menghindar dari simpul besar kasus mafia pajak yang diduga menjerat para petinggi di intitusi Kepolisian,” ujarnya.

Bahkan, Polri tidak menyentuh sama sekali sejumlah pejabat tinggi Kepolisian yang diduga menerima uang dari Gayus. Polri justru mengorbankan kalangan perwira menengah saja untuk menutupi keterlibatan perwira tinggi dalam kasus pajak Gayus.

“Kasus ini hanya sampai kepada perwira menengah saja seperti Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini, keduanya seolah menjadi tumbal. Padalah mereka hanya pemain kecil saja,” tegasnya.

ICW juga mendesak agar Kepolisian bersikap terbuka dan menghilangkan gelombang resistensi terhadap KPK dalam upaya pengambilalihan kasus ini. Presiden SBY juga didesak untuk bersikap aktif dalam membongkar kasus tersebut.

“SBY harus bertindak konkret perintahkan Kapolri untuk kerjasama dengan KPK,” tambah
Koordinator Divisi Hukum ICW Febridiansyah.

Secara yuridis seperti tersurat dalam pasal 8 ayat (3) UU KPK disebutkan bahwa, ‘Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK.

“Dari pasal ini terlihat jelas, adanya klausal ‘wajib menyerahkan’ sehingga tidak ada ruang bagi kepolisian dan kejaksaan untuk menolak KPK melakukan supervisi atas kasus Gayus,” papar Febridiansyah.

dtc/nad

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya