SOLOPOS.COM - Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (ketiga kiri) berjalan keluar LP Sukamiskin seusai menemui narapidana kasus korupsi, Kamis (6/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Agus Bebeng)

ICW mengingatkan Presiden agar tidak menerbitkan Perppu KPK meskipun muncul desakan dari DPR.

Solopos.com, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak perlu mengeluarkan Perppu KPK. Sebelumnya, sinyal Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR terhadap KPK akan berujung pada penerbitan Perppu KPK menguat jika revisi UU KPK dianggap terlalu lama.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, mengatakan pihaknya sudah memperkirakan Pansus akan berujung pada revisi UU KPK dan melemahkan lembaga terdepan pemberantasan korupsi itu. Pihaknya sejak awal menolak Pansus tersebut maupun rekomendasi yang kelak akan diberikan terkait KPK termasuk perppu.

“Rekomendasi pansus ke depan tidak bisa dijadikan alasan Presiden merevisi UU KPK atau mengeluarkan Perppu. Pansus keabsahannya bermasalah dan kinerja tidak objektif sehingga Presiden tidak bisa menindaklanjuti. Kalau Presiden ikuti rekomendasi Pansus, artinya presiden mengikuti putusan cacat hukum,” katanya, Minggu (27/8/2017).

Saat ini, lanjut dia, keabsahan pansus sedang dipertanyakan melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), atas Pasal 79, Pasal 199, dan Pasal 201 UU No. 17/2014 tentang MD3.

Dia merinci, Pasal 79 terkait KPK sebagai subjek angket atau bukan. Dalam detail pasal tersebut, KPK tidak termasuk dalam subjek yang bisa menjadi sasaran hak angket DPR.

Pada Pasal 199 pihaknya ingin menilai apakah forum pengambilan keputusan hak angket dalam paripurna sudah sah secara hukum. Pasalnya, persetujuan adanya angket untuk KPK dalam paripurna tidak mendengarkan pandangan dari masing masing anggota DPR. Beberapa fraksi seperti Partai Demokrat dan Partai Gerindra bahkan dari awal menolak Pansus tersebut.

Adapun pada Pasal 201 mewajibkan setiap fraksi hadir mengirim perwakilan di Pansus dan itu saat ini tidak terjadi. “MK diminta menilai kebsahan 3 pasal itu. Kalau dari fakta hukum MK harus mengabulkan. MK harus keluar dari nalar politik mereka bekerja berdasarkan nalar hukum,” ujarnya.

Di sisi lain, Peneliti ICW lainnya Almas Sjafrina mengatakan saat ini masyarakat tidak bisa berharap pada DPR untuk menjaga KPK dalam memberantas korupsi di Tanah Air. Oleh karenanya dalam hal ini Presiden bisa bersikap bijak dengan tidak mengikuti rekomendasi Pansus.

“Kami berharap ke Presiden untuk tidak menyetujui revisi UU KPK. Presiden tidak punya dasar menggolkan revisi UU KPK,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya