SOLOPOS.COM - Direktur ICT Watch, Indriyatno Banyumurti (tengah) saat menjadi pembicara Talkshow dan Workshop Hybrid (Onsite & online) Surakarta @MakinCakapDigital #JagaDataPribadi #LawanHoaks di Rumah Blogger Indonesia (RBI) Jajar, Laweyan, Solo, Sabtu (3/9/2022). (Solopos.com/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Potensi merebaknya berita hoaks atau berita bohong di media sosial (medsos) selama pada Pemilu 2024 dinilai masih sangat besar. Kondisi itu dinilai bakal mengancam atau membahayakan pesta demokrasi lima tahunan di negeri ini.

Pendapat tersebut disampaikan Direktur ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, saat diwawancara solopos.com, Sabtu (3/9/2022) siang. Dia hadir di Kota Solo untuk menjadi nara sumber Talkshow dan Workshop Hybrid (Onsite & online) Surakarta @MakinCakapDigital #JagaDataPribadi #LawanHoaks di Rumah Blogger Indonesia (RBI) Jl Apel III Nomor 27 Jajar, Laweyan, Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Potensi merebaknya hoaks sangat besar. Karena ini adalah media yang paling mudah digunakan untuk menyebarkan info positif maupun yang negatif. Sehingga ini jadi tantangan besar menilik pengalaman Pemilu 2019,” tutur dia.

Banyumurti menjelaskan peredaran hoaks pada Pemilu 2019 sangat berdampak terhadap polarisasi kubu-kubu yang saling berseberangan. Saat itu medsos sudah menjadi katalisator atau pendorong penyebaran hoaks itu.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Mafindo Ingatkan Hoaks Bersemi di Tahun Politik

Kondisi itu dikarenakan banyaknya warga yang sudah mempunyai akses ke internet, yaitu sekitar 210 juta orang. Dan dari jumlah itu sekira 190 juta orang merupakan pengguna medsos. Mereka aktif menggunakan medsos.

“Hasil survei di Kata Data, dari indeks literasi digital Indonesia, ketika responden ditanya di mana mencari informasi dan menemukan hoaks, paling banyak jawabannya di medsos. Jadi medsos sumber informasi dan hoaks,” urai dia.

Dengan kondisi seperti itu, Banyumurti menilai perlu kerja sama semua pihak untuk mengedukasi warganet Indonesia. Arahnya memberikan pemahaman agar mereka berpikiran kritis saat beraktivitas di berbagai medsos.

Sehingga ketika mereka mendapatkan informasi di medsos tidak langsung memercayai dan menyebarkannya. Tapi ada proses verifikasi atau mengecek kebenaran dari informasi itu. Caranya dengan berbagai tools cek fakta.

Baca Juga: Data Pribadi Sering Bocor, ICT Watch Desak RUU PDP Disahkan

“Ini jadi concern kami untuk mengedukasi. Misalnya selain bentuk edukasi seperti ini, kami juga bikin tools cek hoaks dari agregator link. Misalnya mau cek hoaks dari Kominfo seperti apa, melalui cek fakta jurnalis seperti apa,” kata dia.

Banyumurti mengatakan pihaknya juga sedang membangun kerja sama dengan Bawaslu dan KPU  terkait edukasi literasi digital. Kesadaran warganet Tanah Air harus dibangun mengingat karakteristik algoritma medsos.

“Bagaimana pun, algortima medsos ini yang kadang-kadang membungkus orang bukannya memperluas wawasan. Tapi bagai katak dalam tempurung. Karena algoritma medsos memilihkan info yang disukai user,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya