SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Hari ini kita akan bicara mengenai telekomunikasi dan peran pemerintah dalam mengembangkan pasarnya. Kami menerima Asmiati Rasyid Doktor lulusan Prancis dengan studi mengenai kerangka regulasi untuk mendorong industri Information, Communication, and Technology (ICT) sebagai mesin pertumbuhan di negara berkembang.

Menurut Asmiati, industri ICT bisa menjadi suatu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Itu karena kemampuan kreativitas dan inovasi anak-anak kita sudah terbukti dan tidak kalah pintar dengan orang-orang di Amerika, Eropa, maupun China. Cuma pemerintah belum mampu melihat itu. Padahal hanya dengan satu komputer dan kreativitasnya, mereka bisa menghasilkan produk-produk IT hebat yang bisa dijadikan uang. Berikut wawancara Wimar Witoelar dengan Asmiati Rasyid.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kita mulai dengan yang sederhana yaitu apa yang disebut dengan industri Information, Communication, and Technology (ICT) itu?
Secara prinsip, kalau kita berbicara ICT, industri telekomunikasinya sendiri biasanya untuk di negara seperti kita intinya yaitu bisnis telekomunikasi plus industri teknologi informasi (information technology-IT). Pemain di telekomunikasi adalah para operator telekomunikasi, vendor telekomunikasi dan provider konten yang sebenarnya termasuk di dalam industri ICT. Juga termasuk di dalam industri ICT yaitu industri IT di perbankan dan pemerintahan, yang sifatnya adalah aplikasi. Itu semua menyangkut perangkatt IT di dalamnya. Yang perlu dilihat secara jelas adalah industri ICT sebenarnya besar sekali elemennya. Jadi bukan hanya telekomunikasi dan IT tapi termasuk juga komputerisasi di dalamnya.

Anda mengatakan ini industri yang harus dikembangkan. Apakah maksud An da adalah kita harus membuat pabrik teknologinya seperti pabrik alat komunikasi, communication tower dan sebagainya?
Berdasarkan studi banding yang saya lihat, kalau memang benar pemerintah kita mampu melihat peran industri ICT sebagai suatu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional, seharusnya sudah lama kita melihat kemampuan itu. Itu karena sebenarnya industri ICT sangat bergantung kepada kemampuan intelektual bangsa kita. Anak-anak muda kita hebat-hebat semua. Kemampuan kreativitas dan inovasi mereka sudah terbukti. Anakanak kita, bangsa kita tidak kalah pintar dengan orang-orang di Amerika, Eropa, maupun China. Cuma pemerintah belum mampu melihat itu. Padahal hanya dengan satu komputer dan kreativitasnya, mereka bisa menghasilkan produk-produk IT hebat yang bisa dijadikan uang.

Apakah di dalam industri komunikasi juga ada bahaya?
Kita harus melihat sebenarnya industri ICT secara garis besar terdiri dari industri hardware dan software. Dengan perkembangan tek nologi sekarang, yang berperan penting adalah pengembangan software. Jadi peran software itu sampai 70% bisa dalam bentuk jaringannya maupun aplikasi untuk pengembangan konten. Jadi akan berbeda sekali dengan industri pesawat tadi. Kalau software sangat tergantung otak.

Jadi tidak penting kita membuat handphone dan tower sendiri, betulkah?
Penting, ada bagian yang bisa kita ambil. Yang saya tekankan di sini bahwa infrastruktur teknologi kita tertinggal jauh, sehingga kita tidak akan bisa mengejar, bahkan pesimis untuk mengejar industri yang sudah mapan, baik di Amerika, Eropa, maupun China. Artinya, kita tidak mungkin mengejar karena kita tidak memiliki penelitian dan pengembangan (re search and development – R&D). Itu akan sulit sekali karena R&D untuk pengembangan teknologi membutuhkan investasi yang besar dan keseriusan waktu. India sudah melihat terlebih dahulu. Dia mulai dari pengembangan software, sehingga sekarang dia melakukan semua outsourcing untuk pengembangan software. Misalnya, untuk pengembangan semua produk software ada di India. Saya dengar Yahoo! dan Google untuk desainer dan programernya semua berasal dari India. Bahkan kalau kita telepon ke Citibank maka yang menjawab calling service adalah orang India.

Itu barangkali karena India pintar bahasa Inggris, sedangkan China tidak pintar. Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia juga banyak yang hebat bahasa Inggris. Kita saja yang tidak mampu melihat kemampuan kita.

Kemudian apa manfaat ICT bagi rakyat? Ini saya bertanya atas nama orang yang pro kerakyatan dan anti neolib.
Manfaat ICT besar sekali. Saya sangat sensitif juga kalau sering mendengar suara dari Barat selalu menggaungkan ICT bahwa ini bermanfaat seperti untuk tele-education dan agriculture. Saya tidak menolak itu. Tapi, saya pikir untuk memberikan nilai tambah untuk bangsa kita, misalnya untuk petani, agar medapatkan manfaat ICT bukan sekadar seperti itu. Pemerintah harus melihat apakah petani kita nyambung atau tidak memakai ICT.

Apakah itu maksudnya di pedesaan ada yang menggunakan teknologi komunikasi modern itu?
Pastinya. Minimal mereka membutuhkan telepon. Jangankan mereka, para tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk berkomunikasi sa ja minimal membutuhkan telepon. Jadi sekarang kebutuhan itu sangat mendasar. Pemerintah harus membantu mendorong agar masyarakat kita tersentuh dengan teknologi komunikasi itu.

Anda telah melakukan studi per bandingan, bagaimana kedudukan Indonesia dibandingkan negara Asia lainnya dalam hal pemakaian teknologi?
Berdasarkan studi yang saya lakukan, sebenarnya sekarang Indonesia masih jauh tertinggal. Artinya, kita jangan cepat merasa puas bahwa kita sudah mencapai seperti saat ini, tapi lihat juga negara lain. Misalnya, kita bandingkan India dengan kita. Pada 2007 – 2008 Industri ICT di India sudah bisa mencapai US$ 36 juta. Sedangkan kita cukup senang hanya mencapai US$ 5 juta. Seharusnya pemerintah mampu melihat potensi ini.

Kalau kita bicara pemerintah maka kita juga melihat bahwa di situlah kegunaan pemerintah untuk berperan terutama dalam mendorong masuk investasi yang bisa diperoleh barangkali dari pinjaman luar negeri atau FDI. Nah, Dua-duanya secara politis sangat sensitif. Apa yang perlu dilakukan untuk menghadapi itu?
Saya ambil contoh China, sampai sekarang untuk membangun jaringan di China selalu vendor dari luar negeri yang datang. Itu sudah dilakukan dari 20 tahun yang lalu. Begitu mereka membuat peraturan, maka setiap orang yang mau mengembangkan jaringan di China diharuskan membangun industri di sana. Jadi dia tidak boleh hanya impor barang–barang, tapi harus membangun pabrik di sana. Itu kalau dari sisi vendor. Kemudian operator, kalau operator mau in vestasi untuk jaringan, misalnya US$ 100 juta, maka 5% dari jumlah tersebut harus dialokasikan ke riset dan pengembangan (R&D) dan itu harus benar-benar di China dan masuk ke universitas-universitas mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya