SOLOPOS.COM - Warga Griya Karya Sejahtera (GKS), Ngijo, Tasikmadu, Sri Jawi Wiji Lestari, 38, (kanan) menggendong anaknya saat dijenguk rombongan Komisi D DPRD Karanganyar, Jumat (7/10/2016). (Kurniawan/JIBI/Solopos)

Seorang ibu di Karangnyar harus menerima kenyataan Kartu BPJS Kesehatannya dinonaktifkan setelah kehilangan pekerjaan.

Solopos.com, KARANGANYAR — Kisah ibu di Karanganyar ini menunjukkan masih banyak orang yang tak terjangkau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lantaran terbentur administrasi. Sri Jawi Wiji Lestari, 38, warga Perumahan Griya Karya Sejahtera (GKS), Ngijo, Tasikmadu, Karanganyar, hanya pasrah saat melahirkan setelah kartu BPJS Kesehatannya tak aktif lagi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sri tengah duduk di kursi Ruang Kelas II Bangsal Kenanga RSUD Karanganyar, saat rombongan legislator Komisi D DPRD setempat menjenguk dia, Jumat (7/10/2016) pagi. Anak keduanya, Rasya Arka Maulana, yang baru berumur tiga hari tertidur nyenyak di pangkuan Sri. Di bangsal tak seberapa luas itu, Sri dan bayinya berbagi ruang dengan pasien lain, yaitu seorang ibu-ibu paruh baya yang tengah menjalani perawatan.

Suami Sri belum lama meninggalkan ruang tersebut mencari tambahan dana guna membayar biaya persalinan. “Bapake baru keluar, mencari pinjaman uang untuk biaya rumah sakit. Kami cuma siap uang Rp3 juta. Padahal biayanya sampai Rp5,5 juta,” tutur dia.

Uang harus mereka siapkan lantaran kartu BPJS Kesehatan milik Sri di-non-aktifkan mulai awal bulan. Langkah non-aktif tersebut dilakukan lantaran Sri dianggap keluar perusahaan tempatnya bekerja. Padahal untuk membuat kartu baru butuh waktu dua pekan.

“Saat saya masih bekerja di pabrik belum bisa membuat kartu baru BPJS mandiri. Alasannya BPJS saya melalui perusahaan masih aktif. Bulan September kartu saya masih aktif. Baru bulan ini kartu saya di-non-aktifkan, dan saya keburu melahirkan,” imbuh dia.

Situasi itu membuat suami Sri sibuk bukan kepalang. Sejak masuk RSUD, Selasa (4/10/2016), dia harus mengurus surat keterangan tidak mampu (SKTM), dan berkas-berkas lain. Sebab istrinya dijadwalkan keluar RSUD pada Jumat lantaran kondisinya sudah membaik.

Ihwal keluarnya dia dari perusahaan tempatnya bekerja memang tertuang dalam perjanjian kontrak kerja. “Di kontrak kerja memang tertulis begitu. Bila saya hamil dan harus proses persalinan, saya dianggap keluar dari perusahaan. Soal itu saya sadar sejak awal,” ujar dia.

Mengetahui situasi itu, Ketua Komisi D DPRD Karanganyar, Endang Muryani, memanggil Direktur RSUD Karanganyar, G. Maryadi, untuk membantu kondisi Sri. Dia menghubungi Kepala Dinas Kesehatan Karanganyar, Cucuk Heru Kusumo, untuk tujuan yang sama.

“Dari kondisi yang dialami Ibu Sri, kita belajar banyak hal. Mulai dari fakta lemahnya posisi tawar buruh di hadapan pengusaha, hingga kelemahan sistem jaring pengaman sosial. Tapi yang prioritas saat ini Ibu Sri dan bayinya harus segera dibantu,” tutur dia.

Setelah berdiskusi dengan Direktur RSUD dan Kepala Dinas Kesehatan, disepakati untuk membantu Sri dan bayinya. “Akan dibantu dengan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Baru diproses,” ujar Atik Puji Astutiningtyas, staf Yanmed RSUD Karanganyar.

Sedangkan anggota Komisi D DPRD Karanganyar, Latri Listyowati, mengaku prihatin dengan kondisi yang dialami Sri. Sebab kondisi ekonomi keluarga Sri tergolong pas-pasan. Sang suami juga bekerja di pabrik. Bahkan gajinya di bawah UMK, dan tak ada BPJS.

“Ini menjadi temuan dan catatan penting bagi kami. Ternyata masih ada perusahaan yang tak membayar pekerjanya sesuai UMK. Apalagi para pekerja tidak dilayani BPJS Kesehatan. Kami minta Dinsosnakertrans lebih ketat dalam pengawasan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya