SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, ngotot ingin melepaskan tanah hak pakai (HP) 16 di Kenteng, Semanggi, meski DPRD menunjukkan sinyal penolakan. Wali Kota justru mempertanyakan komitmen legislatif dalam menata hunian liar di Kota Bengawan.

“Kalau diizinkan dewan, mau kami tata agar tidak semrawut seperti itu. Mestinya DPRD menyetujui,” ujarnya saat ditemui wartawan seusai mengikuti Upacara HUT Korpri di Stadion Sriwedari, Jumat (29/11/2013).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Rudy beralasan keinginannya melepas HP 16 sudah sesuai dengan UU Agraria No.5/1960 yang menyatakan tanah di bawah penguasaan negara dapat dilepas dengan persetujuan DPRD. Aturan itu juga dipertegas di PP No.6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Menurut pemahamannya, warga yang menghuni tanah negara bebas murni minimal 20 tahun dapat mengajukan pemindahtanganan tersebut. Dia mencontohkan warga Silir yang telah menghuni HP 11 sebelum sertifikat pengelolaan negara terbit. Diketahui, Rudy telah mengajukan pelepasan HP 11 Silir, HP 10 Pringgolayan, dan HP 25 Mangkubumen selain HP 16 yang masih diproses.

“Sebagian telah dilepas, tinggal enam bidang saja yang belum. Padahal mereka sudah nempati di sana tahun 1962, sementara status HP baru tercatat tahun 1996,” tuturnya.

Untuk menghindari gejolak di masyarakat, pihaknya berjanji mendata ulang warga di HP 16 Kenteng agar pelepasan tepat sasaran. Rudy siap melibatkan tokoh masyarakat setempat untuk mengecek riwayat warga di tanah tersebut. “Nanti ada verifikasi lagi, apa benar warga itu sudah tinggal minimal 20 tahun,” ucap dia.

Selain diperkuat aturan, Rudy mengklaim pelepasan tanah didasari aspek kemanusiaan. Rudy menyebut warga yang menghuni empat tanah HP itu telah dijanjikan sertifikat hak milik oleh Wali Kota sebelumnya. “Dulu [lokalisasi] Silir komitmen ditutup dan rakyat minta sertifikat, diiyakan Wali Kota. Kok sekarang DPRD seperti ini. Jangan dipolitisasi lah.”

Pengamat hukum dari UNS, M. Jamin, menilai perlu ada solusi alternatif untuk menyelesaikan konflik pelepasan lahan. Menurutnya, pemindahtanganan dengan sistem penjualan mampu mengurangi polemik yang ada sekarang. Hal itu diatur dalam pasal 45 PP No.6/2006 yang menyebut pelepasan aset negara dapat dilakukan melalui penjualan, hibah, tukar guling dan penyertaan modal.

“Kenapa aspek penjualan tidak dicoba? Kalau mereka belum punya tempat tinggal lain dan betul-betul warga Solo, mereka bisa membeli dengan harga yang wajar,” ujarnya.

Kabag Hukum dan HAM Pemkot Solo, Kinkin Sultanul Hakim, juga cenderung sepakat dengan model penjualan aset. Dia menilai risiko upaya tersebut lebih kecil dibanding dengan menghibahkan lahan. “Itu solusi yang bagus. Segera kami dalami regulasinya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya