SOLOPOS.COM - Nugraha Arif Karyanta (Eni Widiastuti/JIBI/Solopos)

 Nugraha Arif Karyanta (Eni Widiastuti/JIBI/Solopos)


Nugraha Arif Karyanta (Eni Widiastuti/JIBI/Solopos)

Humor adalah instrumen sosial yang menjadi sarana efektif untuk mengurangi stres, mengomunikasikan ide dan perasaan, meningkatkan hubungan dan melindungi hubungan sosial ketika seseorang bermaksud menyampaikan informasi yang negatif.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Penjelasan itu disampaikan psikolog sosial dari Fakultas Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Nugraha Arif Karyanta. Humor, lanjutnya, memiliki kecenderungan untuk membuat hubungan sosial lebih rileks dan santai.

“Oleh karena itu semua orang ketika sedang stres berusaha menjadi santai dengan mencari hiburan, salah satunya dengan humor,” jelasnya saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Rabu (28/8/2013).

Tak jarang, ungkapnya, humor menjadi sarana efektif untuk mengomunikasikan ide atau pikiran yang negatif. Ia mencontohkan ketika seseorang ingin menyindir orang lain yang berbuat salah, ketika hal itu disampaikan secara langsung mungkin orang yang disindir akan sakit hati. Tapi ketika sindiran disampaikan melalui humor, bisa mengurangi rasa sakit hati atau bahkan orang yang disindir tidak sakit hati sama sekali.

Lingkup Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, terangnya, setiap orang selalu berusaha membangun pertahanan dirinya. Oleh karena itu ketika ia menerima sindiran secara langsung, kadang justru tidak bisa menerima. Tapi ketika disampaikan dengan humor, mungkin bisa diterima karena humor bisa menurunkan pertahanan diri seseorang.

“Oleh karena itu orang-orang yang memiliki banyak teman atau mudah membangun relasi dengan orang lain, kebanyakan adalah mereka yang memiliki selera humor tinggi,” jelasnya.

Kaidah itu, terangnya, juga berlaku dalam lingkup keluarga. Tak bisa dipungkiri, hubungan antar anggota keluarga yang sangat intens bisa mengakibatkan ketegangan dalam keluarga. Humor akan  membuat suasana keluarga lebih rileks, hubungan suami istri dan hubungan dengan anak akan lebih rileks.

Hubungan yang rileks merupakan bagian dari pola komunikasi keluarga yang baik. Sebaliknya jika pola komunikasi dalam keluarga cenderung keras, saling menuntut dan sering memberikan kritik secara langsung, menjadikan pola komunikasi dalam keluarga tidak baik.

“Kondisi itu akan membahayakan kestabilan emosi keluarga itu sendiri,” ujarnya.

Berdasarkan banyak penelitian, ungkapnya, keluarga dengan model ekspresi emosi tinggi, suka memberi masukan dengan mencela dan mengritik, kesehatan mentalnya cenderung rendah. Salah satu buktinya, pasien gangguan jiwa berat yang ada dalam keluarga dengan ekspresi emosi tinggi, lebih sering kambuh penyakitnya.
Akibatnya kunjungan ke rumah sakit semakin meningkat. Kondisi itu berkebalikan dengan pasien gangguan jiwa yang hidup dengan model keluarga ekspresi emosi rendah. Penyakit pasien itu jarang kambuh sehingga jarang periksa ke rumah sakit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya