SOLOPOS.COM - Ilustrasi jari bertinta sebagai tanda telah memberikan hak suara. (Freepik)

Solopos.com, SOLO – Penggunaan tinta saat Pemilu 2024 sebagai bukti telah memilih membuat penasaran publik, terutama halal atau haramnya dan sah atau tidak jika digunakan untuk salat dan wudu.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah menjelaskan bahwa tinta yang digunakan saat Pemilu harus tersertifikasi halal dan bisa tembus air sehingga aman digunakan untuk berwudu dan salat.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

“Sebentar lagi pemilu, nah harus dipastikan bahwa tinta yang digunakan tetap bisa tembus air sehingga aman saat seseorang akan berwudhu,” kata Direktur Lembaga Pengakajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI Muti Arintawati, dilansir Antara, Kamis (18/1/2024).

Soal halal atau haram tinta Pemilu 2024, menurut Muti, ada dua hal yang harus dipastikan dari tinta tersebut. Pertama, bahan-bahan tinta harus dipastikan bebas dari unsur-unsur najis. Kedua, tinta yang akan digunakan harus tembus air.

Maka dari itu, Muti mengatakan sertifikat halal menjadi salah satu dokumen ketika produsen tinta mengajukan tender ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pengajuan sertifikasi halal untuk tinta diajukan oleh pelaku usaha bukan lembaga pemeriksa halal (LPH).

Sementara itu, terkait sisa tinta Pemilu 2024 di jari apakah bisa digunakan untuk salat dan wudu, harus diuji laboratorium terlebih dahulu. Hal ini untuk menguji apakah tinta tersebut mengandung najis atau tidak.

Mengutip laman resmi Nahdlatul Ulama (NU online), jika uji laboratorium menyatakan bahwa tinta pemilu mengandung najis, maka kita diharuskan untuk menyucikannya semampu kita dengan menggunakan sabun, batu, atau zat pembersih lainnya. Jika warna tinta pemilu itu masih membekas di jari kita setelah dicuci, maka status jari kita yang terkena tinta pemilu adalah suci.

Sisa warna najis yang tersisa di pakaian atau di badan kita setelah diusahakan pembersihannya tidak menjadi masalah. Sisa najis berupa warna yang idealnya harus dibersihkan secara tuntas dimaafkan karena sulit menghilangkannya sekaligus atau uzur.

“(Jika najis itu tersisa di pakaian, badan,) atau sejenisnya, (setelah dibasuh, maka hukumilah kesuciannya) karena sulit. Sedangkan tindakan menggosok dan mengorek bersifat sunah belaka, tetapi ada yang mengatakan bahwa keduanya syarat. Jika penghilangan najis bergantung pada potas [kalium karbonat atau garam abu] dan sejenisnya [seperti sabun, bensin, atau cairan tajam yang lain], maka wajib sebagaimana diyakini oleh Al-Qadhi dan Al-Mutawalli, serta dikutip oleh An-Nawawi dalam Al-Majemuk dan diyakininya di Tahqiq dan disahihkan olehnya di Tanqih,” jelas Syekh Syihabuddin Ar-Ramli dalam Fathul Jawad bi Syarhi Manzhumati Ibnil Imad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya